Terdakwa Kasus Minyak Goreng, Lin Che Wei Cs, Mulai Diadili
Setelah pengungkapan kasus dugaan korupsi minyak goreng pada Mei lalu oleh Kejaksaan Agung, kasus ini akhirnya mulai disidangkan di pengadilan hari ini. Sidang perdana beragendakan pembacaan dakwaan bagi lima terdakwa.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta akan mulai menyidangkan perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan turunannya hari Rabu (24/8/2022) ini. Dalam sidang perdana ini, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung akan membacakan dakwaan untuk lima terdakwa.
Dilansir dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (23/8/2022), kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya itu bernomor 59/Pid.Sus-TPK/2022/PN Jkt.Pst.
Lima terdakwa yang akan dibacakan dakwaannya adalah penasihat kebijakan atau analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) atau bekas anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Lin Che Wei, serta bekas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indra Sari Wisnu Wardhana.
Tiga lainnya dari pihak swasta adalah Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, serta General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.
Dalam kurun waktu Januari-Maret 2022, Lin Che Wei diduga telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum bersama-sama dengan empat terdakwa lainnya. Lin Che Wei juga dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Bantah dakwaan
Menanggapi hal itu, pengacara Lin Che Wei, Maqdir Ismail, menampik kliennya terlibat dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya yang berdampak pada kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng.
Menurut dia, Lin Che Wei hanya berkapasitas membantu Menteri Perdagangan saat itu, yaitu Muhammad Luthfi, untuk mengendalikan kelangkaan minyak goreng.
Kala itu, Lin Che Wei sebenarnya sedang berada di Singapura. Namun, dia dihubungi oleh Luthfi yang sudah mengenalnya sejak 10-15 tahun lamanya. Mereka pertama kali berkenalan di organisasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Dalam pembicaraan melalui telepon itu, Luthfi bertanya kepada Lin Che Wei terkait posisinya sebagai tim asistensi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Lin lantas diminta untuk membantu menjadi teman diskusi Menteri Perdagangan. Sebab, ia dinilai sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan terhadap masalah CPO dan kelapa sawit. Lin juga memiliki pengalaman memberikan konsultasi kepada sejumlah pihak. Selain itu, jabatannya sebagai tim asistensi Kemenko Perekonomian sejak tahun 2014-2015 juga dianggap berpengaruh.
”Menteri Perdagangan ingin mengajak bicara orang yang paham. Dengan pemahamannya itu, Lin Che Wei diminta untuk menjadi teman diskusi Mendag. Selain itu, dia juga diharapkan menjadi jembatan terhadap keputusan Kemendag yang akan disampaikan ke Kemenko Perekonomian,” tutur Maqdir kepada wartawan, Selasa.
Atas permintaan itu, menurut Maqdir, Lin Che Wei menyanggupinya. Sebagai teman diskusi menteri, Lin kerap ikut dalam rapat-rapat internal Kemendag, baik melalui sambungan telekonferensi maupun rapat langsung.
Lin juga mengusulkan agar ada syarat persetujuan ekspor CPO berupa pemenuhan realisasi distribusi dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) yang telah ditetapkan oleh peraturan menteri perdagangan. Lin juga merancang, mengelola, dan membuat analisis rencana komitmen dari pelaku usaha yang tidak menggambarkan kondisi pemenuhan kewajiban DMO.
”Pak Lin Che Wei hanya menggunakan jabatannya sebagai tim asistensi Kemenko Perekonomian. Namun, di dalam dakwaan seolah-olah dia bertindak seperti pejabat yang memiliki otoritas dalam penerbitan persetujuan ekspor,” ujar Maqdir.
Kewenangan Mendag
Ia berpandangan bahwa konstruksi hukum yang dibangun jaksa penuntut umum dalam dakwaan itu salah. Apalagi jika melihat rentang waktu bergabungnya dia ke Kemendag. Lin dianggap bergabung menjadi teman diskusi Mendag setelah keputusan terkait dengan pengaturan harga eceran tertinggi minyak goreng diatur dalam peraturan menteri perdagangan. Regulasi ini dinilai sebagai faktor pemicu kelangkaan dan meroketnya harga minyak goreng.
”Dia (Lin Che Wei) datang post factum atau setelah ada peraturan itu. Namun, seolah-olah seluruh kesalahan dibebankan kepada dia dan dirjen. Seharusnya, Menteri Perdagangan bertanggung jawab terhadap keluarnya regulasi itu dari sisi pemerintah,” ujar Maqdir.
Anggota tim kuasa hukum Lin Che Wei lainnya, Leliana Santosa, menambahkan, di dalam dakwaan disebutkan secara jelas bahwa Lin Che Wei dianggap bertindak sebagai pejabat yang seolah memiliki otoritas. Padahal, faktanya, dia hanya mengusulkan dan ikut merancang kebijakan terkait ekspor CPO dan produk turunannya. Menurut dia, perbuatan mengusulkan dan ikut merancang belum konkret. Produk akhir dari usulan dan rancangan itu adalah peraturan menteri yang menjadi kewenangan Mendag.
”Orang yang merancang dan mengusulkan tidak bisa dihukum menurut kami. Rancangan dan usulan dari klien kami, kan, bisa dipakai atau tidak. Sementara pejabat yang memiliki otoritas untuk memutuskan itu Mendag. Ketika kemudian regulasi itu membuat kekacauan, mengapa kemudian menterinya tidak diproses hukum?” tanya Leliana.
Maqdir menambahkan, dari pengakuan Lin Che Wei, dia mengaku tak punya motif untuk korupsi atau upaya memperkaya diri sendiri. Sejak awal, motif Lin Che Wei diklaim hanya membantu Menteri Perdagangan untuk mengendalikan kelangkaan minyak goreng.
Meskipun membantah konstruksi hukum yang dibangun oleh tim jaksa penuntut umum, Maqdir mengaku tidak akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) seusai dakwaan dibacakan oleh jaksa hari ini. Menurut dia, upaya hukum yang akan ditempuh adalah langsung masuk ke pemeriksaan pokok perkara.
”Sampai hari ini kami masih beranggapan untuk tidak mengajukan eksepsi besok (Rabu ini). Kami akan langsung masuk pada pokok perkara. Kami akan buktikan apakah dakwaan itu benar atau tidak,” kata Maqdir.
Menurut rencana, sidang dakwaan terhadap lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya itu akan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/8/2022) pukul 10.00.
Dalam berkas dakwaan disebutkan, perbuatan terdakwa telah memperkaya korporasi, yaitu perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Pertama Hijau, sehingga merugikan keuangan atau perekonomian negara hingga total Rp 18 triliun.
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin juga menyebutkan kebijakan pemerintah melalui Kemendag untuk menetapkan DPO bagi perusahaan yang ingin melakukan ekspor CPO dan produk turunannya serta penetapan harga eceran tertinggi minyak goreng sawit berdampak pada kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.
Saat kelangkaan terjadi, perusahaan ekspor minyak goreng tidak melaksanakan kebijakan pemerintah itu. Pemerintah juga tetap menyetujui ekspor dari perusahaan eksportir yang tidak memenuhi DPO.