Kongkalikong Pejabat Kemendag dan Tiga Petinggi Perusahaan CPO Terkuak
Terkuaknya kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak goreng mengungkap salah satu penyebab kelangkaan komoditas tersebut selama beberapa waktu terakhir.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung menguak dugaan tindak pidana korupsi pemberian izin ekspor yang menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng sejak akhir 2021. Diduga terjadi kongkalikong antara seorang pejabat di Kementerian Perdagangan dan tiga petinggi perusahaan minyak kelapa sawit untuk memuluskan penjualan minyak goreng ke luar negeri dengan mengesampingkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Pejabat di Kementerian Perdagangan dimaksud adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana (IWW). Adapun tiga petinggi perusahaan minyak kelapa sawit tersebut adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor (MPT), Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG) Stanley MA (SMA), dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas Picare Togare Sitanggang (PT).
Keempatnya lantas ditetapkan sebagai tersangka. Tak hanya itu, penyidik Kejaksaan Agung juga langsung menahan mereka di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta.
”Kami telah melakukan penyidikan dan menemukan indikasi kuat adanya perbuatan tindak pidana korupsi terkait pemberian persetujuan ekspor minyak goreng yang telah membuat masyarakat kecil menjadi susah karena harus mengantre dan juga terjadi kelangkaan minyak goreng,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (19/4/2022).
Pengungkapan perkara, menurut Burhanuddin, berawal dari peristiwa kelangkaan minyak goreng yang terjadi sejak akhir 2021. Pihaknya kemudian menyidik dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya pada Januari 2021-Maret 2022.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap 19 saksi, 596 dokumen dan surat terkait, serta keterangan ahli, didapatkan bukti permulaan bahwa keempat tersangka telah melakukan perbuatan melawan hukum. Hal itu ialah permufakatan agar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan menerbitkan persetujuan ekspor produk minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya kepada perusahaan yang mengajukan ekspor meski tidak memenuhi syarat. Hal itu mengakibatkan munculnya indikasi kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
Syarat yang dimaksud mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Dalam Permendag No 8/2022 disebutkan bahwa seluruh eksportir yang akan mengekspor wajib memasok CPO atau olein ke dalam negeri sebesar 20 persen dari volume ekspor masing-masing. Adapun harga jual dalam negeri yang ditetapkan adalah Rp 9.300 per kilogram untuk CPO dan Rp 10.300 per kilogram untuk olein.
”Telah dikeluarkan persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak karena harga tidak memenuhi syarat, yaitu telah mendistribusikan CPO dan RBD palm olein tidak sesuai dengan harga DPO dalam negeri, tidak mendistribusikan CPO dan RBD palm olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban DMO, yaitu 20 persen dari total ekspor,” kata Burhanuddin.
Ketiga tersangka dari perusahaan disebutnya telah berkomunikasi secara intens dengan IWW untuk mendapatkan persetujuan ekspor. Hasilnya, diterbitkanlah izin ekspor untuk empat perusahaan, yakni Permata Hijau Grup, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas.
”Padahal, perusahaan-perusahaan tersebut bukanlah perusahaan yang berhak untuk mendapatkan persetujuan ekspor. Sebab, sebagai perusahaan yang telah mendistribusikan CPO atau RDB palm oil tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri atau DPO. Juga sebagai perusahaan yang telah mendistribusikan CPO, RDB palm oil ke dalam negeri yang bukan berasal dari perkebunan inti,” ujar Burhanuddin.
Para tersangka diduga melanggar Pasal 54 Ayat (1) huruf a dan Ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Selain itu, mereka juga diduga melanggar Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 juncto Nomor 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri (DMO) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri (DPO) dan Ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, juncto Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/1/2022 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kebijakan dan Pengaturan Ekspor CPO, RDB Palm Olein, dan UCO.
Masih didalami
Pengusutan kasus dugaan korupsi dalam pemberian izin ekspor CPO dan turunannya ini, dijanjikan Burhanuddin, tak akan berhenti dengan penetapan keempat tersangka. Penyidik akan terus mendalaminya. Tidak menutup kemungkinan untuk mengungkap adanya gratifikasi serta keterlibatan pejabat yang lebih tinggi. Terkait dengan kerugian negara, hingga saat ini pihaknya masih menghitungnya.
Menurut rencana, Kejaksaan Agung juga akan mengarahkan perkara ini pada kerugian perekonomian negara. Oleh karena itu, pertanggungjawaban dari pihak korporasi juga akan disasar.
Secara terpisah, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, pihaknya tetap dan terus mendukung proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung.
”Kami mendukung proses hukum yang tengah berjalan saat ini dan siap selalu siap memberikan informasi yang diperlukan dalam proses penegakan hukum,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Selasa.
Lutfi juga menegaskan, ia selalu menekankan kepada jajarannya agar pelayanan perizinan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan transparan. Oleh karena itu, ia mendukung proses hukum jika terbukti terjadi penyalahgunaan wewenang.
”Saya telah menginstruksikan kepada setiap jajaran di Kementerian Perdagangan untuk membantu proses penegakan hukum yang tengah berlangsung. Hal itu penting lantaran tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang menimbulkan kerugian negara dan berdampak terhadap perekonomian nasional serta merugikan masyarakat,” kata Lutfi.