Partai Politik Berancang-ancang Siapkan Capres demi Raihan Elektoral
Sebaiknya parpol-parpol mencalonkan kader internal mereka, baik ketua umum maupun sekjen, dan kader lainnya. Tetapi, hal itu tidak terjadi di Indonesia karena umumnya partai tidak memiliki kader internal yang kuat.
JAKARTA, KOMPAS – Partai politik mulai menyiapkan diri untuk melakukan komunikasi politik dalam penjaringan calon presiden untuk Pemilu 2024. Bagi parpol-parpol berhaluan Islam, penjaringan calon presiden itu krusial dari sisi elektoral karena umumnya raihan suara mereka masih di bawah 10 persen dan tokoh internal partai tidak terlalu kuat.
Langkah untuk mulai mencari capres itu salah satunya dilakukan oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mengadakan rapat pimpinan nasional (rapimnas), Jumat-Sabtu (15-16/4/2022), di Jakarta. Dalam salah satu keputusannya, Rapimnas II PPP menugasi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP untuk melakukan komunikasi dengan parpol dan figur-figur potensial yang akan diputuskan dalam rapimnas selanjutnya.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pemimpin Sidang Rapimnas II PPP Syaifullah Tamliha, Sabtu (16/4/2022), di Jakarta, mengatakan, penugasan kepada DPP itu diberikan sebagai upaya partai menyiapkan diri menghadapi Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Kepentingan elektoral menjadi pertimbangan utama, sebab siapa pun nanti yang akan diusung oleh PPP haruslah memberikan dampak elektoral bagi partai, khususnya dalam pemilu legislatif (pileg).
”Ketua Umum PPP (Suharso Monoarfa) yang akan memimpin komunikasi-komunikasi politik itu. Ketum mendekati parpol-parpol maupun figur-figur yang potensial untuk diajak bicara mengenai pencapresan. Nama-namanya siapa saja, itu akan tergantung pada komunikasi yang dilakukan oleh DPP,” katanya.
Namun, ada dua hal yang dijadikan catatan bagi partai berlambang Kabah tersebut dalam penentuan capres. Pertama, jangan sampai pemilihan capres itu berujung pada perpecahan di internal partai, sebagaimana dulu pernah menimpa PPP pada Pemilu 2019.
”Ini jangan terulang lagi, yakni ketika elite partai berbeda pilihan atau dukungan capres, partai menjadi terbelah. Kami sepakati agar komunikasi-komunikasi itu dijalin terlebih dulu oleh DPP dan setelah mengerucut baru disampaikan kepada partai dalam rapimnas berikutnya,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR ini.
Baca juga: PPP Mulai Tancap Gas Siapkan Pemilu 2024
Dalam perhelatan rapimnas, Jumat hingga Sabtu dini hari, menurut Tamliha, dewan perwakilan wilayah (DPW) pun tidak ada yang menyebutkan siapa nama capres yang mereka harapkan akan didukung oleh PPP. Situasi ini berbeda dengan sikap-sikap DPW biasanya yang mengunggulkan nama capres tertentu.
”Dalam laporan tertulis mereka, DPW-DPW itu memang menyebut nama. Akan tetapi, saat di dalam forum, nama itu tidak dibacakan. Sudah menjadi kesepakatan bahwa DPW juga mendukung langkah-langkah yang diambil DPP dalam penentuan capres,” katanya.
Kedua, Tamliha mengatakan, penentuan capres ini juga akan mendengarkan masukan dari akar rumput PPP. Jika dulu dalam penentuan capres cenderung dilakukan di tataran elite, kini perspektif itu berusaha diubah sehingga benar-benar aspirasi masyarakat akar rumput PPP dipertimbangkan.
Sikap PPP melakukan ancang-ancang dalam menyiapkan capres ini seolah mengikuti langkah partai-partai bernapaskan Islam lainnya, yang sebelumnya juga mulai melirik potensi capres dan kemungkinan koalisi.
Susul partai lain
Sikap PPP melakukan ancang-ancang dalam menyiapkan capres ini seolah mengikuti langkah partai-partai bernapaskan Islam lainnya, yang sebelumnya juga mulai melirik potensi capres dan kemungkinan koalisi. Dalam Musyawarah Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Januari 2022, PKS menyatakan niatan untuk menjalin koalisi yang bersifat nasionalis dan religius.
Selain itu, PKS juga menyebutkan sejumlah kriteria capres yang akan diusung partai berlambang padi dan kapas itu. Salah satunya ialah PKS akan mendukung capres yang memiliki karakter nasionalis dan religius. PKS juga telah bulat menokohkan tokoh Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufri di panggung politik nasional.
Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKS Ahmad Fathul Bari mengatakan, penokohan Salim Segaf adalah bagian dari upaya PKS mengusung kader sendiri sebagai tokoh nasional. Tujuannya ialah memproyeksikan Salim Segaf sebagai calon potensial sebagai capres. Namun, apakah Salim yang akan dicalonkan oleh PKS, itu akan kembali kepada komunikasi-komunikasi dan dinamika politik yang dijalin oleh PKS.
”Semua akan bergantung pada dinamika dan komunikasi politik antarparpol yang terjadi. Tetapi, sebagai partai kader, tentu kami menyiapkan kader internal dari PKS. Namun, siapakah yang akan diusung oleh PKS sangat bergantung pada dinamika dan komunikasi poltik antarparpol,” katanya.
Baca juga: PKS Gugat ”Presidential Threshold”, Alasannya demi Hindari Pembelahan di Masyarakat
Sementara itu, partai bernapaskan Islam lainnya, seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), sejak jauh hari menyuarakan Muhaimin Iskandar sebagai capres pada Pemilu 2024. Kendati demikian, upaya untuk mengusung Muhaimin maju dalam Pilpres 2024 juga harus meniti jalan terjal lantaran syarat dukungan pencalonan 20 persen suara harus dipenuhi melalui komunikasi dan koalisi antarparpol.
Dalam keterangan tertulisnya, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengatakan, pencalonan Muhaimin itu bagian dari tugas parpol, yakni menghasilkan calon-calon pemimpin bangsa. ”Tugas parpol salah satunya adalah melahirkan pemimpin, presiden. Gus Muhaimin adalah ketua umum parpol, masa Pak Muhaimin nyalon bupati? Bupati itu jatahnya ketua DPC. Tradisi itu harus dibangun, termasuk di PKB dan parpol lain karena itu bagian dari penghargaan seseorang yang aktif di dunia politik, di kepengurusan politik,” tuturnya.
Jazil menegaskan, pencalonan Muhaimin ini penting karena saat ini banyak ketua umum parpol yang tidak berani maju sebagai capres. ”Ketum parpol enggak nyalon presiden, terus mau ngapain? Tapi, ketum parpol nyalon dibilang, ’lho kok berambisi?’ Terus ketum parpol yang enggak nyalon presiden itu lho mau ngapain?” katanya.
Untuk mewujudkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen, menurut Jazil, adalah sesuatu yang pelik, dan hal itu tidak bisa dilakukan dalam waktu cepat.
Baca juga: Ramadhan Jadi Momentum Parpol Bangun Kedekatan dengan Konstituen
Tokoh sentral
Langkah parpol-parpol berhaluan Islam yang terlihat lebih ”gesit” dalam menyiapkan diri terkait pencalonan presiden dipengaruhi sejumlah faktor. Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, mengatakan, faktor pertama ialah upaya mengejar raihan suara atau elektoral.
”Partai-partai itu berhitung betul siapa yang akan mereka dukung dalam Pilpres 2024. Sebab, simpatisan capres yang diusung itu diharapkan secara otomatis juga mendukung partai mereka. Ada dampak elektoral yang diperhitungkan,” katanya.
Langkah parpol-parpol berhaluan Islam yang terlihat lebih ’gesit’ dalam menyiapkan diri terkait pencalonan presiden dipengaruhi sejumlah faktor.
Parpol berhaluan Islam seperti PPP dan PKS, menurut Adi, kemungkinan akan berebut ceruk suara dari pendukung Anies Baswedan. Situasi ini tidak tertutup kemungkinan akan menimbulkan kanibalisasi antarpartai berhaluan Islam.
”Kalau PPP masuk di jalur ini, bukan tidak mungkin basis-basis pemilih PKS selama ini yang memilih Anies perlahan juga tersedot ke PPP. Di antara dua partai ini akan terjadi rivalitas dalam merebut simpatisan Anies,” ucapnya.
Lain halnya dengan PKB yang partainya memiliki tokoh sentral yang kuat, yakni Muhaimin. Kendati demikian, upaya pencalonan Muhaimin ini juga harus dibarengi dengan koalisi yang kuat. Sebab, seperti partai berhaluan Islam lainnya, raihan suara PKB juga masih di bawah 10 persen.
Baca juga : Kerja Politik Para Figur Potensial Capres di Akhir Pekan
Adi mengatakan, memang sebaiknya parpol-parpol mencalonkan kader internal mereka, baik ketua umum atau sekjen, dan kader lainnya. Tetapi, hal itu tidak terjadi di Indonesia karena umumnya partai tidak memiliki kader internal yang kuat. Selain itu, ambang batas pencalonan yang tinggi juga harus membuat partai-partai berupaya keras memajukan kader mereka sendiri.
Secara terpisah, Koordinator Jaringan Muslim Madani (JMM) Syukron Jamal mengatakan, penjaringan capres, utamanya bagi PPP, sangat penting karena partai ini beberapa kali diperkirakan tidak lolos ambang batas penghitungan kursi di parlemen (parliamentary threshold). Oleh karena ini, menyimak gerakan partai ini menjadi menarik untuk melihat bagaimana partai ini akan memberikan dukungan kepada capres.
”Apakah PPP akan mengekor koalisi dan pencalonan figur-figur politik yang selama ini ada, atau berani memunculkan kader atau tokoh sentral dari internal partai mereka, itu akan ikut menentukan,” katanya.
Sejumlah DPW PPP, misalnya DPW PPP DKI Jakarta, memunculkan nama Anies Baswedan dan Khofifah Indar Parawansa sebagai pasangan capres dan cawapres. Khofifah sejak lama dikenal sebagai perempuan politisi yang pernah menjadi tokoh sentral PPP. Munculnya nama Khofifah dapat menjadi daya tarik bagi kader, termasuk kalangan Nahdlatul Ulama yang menjadi salah satu basis pemilih PPP.
”Apakah PPP berani memunculkan nama ini, itu akan menjadi sesuatu yang signifikan bagi partai. Tokoh sentral seperti Khofifah ini harus mulai dipromosikan sejak awal sehingga publik makin jelas mengetahui arah kebijakan politik PPP,” kata Syukron.