Setelah Temuan Pencatutan, Banyak Identitas Terindikasi Ganda di Keanggotaan Parpol
Di tengah banyaknya temuan masalah dalam data yang diajukan partai sebagai syarat mengikuti Pemilu 2024, pengawasan oleh Badan Pengawas Pemilu justru dibuat tidak maksimal.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah temuan pencatutan nama penyelenggara pemilu sebagai anggota partai politik, kali ini, Komisi Pemilihan Umum menemukan indikasi kegandaan keanggotaan partai. Di tengah banyaknya temuan masalah dalam data yang diajukan partai sebagai syarat mengikuti Pemilu 2024, pengawasan oleh Badan Pengawas Pemilu justru dibuat tidak maksimal.
Anggota Komisi Pemilihan Umum, Idham Holik, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (24/8/2022), mengatakan, ada temuan sejumlah data identitas ganda dari partai politik yang mengunggah keanggotaannya di Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Namun, ia tak menyebutkan jumlahnya. Ia hanya menyatakan bahwa temuan itu telah diserahkan ke KPU kabupaten/kota untuk segera ditindaklanjuti.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Ada delapan variasi temuan data ganda yang ditemukan KPU, yakni ganda identik satu partai di satu wilayah, ganda identik satu partai berbeda wilayah, ganda identik yang terindikasi beda partai di satu wilayah, dan ganda identik yang terindikasi beda partai di beda wilayah. Selain itu ada potensi ganda di satu partai di satu wilayah, potensi ganda di satu partai di beda wilayah, potensi ganda yang terindikasi beda partai di satu wilayah, serta potensi ganda yang terindikasi beda partai di beda wilayah.
”Melalui Sipol, kegandaan anggota di internal parpol dan antarparpol bisa diidentifikasi. KPU kabupaten/kota menindaklanjuti kegandaan tersebut dengan meminta klarifikasi kepada yang bersangkutan,” ujar Idham.
Awal hingga pertengahan Agustus lalu, KPU dan Bawaslu menemukan juga problem dalam data keanggotaan parpol. Problem dimaksud adalah dicatutnya nama anggota KPU dan Bawaslu di daerah dalam keanggotaan parpol. Mereka yang dicatut membantah telah menjadi anggota parpol. Apalagi, personel KPU dan Bawaslu dilarang jadi anggota parpol.
Untuk diketahui, Undang-Undang Pemilu mensyaratkan parpol harus memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau 1/1.000 dari jumlah penduduk pada kepengurusan partai di kabupaten/kota untuk menjadi peserta pemilu.
Anggota Badan Pengawas Pemilu RI, Puadi, mengatakan, pihaknya telah menginstruksikan Bawaslu kabupaten/kota untuk melakukan pencermatan melalui akun Sipol KPU. Data keanggotaan parpol yang diduga ganda tersebut dapat dicermati Bawaslu kabupaten/kota melalui akun Sipol yang telah diberikan KPU kepada Bawaslu.
Jika ditemukan potensi dugaan kegandaan data anggota parpol, Bawaslu mencatatnya dalam Form A dan dianalisis lebih lanjut. Dugaan kegandaan anggota parpol selanjutnya diberikan saran perbaikan kepada KPU untuk ditindaklanjuti.
”Selain itu, jajaran Bawaslu kabupaten/kota juga melakukan pengawasan langsung pelaksanaan verifikasi administrasi yang dilaksanakan oleh KPU,” ujarnya.
Meski demikian, lanjut Puadi, pengawasan langsung dalam pelaksanaan verifikasi administrasi oleh Bawaslu dinilai kurang maksimal. Sebab, KPU memberlakukan pembatasan waktu pengawasan hanya 15 menit.
”Kondisi tersebut menjadi bahan evaluasi Bawaslu bagi pelaksana verifikasi administrasi yang dilakukan oleh KPU ke depan,” katanya.
Alamat tak sesuai
Selain dugaan keanggotaan ganda, Bawaslu juga menemukan dugaan kesalahan parpol dalam mengunggah data terkait dengan alamat anggota yang tidak sesuai dengan alamat sebenarnya di daerah tersebut dan dugaan kesalahan pengunggahan data kelahiran anggota parpol yang tidak sesuai.
”Data inilah yang menjadi batu uji dan hasilnya dianalisis lebih lanjut untuk menentukan ada atau tidak saran perbaikan yang akan disampaikan kepada KPU,” kata Puadi.
Mantan anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, menilai pengawasan verifikasi administrasi yang dilakukan oleh Bawaslu tidak bisa maksimal. Sebab, akses Sipol yang diberikan KPU sangat terbatas, hanya untuk melihat data-data di Sipol. Bawaslu pun tidak bisa memastikan seluruh dokumen yang diunggah parpol valid. KPU menjadi satu-satunya penguasa data tanpa bisa diawasi sepenuhnya oleh Bawaslu.
Bawaslu, menurut dia, seharusnya diberi akses hingga mendeteksi kegandaan data anggota dan pengurus parpol agar pengawasan dalam masa verifikasi administrasi dan faktual bisa optimal. Jika ada data-data penting yang memerlukan pengawasan dari Bawaslu, tetapi data tidak dibagi ke Bawaslu, pengawasan pun tidak bisa dilakukan.
”KPU mestinya memberikan kepercayaan ke Bawaslu dengan akses Sipol yang lebih besar. Kalaupun ada yang diubah, bisa terlihat dari catatan aktivitas, termasuk siapa yang mengubahnya,” ujarnya.