Aturan Teknis Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Belum Juga Siap
Dua bulan lagi, puluhan kepala-wakil kepala daerah berakhir masa jabatannya. Daerah akan dipimpin penjabat kepala daerah hingga 2024. Namun, aturan teknis terkait penunjukan penjabat belum tuntas dirumuskan Kemendagri.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua bulan menjelang berakhirnya masa jabatan puluhan kepala/wakil kepala daerah, Kementerian Dalam Negeri belum juga tuntas merumuskan peraturan teknis yang mengatur terkait pengisian penjabat kepala daerah. Sesuai amanat Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, penjabat kepala daerah akan memimpin daerah-daerah yang pimpinan daerahnya berakhir masa jabatannya hingga Pemilihan Kepala Daerah Serentak Nasional 2024 tuntas digelar.
Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dua bulan lagi atau persisnya Mei 2022, sebanyak 48 pasangan kepala-wakil kepala daerah akan berakhir masa jabatannya. Lima di antaranya pasangan gubernur-wakil gubernur sedangkan lainnya, pasangan bupati-wakil bupati dan pasangan wali kota-wakil wali kota. Kemudian setelah Mei hingga akhir tahun, menyusul 53 pasangan kepala-wakil kepala daerah lainnya berakhir masa jabatannya. Dua pasangan di antaranya gubernur-wakil gubernur. Lainnya bupati-wakil bupati dan wali kota-wakil wali kota.
Mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), setelah puluhan kepala-wakil kepala daerah itu berakhir masa jabatannya, daerah akan dipimpin penjabat kepala daerah hingga tuntas Pilkada Serentak Nasional 2024. Aturan ini berlaku pula untuk 170 kepala-wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada 2023.
Meski waktu kian dekat menjelang berakhirnya masa jabatan puluhan kepala/wakil kepala daerah, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Benni Irwan saat diwawancarai, Rabu (9/3/2022), mengatakan, aturan teknis terkait pengisian penjabat kepala daerah masih belum tuntas dirumuskan oleh Kemendagri. ”Untuk sementara kami menginformasikan ke pemda (pemerintah daerah) untuk mempersiapkan diri sambil menunggu aturan teknis,” ujarnya.
Pemda, terutama gubernur, diminta mempersiapkan diri karena penunjukan penjabat kepala daerah akan banyak melibatkan mereka. Sebagai contoh, untuk pengisian posisi penjabat bupati dan wali kota, gubernur punya tugas mencari figur aparatur sipil negara (ASN) yang tepat di daerahnya dan kemudian merekomendasikan beberapa di antaranya ke Mendagri sebelum kemudian dilaporkan ke Presiden.
“Kewenangan penetapan nanti ada di Presiden, baik untuk penjabat gubernur, bupati, atau wali kota. Semuanya ada di Presiden. Mekanismenya seperti itu,“ ujarnya.
Mekanisme pengisian penjabat kepala daerah itu termasuk salah satu yang akan diatur dalam peraturan teknis. Selain itu, akan diatur pula kriteria ASN yang bisa mengisi posisi penjabat kepala daerah dengan mengacu pada sejumlah undang-undang. “Untuk penjabat gubernur, misalnya, harus pejabat eselon satu kemudian punya pengalaman pemerintahan dan lain sebagainya,“ tambahnya.
Meski demikian, Benni belum bisa menyebutkan kapan aturan teknis itu akan tuntas.
Maksimal bulan depan
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Nurcahyadi Suparman mengatakan, dalam UU Pilkada tak ada kewajiban bagi pemerintah menerbitkan peraturan teknis guna pengisian penjabat kepala daerah. Di dalam aturan tersebut hanya disebutkan persyaratan ASN pengisi posisi penjabat gubernur berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya dan untuk penjabat bupati/wali kota berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama.
Akan tetapi, melihat situasi dua tahun ke depan atau hingga Pilkada 2024 tuntas, yang sangat khusus, diperlukan regulasi teknis dalam mekanisme pemilihan penjabat kepala daerah. ”Karena para penjabat yang akan mengisi, baik gubernur, maupun penjabat wali kota dan bupati berhadapan dengan beberapa tantangan terutama dengan pemulihan ekonomi pascapandemi,“ kata Herman.
Para penjabat kepala daerah tersebut juga akan berhadapan dengan beberapa undang-undang strategis seperti UU Cipta Kerja, UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta UU Ibu Kota Negara. Ketiga undang-undang tersebut terkait erat dengan kebijakan di daerah. Karena itu, penjabat kepala daerah tersebut harus mampu menindaklanjuti kebijakan terkait.
Menurut Herman, Kemendagri perlu mengeluarkan peraturan teknis yang memuat mekanisme dan kriteria yang harus dipenuhi oleh para calon penjabat. Aturan teknis tersebut bisa menjadi standar operasional dan pegangan publik dalam menilai proses pemilihan penjabat kepala daerah.
Melihat pada Mei nanti sudah ada puluhan kepala-wakil kepala daerah yang masa jabatannya habis, aturan teknis ini perlu dikeluarkan paling lambat bulan depan. Waktu tersebut akan paralel dengan Kemendagri mengidentifikasi bakal calon yang akan menempati posisi penjabat kepala daerah.
Ia menegaskan, keterlibatan publik dalam pemilihan penjabat kepala daerah sangat dibutuhkan, terutama dalam memberikan masukan rekam jejak para calon yang akan dipilih. Masukan tersebut bisa menjadi dasar Kemendagri dan presiden untuk menilai.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies Arya Fernandes berharap, posisi penjabat kepala daerah diisi oleh birokrat atau teknokrat yang memiliki kapasitas untuk mengelola kemampuan fiskal, manajemen daerah, dan pendekatan dengan partai politik di DPRD. Sebab, mereka akan berhadapan dengan DPRD dalam pembahasan anggaran daerah.
Oleh karena itu, Kemendagri harus mempersiapkan pemilihan penjabat kepala daerah dengan baik. Apalagi, mereka akan memimpin dalam waktu yang panjang atau hingga 2024.