Prabowo Subianto Hormati Konstitusi, Penolakan Penundaan Pemilu Menguat
Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto menghormati aturan di konstitusi. Wakil Ketua Umum Golkar Nurdin Halid menegaskan keputusan Munas dan Rapimnas Golkar secara tersirat mendukung Pemilu 2024.
JAKARTA, KOMPAS - Partai Gerindra menyusul lima partai politik di parlemen plus Dewan Perwakilan Daerah yang telah menolak penundaan Pemilu 2024. Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto menegaskan, pihaknya menghormati aturan dalam konstitusi dan berkomitmen menjaganya. Sementara itu, Partai Golkar membantah telah mendukung penundaan pemilu. Jika sikap menyetujui penundaan diambil, Golkar bakal ditinggalkan pemilih.
Sikap dari Prabowo Subianto disampaikan melalui juru bicaranya, Dahnil Anzar Simanjuntak, dalam keterangan video, Selasa (1/3/2022).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
”Terkait wacana penundaan Pemilu 2024, Pak Prabowo menyatakan beliau menghormati konstitusi kita dan ingin terus menjaga konstitusi kita serta merawat demokrasi kita yang sehat,” ujar Dahnil. Prabowo juga disebutnya terus menjalin komunikasi dengan sejumlah tokoh, baik dari partai politik (parpol) maupun nonparpol, membahas persoalan itu.
Sebelum Gerindra, lima parpol lebih dulu menolak usulan penundaan Pemilu 2024. Kelima parpol dimaksud ialah PDI-P, Partai Nasdem, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Adanya tambahan Gerindra mengukuhkan suara mayoritas di DPR yang menolak penundaan. Jika ditambah Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang juga menolak penundaan pemilu, suara penolakan penundaan mendominasi pula di MPR.
Baca juga: Sejalan dengan Presiden, PDI-P Tegaskan Tak Ada Ruang bagi Penundaan Pemilu
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid membantah partainya mendukung penundaan Pemilu 2024. ”Di Golkar belum pernah ada diskusi atau rapat membahas soal itu (usulan penundaan itu), baik informal atau formal. Jadi, kami tetap berpegangan pada keputusan munas (musyawarah nasional) dan rapimnas (rapat pimpinan nasional) yang merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi di Golkar,” katanya.
Munas Golkar 2019 dan Rapimnas Golkar 2021 memutuskan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto sebagai calon presiden (capres) Golkar untuk Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Munas dan rapimnas juga memutuskan agar Golkar memenangi Pilpres 2024, Pemilu Legislatif 2024, serta pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak nasional pada 2024. Dengan kata lain, menurut Nurdin, munas dan rapimnas mendukung pergelaran seluruh jenis pemilu itu pada 2024.
”Keputusan munas dan rapimnas ini tak bisa diubah hanya dengan pernyataan orang per orang di Golkar, termasuk oleh ketua umum. Kalau mau ada perubahan, harus melalui munas dan rapimnas,” ujarnya.
Sampaikan ke publik
Tak hanya berbasis pada aturan di Golkar, Nurdin melihat usulan penundaan pemilu ditentang luas oleh publik. Jadi, tidak mungkin Golkar justru mendukungnya. Jika kemudian memutuskan mendukung, Golkar terancam ditinggalkan pemilih dan pendukungnya.
”Sebagai Ketua Umum Golkar, Airlangga harus tegas menyampaikan kepada publik menolak usulan penundaan pemilu. Tak ada masyarakat yang setuju penundaan pemilu, kok, Golkar setuju,” ujarnya.
Belum lagi tak ada dasar rasional dan alasan fundamental mendukung penundaan. UUD 1945 telah menegaskan pembatasan masa jabatan presiden, kemudian pemilu digelar setiap lima tahun. Pembatasan masa jabatan presiden juga amanat dari Reformasi 1998. Selain itu, ia melihat tidak ada hambatan apa pun yang membuat Pemilu 2024 harus ditunda.
”Negeri ini aman-aman saja. Ekonomi juga sudah mulai bergerak,” kata Nurdin.
Presiden Joko Widodo pun sudah berulang kali menyatakan tidak ingin masa jabatannya diperpanjang. Sikap ini dinilainya tepat karena jika berkeinginan sebaliknya akan meninggalkan legacy yang tidak baik dari pemerintahannya. Golkar pun seharusnya mendukung sikap Presiden ini. Jangan kemudian sikap Presiden itu coba diubah untuk hal-hal yang pragmatis. Tak sebatas itu, Golkar seharusnya mengajak parpol lain untuk menolak usulan penundaan pemilu.
Usulan penundaan pemilu dilontarkan pertama kali oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar pada Rabu (23/2). Sehari kemudian saat kunjungan kerja ke Siak, Pekanbaru, Riau, Airlangga menerima usulan yang senada dari petani sawit. Atas usulan itu, ia tak menolaknya, tetapi akan membicarakannya dengan pemimpin parpol lainnya. Pada Jumat (25/2), giliran Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan yang menyatakan mendukung penundaan Pemilu 2024.
Baca juga: Penundaan Pemilu Tak Pernah Jadi ”Trending Topic” di Medsos, Muhaimin Klaim Sebaliknya
Membendung penundaan
Setelah usulan penundaan pemilu dilontarkan sejumlah elite parpol, Demokrat dan PPP yang menolak usulan itu menyatakan akan berupaya membendung meluasnya dukungan penundaan di parlemen.
Wakil Sekjen Demokrat Renanda Bachtar mengatakan, Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono telah menginstruksikan Fraksi Demokrat di MPR/DPR menolak keras usulan penundaan itu jika usulan itu secara resmi diajukan. Tak sebatas itu, komunikasi politik dengan parpol yang bersikap sama juga telah dijalin. Komunikasi ini penting agar parpol yang menolak penundaan pemilu solid dan tetap konsisten dengan sikapnya.
Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani bahkan mengatakan, komunikasi politik telah pula dijalin dengan elite parpol yang mendukung penundaan pemilu. Argumentasi mereka mendukung penundaan telah coba dipatahkan dengan harapan parpol tersebut berubah sikap.
Dalam diskusi bertajuk ”Menunda Pemilu, Membajak Demokrasi” yang digelar oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Selasa (1/3), Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES Wijayanto melihat munculnya usulan penundaan pemilu merupakan metamorfosis dari isu jabatan presiden tiga periode yang secara konsisten telah disuarakan sejak berakhirnya Pemilu 2019. Keduanya merupakan upaya yang sama-sama berniat untuk memperpanjang kekuasaan dengan tidak demokratis.
”Penundaan ini merefleksikan kepentingan oligarki yang selama ini menghasilkan kebijakan politik yang mengabaikan suara publik dan memunggungi demokrasi seperti pelemahan KPK, pengesahan omnibus law (UU Cipta Kerja), dan UU Minerba,” kata Wijayanto.
Menurut dia, tak ada alasan untuk menunda Pemilu 2024. Alasan besarnya anggaran untuk pemilu, misalnya, kontradiktif dengan pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara yang memakan anggaran besar. Adapun alasan pandemi Covid-19, saat ini pandemi telah mengarah pada status endemi. Bahkan, pada 2020 ketika kasus Covid-19 masih tinggi, pilkada tetap dipaksakan digelar.
”Krisis ekonomi juga tak bisa jadi alasan karena pemilu bisa jadi cara menghukum pemimpin yang tidak mampu membenahi ekonomi,” ujarnya.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, justru melihat parpol yang mengusulkan penundaan pemilu adalah mereka yang tidak percaya diri untuk menghadapi Pemilu 2024. Ia menyebutkan sejumlah nama seperti pimpinan tertinggi Golkar, PKB, dan PAN yang elektabilitasnya tidak kunjung meningkat.
Secara terpisah, pengajar politik di Universitas Sam Ratulangi, Manado, Ferry Daud Liando, mengingatkan, elite politik agar tidak membuat kebijakan yang cenderung tidak sejalan dengan kepentingan publik. Sebab merujuk sejumlah survei, mayoritas publik menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Keadaan ini dikhawatirkan akan memicu ketidakpercayaan publik sehingga berpotensi pada peningkatan golput di pemilu.
Baca juga: Catat dan Hukum Partai Politik yang Usulkan Penundaan Pemilu
Menurut dia, faktor ekonomi harus diakui sebagai salah satu faktor yang dapat meruntuhkan stabilitas ekonomi. Pemilu yang terkadang dilanda kerusuhan memang menyebabkan investor menjauh untuk menanamkan modal di Indonesia. Namun demikian, untuk mengatasi kerusuhan bukan berarti pemilu harus ditunda, melainkan perilaku elite politik yang harus dibenahi.
"Selama ini kerusuhan justru banyak diciptakan para elite-elite politik agar mudah mendapatkan jabatan atau mempertahankan jabatan. Jadi, menunda pemilu bukan jawaban untuk stabilitas ekonomi," ucap Ferry.