Bekas Wali Kota Cimahi Kembali Ditahan, Kali Ini Kasus Suap Penyidik KPK
Bekas Wali Kota Cimahi, Jawa Barat, Ajay Muhammad Priatna kembali ditahan setelah bebas karena diduga menyuap bekas penyidik KPK sebesar Rp 500 juta.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Baru saja menghirup udara bebas, bekas Wali Kota China, Jawa Barat, Ajay Muhammad Priatna kembali ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Kali ini, ia ditahan dalam kasus dugaan suap bekas penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengungkapkan, pada 2020 Ajay yang menjabat Wali Kota Cimahi periode 2017 sampai dengan 2022 mendapat informasi bahwa tim KPK tengah mengusut dugaan korupsi terkait dengan penyaluran dana bantuan sosial di wilayah Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Atas informasi tersebut, Ajay diduga berinisiatif untuk mengondisikan agar jangan sampai KPK juga melakukan pengumpulan bahan keterangan dan informasi di Kota Cimahi. Ajay selanjutnya mencari referensi kenalan orang yang diduga memiliki pengaruh di KPK melalui Radian Ashar dan Saiful Bahri yang merupakan warga binaan di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Rekomendasi yang disampaikan Radian Ashar dan Saiful Bahri kepada Ajay, yaitu salah seorang penyidik KPK bernama Stepanus Robin Pattuju alias Roni. ”Sekitar Oktober 2020, dilakukan pertemuan antara AMP (Ajay) dan Stepanus Robin Pattuju yang saat itu mengaku bernama Roni di salah satu hotel di Kota Bandung dan untuk membicarakan detail masalah yang sedang dihadapi AMP (Ajay),” kata Karyoto.
Ia mengungkapkan, Robin diduga menawarkan bantuan kepada Ajay berupa iming-iming agar pengumpulan bahan keterangan dan informasi di Kota Cimahi oleh tim KPK tidak berlanjut. Ajay juga dijanjikan tidak menjadi target operasi KPK dengan syarat ada kesepakatan pemberian sejumlah uang.
Agar Ajay semakin yakin, kata Karyoto, Robin mengajak seorang pengacara Maskur Husain yang adalah orang kepercayaannya untuk turut serta memberikan saran kepada Ajay. Merespons tawaran tersebut, Ajay diduga sepakat dan bersedia untuk menyiapkan dan memberikan sejumlah uang kepada Stepanus dan Maskur.
”Stepanus Robin Pattuju diduga sempat meminta uang Rp 1,5 miliar. Namun, AMP (Ajay) menyanggupi akan memberikan uang hanya Rp 500 juta. Terkait dengan penyerahan uang dilakukan di salah satu hotel di Jakarta. Selanjutnya, AMP menyerahkan langsung uang tunai Rp 100 juta sebagai tanda jadi kepada Stepanus Robin Pattuju, sedangka sisa uang nantinya akan diberikan melalui ajudan AMP,” kata Karyoto.
Ia mengungkapkan, jumlah uang yang diduga diberikan Ajay kepada Stepanus dan Maskur semuanya sekitar Rp 500 juta. Uang yang diberikan Ajay tersebut diduga, antara lain, berasal dari penerimaan gratifikasi yang diberikan oleh beberapa aparatur sipil negara (ASN) di Pemerintah Kota Cimahi. Terkait dengan hal ini, KPK masih terus akan mendalaminya.
Dalam kasus ini, Robin bersama Maskur lebih dulu diproses hukum. Keduanya telah pula divonis bersalah oleh pengadilan, dan kini mendekam di penjara.
Seusai ditetapkan sebagai tersangka, Ajay enggan menjawab pertanyaan dari wartawan. Adapun pada perkara penerimaan gratifikasi dalam pengurusan izin pengembangan pembangunan Rumah Sakit Umum Kasih Bunda di Cimahi, Jawa Barat, Ajay divonis dua tahun penjara. Vonis tersebut diputuskan oleh Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat, pada 25 Agustus 2021.
Ajay baru bebas dari tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/8/2022). Pada tanggal tersebut, ratusan narapidana kasus korupsi mendapatkan remisi. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pemberian remisi kepada terpidana kasus korupsi menjadi kewenangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
”Jadi, pemberian remisi, pembebasan bersyarat itu adalah kewenangan dari Kementerian Hukum dan HAM, kecuali dicabut oleh pengadilan. Jadi, mungkin ke depan kalau disetujui ini di dalam penuntutan, mungkin akan kita sampaikan, selain pencabutan hak politik, misalnya, kita akan memohonkan supaya dicabut hak untuk mendapatkan remisi, hak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat, dan sebagainya,” kata Alexander.