Perlu Ekstra Cermat Menyaring 101 Penjabat Kepala Daerah
Indeks Pembangunan Manusia dan kondisi ekonomi di 101 daerah yang akan diisi penjabat kepala daerah di 2022 cukup variatif. Kemendagri perlu cermat memilih penjabat agar mereka bisa mengatasi tantangan beragam di daerah.
JAKARTA, KOMPAS — Gelombang pertama penjabat kepala daerah akan mulai bertugas pada pertengahan Mei 2022. Dengan waktu tersisa sekitar sebulan, pemerintah pusat perlu memperhatikan dengan cermat karakteristik dan tantangan daerah yang amat bervariasi dalam proses seleksi penjabat kepala daerah.
Hal ini penting dilakukan agar penjabat kepala daerah bisa bergerak cepat mendorong pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19. Selain itu, penjabat yang bertugas mampu meningkatkan kualitas hidup warganya.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, gelombang pertama pengisian penjabat kepala daerah akan dimulai Mei 2022 yang mencakup 5 provinsi, 6 kota, dan 37 kabupaten. Pada 2022, ada 101 daerah yang dipimpin penjabat dan 171 daerah pada 2023.
Hasil kajian Litbang Kompas terhadap sejumlah data statistik daerah menunjukkan beragamnya kondisi 101 daerah yang akan dipimpin penjabat kepala daerah tahun 2022. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, 77 daerah berada di bawah rata-rata nasional dan 24 daerah di atas rata-rata nasional. Sementara itu, dari sisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), 72 daerah berada di bawah rata-rata nasional, sedangkan 29 daerah di atas rata-rata nasional. Dari sisi kategori IPM, 42 daerah termasuk tinggi dan sangat tinggi, sementara 59 daerah masuk kategori sedang dan rendah.
Guru Besar Ilmu Ekonomi IPB University Hermanto Siregar dihubungi dari Jakarta, Minggu (17/4/2022), mengatakan, pengaruh pandemi Covid-19 belum selesai. Pertumbuhan ekonomi nasional memang sudah positif, tetapi masih di bawah rata-rata sebelum pandemi. Kondisi ini terpotret di level daerah yang rata-rata pertumbuhan ekonominya di bawah rata-rata nasional.
Baca juga : Aturan Teknis Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Belum Juga Siap
Oleh karena itu, menurut Hermanto, penjabat kepala daerah hendaknya memiliki kapasitas yang tinggi. Jika kapasitas yang dimilikinya biasa-biasa, hal itu akan membuat upaya mengangkat sektor sosial dan ekonomi di daerah terasa berat.
Tantangannya, bagaimana menyisir calon penjabat yang mirip dengan kepala daerah definitif. Artinya, dia tak boleh sekadar menjalankan fungsi sementara. Kalau mempunyai visi sebagaimana kepala daerah, hal itu lebih baik karena dibutuhkan keseriusan membangun daerah. (Hermanto Siregar)
Menurut dia, kondisi IPM setiap daerah merefleksikan tantangan yang harus dihadapi penjabat yang akan ditempatkan di daerah tersebut. Maka, pengisian penjabat tidak bisa sembarangan dan harus disesuaikan dengan IPM setiap daerah.
Baca juga : Penjabat Kepala Daerah Jangan Titipan
Secara umum, kriteria penjabat sama. Namun, untuk daerah dengan IPM rendah, dibutuhkan penjabat yang mampu mengidentifikasi kondisi riil masyarakat serta memiliki komitmen kuat terhadap pembangunan yang berpusat pada manusia. Di daerah dengan IPM tinggi, penjabat itu tinggal mengembangkan program yang sudah ada.
”Tantangannya, bagaimana menyisir calon penjabat yang mirip dengan kepala daerah definitif. Artinya, dia tak boleh sekadar menjalankan fungsi sementara. Kalau mempunyai visi sebagaimana kepala daerah, hal itu lebih baik karena dibutuhkan keseriusan membangun daerah,” katanya.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, sosok penjabat kepala daerah yang dibutuhkan dalam mendorong pembangunan ekonomi di daerah tidak melulu fokus pada proyek atau pembangunan fisik. Hal yang tak kalah penting ialah peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Mekanisme penyaringan calon
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Herman Nurcahyadi Suparman mengingatkan, untuk mencari penjabat kepala daerah yang tahu kebutuhan sosial dan ekonomi di daerahnya serta kebijakan untuk mengatasi persoalan tersebut dibutuhkan regulasi teknis untuk mewujudkan mekanisme penyaringan yang akuntabel. Proses itu juga harus transparan sehingga membuka partisipasi publik seperti menggunakan teknologi digital untuk memberikan masukan atau catatan.
Herman berharap, tim pemilihan penjabat kepala daerah melibatkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Sebab, mereka mengetahui proses pembaruan di birokrasi, baik di kementerian maupun di tingkat provinsi.
Selain itu, dibutuhkan peran masyarakat sipil untuk melihat sisi eksternal penjabat kepala daerah yang akan dipilih. Hal itu juga untuk memenuhi unsur akuntabilitas dan penerimaan mereka di daerah, baik dari sisi kapasitas dan integritasnya maupun kepercayaan publik kepada pemerintah yang memilih para penjabat kepala daerah tersebut.
Baca juga : Otak-atik Penjabat Kepala Daerah
Ketua Bidang Pemerintahan dan Pendayagunaan Aparatur Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia Nikson Nababan mengatakan, dalam meningkatkan IPM di daerah, dibutuhkan penjabat kepala daerah yang memiliki pengalaman atau sedang mendampingi kepala daerah di wilayah yang akan dipimpin.
Sebab, mereka tentu sudah memahami kondisi dan rencana pembangunan jangka menengah daerah serta rencana strategis di daerah. Menurut dia, penjabat kepala daerah itu bisa sekretaris daerah atau ASN yang pernah bertugas sebagai pejabat kepala daerah tahun sebelumnya.
Soal proses seleksi, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Teguh Setyabudi menyampaikan, Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri tengah menyusun kriteria serta hal-hal apa saja yang harus dilakukan penjabat tertentu, salah satunya berkaitan dengan peningkatan IPM. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah pusat bahwa pengisian penjabat terukur dan tak sembarangan menunjuk orang.
”Ada beberapa indikator nanti yang perlu diperhatikan agar penjabat kepala daerah menjalankan tugas dengan memperhatikan indikator-indikator itu,” katanya.
Penjabat kepala daerah, tambah Teguh, bukan hanya harus paham aspek pemerintahan, melainkan juga peningkatan IPM di daerah. Sebab, IPM ini sangat menentukan generasi Indonesia ke depan, apalagi menjelang Indonesia Emas pada 2045.
Menurut Teguh, Kemendagri akan mengawal keberhasilan penjabat dalam meningkatkan IPM di daerah. Penjabat harus memberikan perhatian lebih untuk memprioritaskan peningkatan IPM dari sisi kebijakan regulasi dan anggaran. Di sisi lain, mereka juga harus mampu mempertahankan perekonomian daerah, terutama agar APBD tidak defisit.
Hal ini penting karena anggaran untuk sektor pendidikan dan kesehatan yang menjadi bagian dari IPM harus dialokasikan dari APBD. Sebagaimana diatur oleh undang-undang, alokasi anggaran untuk pendidikan setidaknya 20 persen dari APBD dan untuk kesehatan sebesar 10 persen dari APBD.
”Kami akan memonitor penjabat kepala daerah, apakah dia layak terus (menjadi penjabat) atau tidak. Ini supaya penjabat kepala daerah bisa betul-betul melaksanakan tugas pokoknya dengan baik,” kata Teguh.
Selain itu, Teguh menambahkan, sebenarnya ada kekhawatiran yang serius setelah kepala daerah hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 dan Pilkada 2018 berakhir masa jabatannya, yakni program pembangunan mereka akan terhenti.
Untuk itu, Mendagri Tito Karnavian per 31 Desember 2021 telah menerbitkan Instruksi Mendagri Nomor 70 Tahun 2021 tentang Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah bagi Daerah dengan Masa Jabatan Kepala Daerah yang Berakhir pada Tahun 2022.
”Instruksi mendagri ini untuk kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2022. Sementara untuk tahun 2023, nanti akan ada petunjuk baru yang kami susun dalam instruksi mendagri yang akan kami sampaikan kemudian,” ujar Teguh.
Teguh pun meminta kepada gubernur, bupati, dan wali kota yang masa jabatannya berakhir pada 2022 agar bisa menyiapkan dokumen pembangunan menengah daerah tahun 2023-2026, yang selanjutnya disebut sebagai rencana pembangunan daerah provinsi/kabupaten/kota tahun 2023-2026.
Ia berharap agar seluruh kepala perangkat daerah juga segera diperintahkan untuk menyusun rencana strategis perangkat daerah provinsi/kabupaten/kota tahun 2023-2026 dan rencana pembangunan daerah tahun 2023-2026. Ia mengingatkan agar tahapan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah itu harus melibatkan peran DPRD dan konsultasi publik.
”Mereka harus menyiapkan rencana strategis itu karena, kan, nanti akan ada penjabat kepala daerah yang otomatis belum punya visi-misi. Harapannya, rencana yang dibuat itu menjadi pegangan para penjabat kepala daerah, terkait apa saja yang perlu diperhatikan di sektor kesehatan dan pendidikan, yang menjadi bagian dari indeks pembangunan manusia, serta kebangkitan ekonomi daerah,” ucap Teguh.