Tren Putusan Dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilu Berubah
Bawaslu menolak gugatan pelanggaran administrasi yang diajukan Partai Indonesia Bangkit dan Partai Pelita. Kedua parpol itu dinilai tak bisa memenuhi dokumen persyarat calon peserta pemilu karena kesalahan sendiri.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tren putusan dugaan pelanggaran administrasi pada Pemilu 2024 diperkirakan berubah dibandingkan pada Pemilu 2019. Jika pada Pemilu 2019 mayoritas gugatan diterima, kali ini gugatan yang diajukan cenderung ditolak karena partai politik tidak bisa menunjukkan kesalahan prosedur yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum.
Dari sembilan gugatan dugaan pelanggaran administrasi yang diajukan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dua di antaranya, yakni dari Partai Indonesia Bangkit Bersatu (IBU) dan Partai Pelita, ditolak. Majelis sidang menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak terbukti melakukan pelanggaran administrasi Pemilihan Umum 2024.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, keterangan Partai IBU yang disampaikan saat persidangan tidak sesuai dengan data yang ada di Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Sementara pemeriksaan Partai Pelita pun menunjukkan jumlah kepengurusan dan keanggotaan tidak sesuai dengan yang disampaikan di Sipol. Bawaslu menilai tata cara penerimaan pendaftaran yang dilakukan KPU sudah sesuai peaturan yang ada.
”Kalau problemnya keterpenuhan syarat, saya rasa putusan Bawaslu tidak akan berbeda, kecuali dalam proses sidang terungkap ada kesalahan prosedur, misalnya data parpol di Sipol sudah lengkap, tetapi ketika mendaftar datanya hilang,” kata peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Fadli Ramadhanil, di Jakarta, Minggu (11/9/2022).
Dengan kondisi ini, lanjutnya, tren putusan sidang dugaan pelanggaran administrasi pemilu diperkirakan berubah. Apalagi, KPU tidak lagi menjadikan Sipol sebagai hal yang wajib karena parpol masih bisa melengkapi dokumen persyaratan secara fisik. Ini berbeda dengan situasi di Pemilu 2019 di mana Sipol masih diwajibkan oleh KPU dan sebagian parpol belum selesai mengunggah data ke sistem tersebut. Bahkan pada Pemilu 2024 ada sebagian parpol yang membawa dokumen persyaratan fisik, tetapi pendaftarannya tidak diterima karena syaratnya masih kurang.
Sementara pada Pemilu 2019, dari 27 parpol yang mendaftar sebagai peserta pemilu, sebanyak 13 partai dinyatakan dokumen pendaftarannya tidak lengkap sehingga berlanjut ke sengketa proses dan administrasi di Bawaslu. Argumentasi mereka berkisar pada penggunaan Sipol, seperti waktu untuk mengunggah data tidak cukup dan server yang bermasalah. Mereka pun berharap bisa mendaftar secara manual tanpa menggunakan Sipol.
Keterangan Partai IBU yang disampaikan saat persidangan tidak sesuai dengan data yang ada di Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Sementara pemeriksaan Partai Pelita pun menunjukkan jumlah kepengurusan dan keanggotaan tidak sesuai dengan yang disampaikan di Sipol.
Ada sembilan perkara yang dikabulkan Bawaslu. KPU pun diperintahkan memperbaiki tata cara serta prosedur pendaftaran parpol dan membuka pendaftaran secara fisik. Namun, perpanjangan waktu pendaftaran yang diberikan KPU tetap harus melengkapi data dan dokumen melalui Sipol.
Fadli menuturkan, dalam dugaan pelanggaran administrasi, Bawaslu menguji tindakan administrasi soal tata cara dan prosedur yang dilakukan KPU. Rujukan yang digunakan Bawaslu dalam memeriksa dugaan pelanggaran adminsitrasi pun adalah ketentuan administarsi pemilu, mulai dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Peraturan KPU, termasuk petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanana yang disosialisasikan kepada parpol calon peserta pemilu.
”Ketika proses ajudikasi tidak menemukan pelanggaran tata cara, prosedur, dan mekanisme, artinya Bawaslu menilai proses yang dijalankan KPU sudah sesuai peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Saat ini, parpol yang tak diterima pendaftarannya sebabian besar mengajukan gugatan terkait kekurangan persyaratan calon peserta pemilu. Namun, parpol-parpol itu tidak bisa memenuhi persyaratan hingga masa pendaftaran peserta pemilu berakhir. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa parpol-parpol itu dinilai tidak bisa memenuhi persyaratan karena kesalahan sendiri. Artinya, tidak ada pelanggaran administrasi yang dilakukan KPU.
”Kalau ada pelanggaran administrasi tidak akan sulit membuktikannya karena terukur dan jelas. Tetapi, ketika isunya keterpenuhan syarat dan bisa diverifikasi secara terbuka, susah untuk meyakinkan majelis karena syaratnya tidak bisa dipenuhi sesuai timeline,” tutur Fadli.
Anggota KPU Idham Holik mengatakan, putusan Bawaslu menegaskan bahwa KPU telah menjalankan tahapan pendaftaran parpol calon peserta pemilu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. KPU pun yakin Bawaslu cermat dalam mengambil putusan atas gugatan parpol-parpol yang mengajukan sengketa administrasi.
”Mudah-mudahan putusan selanjutnya yang akan dibacakan oleh Bawaslu mempertegas bahwa kami telah melakukan seluruh ketentuan perundang-undangan dengan benar,” ujarnya.
Sementara itu, terkait verifikasi administrasi yang dilakukan KPU, kata Idham, rekapitulasi hasil verifikasi administrasi kepada parpol dan Bawaslu akan disampaikan pada 14 September. KPU juga memberikan kesempatan kepada parpol untuk memperbaiki dokumen persyaratan pada 15-28 September, termasuk perubahan kepengurusan. ”Kami memberikan kesempatan kepada parpol untuk memperbaiki dan melakukan penggantian dokumen. Nantinya kami akan lakukan verifikasi kembali,” ujarnya.