Rancangan Pertahanan IKN Perlu Berwawasan Regional
Rencana pertahanan IKN perlu mempertimbangkan kondisi global dan regional. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, selain sumber daya yang minim karena terserap untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan pemulihan pascapandemi.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertahanan Ibu Kota Negara Nusantara kiranya mempertimbangkan perkembangan geopolitik regional. Sebab, kehadiran IKN Nusantara di Kalimantan Timur mengubah center of gravity atau titik tumpu Indonesia.
Hal ini mengemuka dalam diskusi daring berjudul ”IKN Dalam Dinamika Regional dan Refleksi Identitas Global Indonesia” yang diadakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kamis (12/5/2022). Hadir sebagai pembicara dalam diskusi ini adalah Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Andi Widjajanto, Rektor Universitas Media Nusantara Ninok Leksono, dan peneliti di Pusat Riset Politik BRIN Agus R Rahman.
Andi menyampaikan, ke depan, pertempuran yang mengancam IKN adalah pertempuran yang sifatnya peperangan udara. Oleh karena itu, semua gelar kekuatan, baik darat maupun udara, harus dikembangkan dalam konteks itu di mana diadakan operasi multidomain.
Ke depan pertempuran yang mengancam IKN adalah pertempuran yang sifatnya peperangan udara.
Andi kemudian mengingatkan, saat menyusun rencana gelar pertahanan IKN, fokusnya jangan terbatas pada IKN Nusantara. Akan tetapi, dipikirkan pula tentang Kalimantan dan begitu juga kawasan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan II yang meliputi seluruh Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa Tengah.
Dengan luasnya fokus ini, peluang dan ancaman dari regional juga masuk dalam kalkulasi. Andi menunjukkan, IKN belum masuk dalam jejaring Belt Road Initiative (BRI). Padahal, BRI ini yang merupakan konektivitas global yang berpengaruh pada kesejahteraan di masa depan. Di sisi lain, ia melihat bahwa ancaman atau kemungkinan konflik di Laut China Selatan yang melibatkan negara-negara besar akan menjadi kenyataan.
Ninok Leksono juga melihat bahwa akan ada konflik terbuka di Laut China Selatan. Ia juga mengingatkan, ke depan, tentara akan lebih mendapat penekanan teknologi, mulai dari alat surveilans, seragam cerdas, dan senjata yang bervariasi mulai dari peluru kendali supersonik hingga senjata kimia dan biologi.
Oleh karena itu, menurut Ninok, sulit untuk membangun IKN pada saat ini. RI tidak saja dalam posisi sulit, tetapi juga ada kondisi global politik yang tidak menguntungkan. Posisi sulit itu dinilai Ninok didominasi oleh minimnya sumber daya ekonomi yang terkuras untuk mengatasi pandemi Covid-19, kebangkitan ekonomi, hingga pemanasan global. ”Sementara di Laut China Selatan bisa ada bentrok negara-negara besar,” kata Ninok.
Dinamika global harus menjadi konsideran utama dalam membangun pertahanan IKN.
Sependapat dengan Andi, Ninok mengatakan, dinamika global harus menjadi konsideran utama dalam membangun pertahanan IKN. Masalahnya, sebagaimana dikemukakan Agus R Rahman, peneliti dari BRIN, anggaran pertahanan Indonesia sangat rendah. Efeknya tidak saja pada pengadaan alat utama sistem persenjataan, tetapi juga pada operasi yang secara kualitas dan kuantitas rendah.
Agus mengatakan, pembangunan pertahanan IKN mengikuti beberapa karakteristik ekonomi politik, yaitu pembangunan postur dan pertahanan negara, pembangunan kelembagaan, pembangunan Gerbang Virtual Maritim di Makassar (Sulawesi Selatan) dan adanya kawasan yang kritis di Laut Cina Selatan.