PKS Gugat ”Presidential Threshold”, Alasannya demi Hindari Pembelahan di Masyarakat
”PKS ingin menguji bagi kehidupan demokrasi di Indonesia berapa angka ambang batas pencalonan presiden yang ideal,” kata Presiden PKS Ahmad Syaikhu terkait rencana menguji materi ”presidential threshold”.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS Partai Keadilan Sejahtera akan mengajukan uji materi presidential thresholdatau syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden ke Mahkamah Konstitusi. Ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dinilai masih tinggi dan dikhawatirkan kembali menimbulkan polarisasi di masyarakat.
Presiden PKS Ahmad Syaikhu melalui keterangan tertulis, Kamis (31/3/2022), mengatakan, PKS akan menggunakan hak konstitusi dengan menguji presidential threshold ke MK.
”PKS ingin menguji bagi kehidupan demokrasi di Indonesia berapa angka ambang batas pencalonan presiden yang ideal. Kami ingin uji sebenarnya berapa angka yang wajar dan layak bagi kehidupan demokrasi di Indonesia,” kata Syaikhu.
Menurut PKS, pengalaman syarat ambang batas pencalonan presiden sebanyak 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah di pemilu sebelumnya telah menimbulkan polarisasi yang kuat di masyarakat. Polarisasi itu bisa kembali terulang, bahkan bisa menimbulkan pembelahan yang tajam yang jika tidak segera dipulihkan usai pemilu.
”Kami ingin mengurangi potensi konflik di tengah masyarakat dengan tidak terjadinya pembelahan akibat hanya adanya dua pasang calon misalnya,” ujar Syaikhu.
Sebelumnya, MK telah menerima 28 permohonan pengujian ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sejak UU No 7/2017 diundangkan. Sebanyak 19 permohonan di antaranya telah diputus MK dan semuanya dinyatakan tidak diterima karena persoalan legal standing atau kedudukan hukum.
Saat ini, MK masih memeriksa delapan permohonan pengujian Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur presidential threshold dan satu perkara belum diregister. Perkara yang belum diregister adalah permohonan yang diajukan DPD secara kelembagaan dan Partai Bulan Bintang (PBB) yang dipimpin Yusril Ihza Mahendra karena baru didaftarkan.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Perindo Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, parpol nonparlemen, seperti Perindo dan Partai Keadilan dan Pesatuan Indonesia, sedang menyiapkan materi gugatan syarat ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden ke MK. Pihaknya optimistis gugatan diterima karena Pasal 6a Ayat (3) konstitusi telah mengatur sistem pemilu dua putaran.
Oleh sebab itu, syarat ambang batas pencalonan presiden/wakil tidak perlu dibatasi agar jumlah pasangan calon menjadi terbatas karena pada akhirnya akan tetap ada dua pasangan calon yang berkontestasi di putaran kedua.
”Sebagian besar gugatan tidak diterima karena pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, tetapi kami optimistis memiliki kedudukan hukum karena sebagai parpol peserta Pemilu 2019 dan tidak menjadi bagian dari pembuat UU Pemilu,” ujarnya.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Fadli Ramadhanil, menilai peluang gugatan PKS untuk diterima sangat kecil. Sebab, PKS tersebut termasuk dalam parpol parlemen yang membentuk UU Pemilu yang akan digugat sehingga tidak memiliki kedudukan hukum. Sekalipun PKS termasuk salah satu parpol yang walk out, selain PAN, Demokrat, dan Gerindra, dalam pembahasan UU Pemilu, PKS termasuk salah satu parpol yang ikut membahasnya.
Ia menilai, peluang dikabulkannya gugatan justru lebih besar jika diajukan oleh parpol nonparlemen yang ikut pemilu tetapi tidak ikut membahas UU Pemilu. Mereka lebih punya basis argumen konstitusi karena tidak terlibat pembahasan dan tidak menjadi bagian dari pembentuk UU. Parpol nonparlemen terdampak langsung dari ketentuan syarat ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden karena punya suara di pemilu sebelumnya dan akan menjadi peserta Pemilu 2024, tetapi tidak bisa mengajukan pasangan calon presiden-wakil presiden.
”Parpol nonparlemen terhalang untuk mengajukan pasangan calon. Mereka mengalami kerugian konstitusional langsung karena sebagai peserta pemilu yang punya suara tidak bisa mengusung pasangan calon,” tutur Fadli.