Ihwal ”Kota 10 Menit” di IKN Nusantara
Keyakinan, harapan, dan aneka pandangan menyeruak di tengah perbincangan mengenai rencana pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara. IKN Nusantara digadang dapat menunjukkan kebesaran bangsa Indonesia.
Di tengah perbincangan mengenai rencana pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara—yang tentu tak lepas dari pro dan kontra—berkelindan keyakinan, harapan, dan beragam pandangan mengenainya. Bagaimana visi mengenai IKN dan upaya apa yang sekarang tengah berproses untuk mewujudkannya?
Menurut Presiden Joko Widodo, Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara akan dibangun untuk menunjukkan kebesaran bangsa Indonesia; mencerminkan identitas nasional; menjamin keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan; mewujudkan kota hutan, kota cerdas, kota modern, dan berkelanjutan; serta memiliki standar internasional.
”Saya yakin IKN Nusantara akan menjadi representasi bangsa yang unggul sehingga menjadi contoh bagi perkembangan kota-kota lain di Indonesia. Dan, menunjukkan kepada warga dunia bagaimana Indonesia menjalankan rencana baru dalam membangun cita-cita masa depan,” kata Presiden Jokowi saat memberikan pidato kunci secara virtual dalam dialog Beranda Nusantara bertajuk ”Menuju Ibu Kota Negara Baru” yang digelar secara hibrida dari Galeri Tri Prasetya RRI di Jakarta, Rabu (23/2/2022).
IKN juga merespons komitmen Indonesia dalam menanggulangi perubahan iklim yang terlihat melalui pencapaian dan pengelolaan berbagai indikator menuju net zero carbon dan 100 persen energi baru dan terbarukan pada tahun 2060. Selain itu juga menuju kota 10 menit, yakni kota yang untuk menempuh dari satu titik ke titik lain membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Untuk mobilitas dirancang 80 persen menggunakan transportasi publik. Tak hanya itu, 70 persen IKN Nusantara merupakan area hijau. IKN didesain pula untuk pengurangan temperatur dua derajat.
Transformasi masyarakat, Presiden Jokowi melanjutkan, dapat dimulai melalui pengembangan kota. Hal inilah yang nantinya akan diwujudkan di IKN. Kota bersama lingkungan alami dan lingkungan binaan berperan penting dalam mewujudkan transformasi budaya manusia Indonesia yang baru serta relevan dengan perkembangan masa kini dan siap untuk masa depan.
Upaya ini akan dilakukan melalui transformasi dalam merawat alam dan lingkungan. ”Seminimal mungkin berdampak pada lingkungan. Menggunakan material alami dan berbasis energi terbarukan. Transformasi dalam berbangsa dan bernegara, memperkenalkan kembali kepada poros peradaban Nusantara, kepada kekayaan dan keberagaman alam dan budaya Indonesia,” ujar Presiden Jokowi.
Selanjutnya transformasi dalam bermukim, harmonis dengan alam, dilengkapi hunian yang dinamis, humanis, berbasis semangat gotong royong, serta kebersamaan. Berikutnya adalah transformasi dalam bekerja yang cerdas, kreatif, saling terkoneksi, saling terintegrasi, dan menjalin kolaborasi untuk menciptakan budaya kerja produktif, melayani, serta dekat dengan masyarakat.
Baca juga : Mewujudkan Transportasi Ideal di Ibu Kota Negara
”Transformasi dalam bergerak atau mobilitas. Transportasi dan prasarana hijau yang efisien, hemat energi, dan rendah karbon. Kota yang berbasis pejalan kaki dan transportasi massal dan siap beradaptasi dengan transportasi masa depan,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Pembangunan IKN Nusantara dimulai di kawasan inti pusat pemerintahan pada tahap pertama. Pembangunan akan diawali dengan terlebih dulu merevitalisasi serta mereboisasi hutan. Langkah ini diikuti pembangunan infrastruktur dasar, wilayah hijau dan biru kota, kompleks pemerintahan, perkantoran, serta perumahan berikut sarana dan prasarananya.
”Saya menyadari bahwa banyak aspirasi dan tingginya harapan kita semua untuk IKN Nusantara. Hal ini kita jadikan sebagai pekerjaan besar bersama yang membutuhkan kontribusi, peranan, dan kerja sama dari kita semuanya. (Selain itu) juga dibutuhkan pendekatan not business as usual,” kata Presiden Jokowi.
Perencana dan perancang kota, arsitek, insinyur, ahli lingkungan, ahli sosial ekonomi, budayawan, seniman, dan pakar-pakar lainnya bisa bekerja secara terintegrasi, multidisiplin, dan melibatkan pemikiran serta solusi terbaik. ”Baik oleh anak-anak bangsa maupun sumbangan dari masyarakat dunia. IKN Nusantara merupakan pekerjaan besar bangsa Indonesia yang nantinya akan menjadi kebanggaan seluruh rakyat Indonesia,” kata Presiden Jokowi.
Menerjemahkan komitmen
Saat didaulat oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono untuk berbicara di pengujung diskusi, perancang ibu kota negara baru Sibarani Sofyan mengatakan, dirinya berprofesi sebagai perancang kota. Perancang kota adalah jembatan perencanaan makro ke perencanaan mikro. Target-target IKN yang ambisius membutuhkan suatu penerjemahan.
”Di mana angka-angka, seperti tadi KPI yang sudah Pak Presiden sampaikan, itu tidak serta-merta bisa langsung kami lihat dalam bentuk yang skalanya lebih mikro. Jadi, kami membantu merencanakan suatu urban design atau rancang kota yang membicarakan kluster-kluster yang lebih detail, yang menerjemahkan komitmen-komitmen tersebut dalam suatu panduan,” kata Sibarani.
Panduan ini dibutuhkan untuk menjaga tercapainya cita-cita. Dalam istilah perencanaan, setelah rencana detail tata ruang (RDTR), ada rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL). ”RTBL ini yang sudah kami susun selama 1,5 tahun ini yang akhirnya sebagian adalah materi yang kita lihat. Jadi, bangunan dan lingkungan kami kemas menjadi suatu perencanaan yang menjadi produk hukum juga,” ujarnya.
Sibarani menuturkan, produk hukum tersebut nantinya akan diterapkan dan menjadi panduan bagi badan otorita. Dengan demikian, badan otorita menjadi punya pegangan. Target 70:30 antara kawasan hijau dan lainnya serta target 80 persen kawasan pedestrian, misalnya, tidak mungkin dilakukan dalam satu hari, dalam satu tahun, atau dua tahun.
”Itu harus berjalan bertahap dan (peranti untuk melakukan) monitoring dan menjaga target ini harus dipegang sebagai suatu dokumen hidup yang nanti akan bisa diterapkan oleh setiap ketua otorita. Ketua otorita ini pun mungkin akan berganti, tetapi dia mempunyai dokumen yang baik,” kata Sibarani.
Baca juga : Badan Otorita Pegang Kendali Penuh Tata Ruang di IKN Nusantara
Sibarani meyakini pengalaman anggota timnya yang melibatkan sekitar 60 orang dari berbagai profesi dan keahlian. ”Semua ini akan bisa kami kemas dalam suatu dokumen yang masa sekarang itu sudah teknologi digital. Jadi, tata ruang ini akan kami lakukan secara dinamis dan juga digital, (dengan) melibatkan para perencana, arsitek, ahli lingkungan, ahli lanskap, ahli green building, seniman, dan semua ahli yang tadi telah Pak Presiden sampaikan. Jadi ini adalah produk pekerjaan bersama yang besar untuk kita,” tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, perancang Istana Negara IKN, Nyoman Nuarta, mengatakan, pihaknya membentuk tim yang terdiri atas sekitar 70 ahli. ”Hampir semua persyaratan dari gedung modern itu kami penuhi. Ini kami bekerja sama dengan PUPR dalam rangka swakelola. Tugas kami adalah membuat basic design, belum DED (detail engineering design),” ujarnya.
Nyoman menambahkan, desain dasar tersebut terdiri atas 12 bangunan. Tim Nyoman menjumpai kapling di sana berkontur ekstrem. ”Bahkan, lokasi dari istana itu, terutama Garuda, 88 meter dari permukaan laut. Dari nol-nya jalan itu lebih kurang 44 meter, jadi menanjak. Maka dari itulah, Anda lihat desainnya, perlu (bagi) mobil atau kendaraan berputar untuk mendapatkan awalan jalan yang tidak terlalu ekstrem. Elevasinya disesuaikan,” tuturnya.
Baca juga : Pemindahan Ibu Kota Harus Menjadi Milik Publik
Terkait gagasan bentuk Garuda di istana negara IKN, Nyoman menuturkan bahwa seperti diketahui bersama, Indonesia terdiri atas lebih dari 1.000 suku bangsa. Setiap suku memiliki identitas sendiri, baik dari sisi arsitektur atau bangunan rumah, kapal, ornamen, tekstil, maupun makanan. Kesemuanya itu tidak mungkin diserap di satu bentuk bangunan.
”Maka dari itu, saya mengambil satu kebijakan yang sudah dikenal oleh masyarakat, yaitu Garuda. Memang tidak Garuda Pancasila an sich, tetapi itu bisa dipahami maksud dan tujuannya. Jadi, keadilan harus ada di situ. Saya khawatir, kalau kita mengambil rumah adat tertentu, terus yang lainnya bagaimana?” kata Nyoman.
Menurut Nyoman, sekarang masyarakat mulai ingin ikut berpartisipasi karena untuk pertama kalinya Indonesia akan membangun istana negara. Istana kepresidenan yang ada di Jakarta saat ini adalah warisan rumah Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
”Warisan rumah Gubernur Jenderal itu kami manfaatkan untuk istana yang sebenarnya tidak memenuhi syarat. Ini kami paksakan menjadi istana. Kita lihat juga, di seluruh dunia, umumnya istana-istana yang lama itu warisan kolonial,” kata Nyoman.
Merujuk buku Istana-istana Kepresidenan di Indonesia, Peninggalan Sejarah dan Budaya yang disusun Asti Kleinsteuber (2010), Istana Rijswijk atau Istana Negara pada awalnya merupakan rumah pribadi milik pengusaha Belanda, JA van Braam, yang dibangun tahun 1796. Adapun Istana Merdeka merupakan gedung yang mulai dibangun pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Louden pada tahun 1873, yakni saat Istana Rijswijk dirasakan mulai sesak.
Baca juga : Membaca Jejak Sejarah dari Mebel di Istana
Menurut Nyoman, untuk mengubah pandangan sebagian kalangan bahwa istana negara tidak mesti memiliki kolom-kolom korintian bergaya kolonial juga bukan hal mudah. Apalagi hal seperti ini sudah lama melekat di benak warga.
Undang-undang terkait IKN sudah disetujui oleh DPR dan disetujui oleh delapan fraksi dari sembilan fraksi yang ada. Artinya, secara hukum politik sudah selesai. Jadi, kalau sudah seperti itu, mestinya tidak dipertentangkan lagi.
Ketika ditanya mengenai desain smart and forest city, Nyoman memastikan hal itu diterapkan di istana negara IKN. ”Jelas, bahkan di dalam sayap itu ada hutannya masuk. Jadi, misalnya, Bapak Presiden atau siapa saja ingin rapat di bawah pohon, tidak kehujanan, di situ tempatnya. Anginnya jalan. Itu yang saya katakan, di dalam gedung ada hutan, udaranya jalan. Karena cross ventilasi di situ. Jadi, ini ide yang sebenarnya sederhana, itu bisa kami lakukan dari pengalaman-pengalaman kami sebelumnya,” paparnya.
Nyoman melanjutkan, bilah-bilah di istana negara IKN pun dirancang agar matahari tidak langsung menghantam kaca. Hal ini demi menghindari efek rumah kaca.
Ragam pandangan
Sementara itu, saat memberikan sambutan pada peresmian Nasdem Tower di Jakarta, Selasa (22/2/2022), Presiden Jokowi mengatakan, undang-undang terkait IKN sudah disetujui oleh DPR dan disetujui oleh delapan fraksi dari sembilan fraksi yang ada. Artinya, secara hukum politik sudah selesai. ”Jadi, kalau sudah seperti itu, mestinya tidak dipertentangkan lagi. Mestinya,” kata Presiden.
Namun, CEO dan Co-Founder Narasi Institute Achmad Nur Hidayat berpendapat, sebaiknya Presiden Jokowi menunda pembangunan IKN untuk menunggu hasil uji formil UU IKN di Mahkamah Konstitusi (MK). Rencana pembangunan IKN tersebut sedang digugat oleh para inisiator petisi berjudul ”Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibu Kota Negara” yang saat ini telah ditandatangani 33.000 lebih orang dan masyarakat lain.
”Presiden mengatakan bahwa UU IKN sudah final secara hukum politik. Namun, sebenarnya belum final secara judicial review ke MK. MK akan mengadili apakah UU IKN melanggar konstitusi NKRI atau tidak,” kata Achmad Nur Hidayat melalui rilis tertulis, Rabu (23/2/2022).
Menurut Achmad Nur Hidayat, saran terbaik adalah Presiden tidak buru-buru memulai pembangunan IKN sampai MK mengeluarkan putusan bahwa UU IKN sejalan dengan konstitusi.
Di sisi lain, dukungan terhadap IKN pun mengalir dari beragam kelompok masyarakat. Pernyataan dukungan itu, antara lain, terlontar dari sejumlah seniman senior ketika berjumpa dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (23/2/2022).
”Kami mendukung semua program Pak Jokowi, terutama program yang ada di Kalimantan, membuat ibu kota baru. Insya Allah tadi kami sudah lihat bagus sekali. Mudah-mudahan nanti seluruh rakyat Indonesia bisa jalan-jalan ke sana, kami bisa berwisata ke sana untuk melihat kota yang baru,” kata seniman senior Ida Royani.
Dukungan serupa datang dari salah satu personel grup Bimbo, Samsudin Hardjakusumah alias Sam Bimbo. Bahkan, sebelum rencana pembangunan IKN, Bimbo telah membuat lagu bertema Nusantara. ”Kami dari Bimbo mendukung ibu kota baru di Kalimantan. Sebelum itu jadi pun, kami sudah membuat lagu ’Bumiku Nusantara’,” ujar Sam.
Baca juga : Presiden Jokowi: Kepala Otorita IKN Akan Diumumkan Secepatnya
Pembangunan IKN Nusantara juga dijelaskan Presiden Jokowi ketika menerima para finalis Puteri Indonesia tahun 2022 beserta pemenang Puteri Indonesia tahun 2020 di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (23/2/2022). Rr Ayu Maulida Putri, Puteri Indonesia 2020 asal Jawa Timur, mengatakan pembangunan IKN membuatnya merasa bangga sekaligus bahagia.
Menurut Ayu, pembangunan IKN bisa menjadi tolok ukur Indonesia bisa disebut sebagai negara maju dan bukan hanya negara berkembang. ”Di situ merupakan salah satu tolok ukur juga bagaimana kita Indonesia berusaha melakukan pemerataan untuk masyarakat, tidak hanya terfokus di Jawa, seperti yang selalu Bapak sampaikan," ujarnya.
Puteri Indonesia Lingkungan 2020 Putu Ayu Saraswati asal Bali berharap pembangunan IKN Nusantara bisa berdampak pada pemerataan ekonomi dan pembangunan bagi masyarakat dari Sabang sampai Merauke. IKN Nusantara juga diharapkan bisa menjadi simbol keadilan sosial bagi masyarakat Indonesia. ”Semoga bisa menjadi kota panutan untuk pembangunan dan juga kelangsungan kota-kota yang sudah ada di Indonesia. Jadi menjadi kota panutan,” tambahnya.
Baca juga : Kenangan yang Tergantung di Perindang Istana Kepresidenan
Adapun Saira Saima yang merupakan Puteri Indonesia DKI Jakarta 2 tahun 2022 menuturkan rasa bangga atas kinerja anak bangsa yang menghasilkan sebuah desain ibu kota yang luar biasa berikut tata ruang kota yang juga baik. ”Di sana ternyata 70 persen masih didominasi hutan dan hijau. Jadi, kita tidak perlu khawatir jika misalkan area hijau di sana berkurang karena ternyata pemerintah kita pun sudah menyiapkan rehabilitasi," ungkap Saira.
Pemikir politik Perancis era pencerahan, Charles de Secondat, Baron de Montesquieu (1689-1755), seperti dikutip Graham Higgin dalam buku Antologi Filsafat (Bentang, 2004), menyebutkan, lebih baik mengatakan bahwa bentuk pemerintahan yang paling sesuai dengan alam adalah bentuk pemerintahan yang paling sesuai dengan kesenangan dan kecenderungan masyarakat yang demi merekalah pemerintah itu didirikan. Nuansa pandangan Montesquieu ini kiranya menarik disandingkan di tengah perbincangan soal rencana pembangunan IKN dengan beragam pandangan mengenainya.