Imigrasi Cegah Surya Darmadi Bepergian ke Luar Negeri
”Hari ini kami menerima permohonan pencegahan dari Kejagung terhadap WNI bernama Surya Darmadi,” kata Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian I Nyoman Gede Surya Mataram.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian memberlakukan pencegahan ke luar negeri terhadap tersangka kasus korupsi penguasaan lahan sawit, Surya Darmadi pada Kamis (11/08/2022). Pencegahan dilakukan setelah Imigrasi menerima permohonan pencegahan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung.
Pada 1 Agustus lalu, Kejaksaan Agung menetapkan Surya menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, bersama bekas Bupati Indragiri Hulu 1999-2008, Raja Thamsir Rachman. Surya merupakan pemilik PT Duta Palma Group. Kasus terkait perizinan perkebunan sawit tersebut diduga merugikan negara hingga Rp 78 triliun.
”Hari ini kami menerima permohonan pencegahan dari Kejagung (Kejaksaan Agung) terhadap WNI (Warga Negara Indonesia) bernama Surya Darmadi. Adapun masa pencegahan berlaku selama enam bulan hingga tanggal 11 Februari 2023,” tutur Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian I Nyoman Gede Surya Mataram melalui keterangan tertulis.
I Nyoman mengatakan, keberadaan Surya yang sudah menjadi buronan tersebut terus dicari. Ditjen Imigrasi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, Interpol, dan instansi terkait berkoordinasi untuk melacak jejak-jejak pelarian Surya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, Kejagung melakukan segala upaya untuk menemukan keberadaan Surya di mana pun berada, baik di luar negeri maupun dalam negeri, sebelum opsi lain dilakukan.
”Apabila yang bersangkutan ternyata masih berada di Indonesia, kalau sudah dicegah, maka akan tidak bisa ke luar negeri, salah satu langkah antisipatif,” kata Ketut.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung, Surya telah dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh KPK sejak 2019 karena terlibat dalam perkara dugaan suap revisi alih fungsi hutan pada 2014.
Ia ditetapkan tersangka karena diduga menawarkan imbalan Rp 8 miliar kepada bekas Gubernur Riau Annas Maamun melalui utusan Annas, Gulat Manurung, jika areal perusahaannya masuk dalam revisi Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Annas dan Gulat telah lebih dulu diproses, bahkan telah pula divonis bersalah oleh pengadilan.
National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia juga telah menerbitkan red notice atau permintaan pencarian tersangka atau terdakwa atau terpidana yang melarikan diri dengan tujuan penahanan untuk diekstradisi terhadap Surya sejak Agustus 2020.
Sekretaris NCB-Interpol Indonesia Divisi Hubungan Internasional Polri Brigadir Jenderal (Pol) Amur Chandra Juli Buana mengatakan, red notice tersebut berlaku sampai lima tahun dan dapat diperpanjang. Amur mengatakan, red notice tersebut merupakan alat bantu untuk melacak dan menemukan Surya.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, dua hari yang lalu pihaknya sudah bertemu dengan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Supardi dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah. Dari pertemuan tersebut, Kejagung membuka kemungkinan untuk mengadili Surya secara in absentia atau proses pengadilan tanpa kehadiran terdakwa.
Sementara itu, kata Nawawi, ia belum menanyakan kepada penyidik KPK apakah ada kemungkinan melalui peradilan in absentia. Menurut dia, undang-undang memberikan kemungkinan dibuka peradilan in absentia, tetapi KPK belum mencobanya. ”Khawatirnya juga nanti lama-lama dibilang di luaran dibilang nanti setiap DPO kita in absentia untuk cari jalan pintas biar sekalian DPO terhapus dari daftarnya,” kata Nawawi.