Kenangan yang Tergantung di Perindang Istana Kepresidenan
”Dulu, waktu saya masih kecil, Ibu tinggal di sini. Dulu Ibu pernah naik pohon ini. Itu nostalgianya,” ujar Presiden Ke-5 RI Megawati Soekarnoputri kepada anggota Purnapaskibraka di Istana Merdeka Jakarta.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan dan Cyprianus Anto Saptowalyono
·6 menit baca
Oase di tengah panasnya Ibu Kota Jakarta itu berwujud taman bagian dalam Istana Merdeka Jakarta. Kicauan burung yang terbang bebas terdengar riuh seharian di antara rindang pohon raksasa, seperti ki hujan atau trembesi yang bernama latin Samanea saman. Berada di taman indah dengan sinar matahari yang menerobos lembut di antara pepohonan berusia ratusan tahun, kenangan demi kenangan berkelindan tanpa perlu diundang.
Kenangan itu pula yang menghampiri Presiden Ke-5 RI sekaligus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri ketika duduk di bawah pepohonan di halaman tengah Istana Merdeka. Hadir memberikan motivasi kebangsaan bagi 68 Purnapaskibraka 2021 yang ditetapkan menjadi Duta Pancasila, Megawati segera teringat masa kecilnya ketika tinggal di Istana Kepresidenan Jakarta.
”Dulu, waktu saya masih kecil, Ibu tinggal di sini. Dulu Ibu pernah naik pohon ini. Itu nostalgianya,” ujar Megawati memandang pohon ki hujan yang menaungi hamparan rumput hijau di halaman Istana, Rabu (18/8/2021), seperti ditayangkan di kanal Youtube Sekretariat Presiden.
Mendengar cerita Megawati, Presiden Joko Widodo yang juga duduk di taman itu otomatis menengadahkan kepala memandang ke arah cabang-cabang kokoh dari pohon ki hujan.
Sebagian pohon di Istana Kepresidenan memang telah berusia ratusan tahun. Pohon raksasa ki hujan atau trembesi yang ada di halaman Istana Kepresidenan di Jakarta ini ditanam sejak tahun 1870-an. Pada masa itu, penguasa Kerajaan Belanda yang berkantor di tempat itu adalah Gubernur Jenderal Pieter Mijer.
”Usianya sudah lebih dari 120 tahun,” ujar Bey Triadi Machmudin, Deputi Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden kepada Kompas, Jumat (20/8/2021).
Saking tuanya, tak heran jika ki hujan menjadi saksi bisu sejarah di seputaran Istana Kepresidenan. Presiden Jokowi sempat beberapa kali menggelar acara penting di bawah pohon ki hujan, termasuk ketika membuat jamuan makan malam bagi kepala negara yang menghadiri peringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika (KAA). Di halaman Istana disaksikan rindang pepohonan pula, Presiden Jokowi mengumumkan nama-nama menteri di jajaran Kabinet Kerja pada Minggu (26/10/2014).
Tak hanya kenangan memanjat pohon di halaman tengah Istana Merdeka, Megawati juga terkenang ketika para pejuang kemerdekaan datang ke Istana Kepresidenan untuk bertemu dengan Presiden Soekarno.
”Kalau bertemu sama Bung Karno, saya ketawa. Kenapa bilangnya gitu: Bung, merdeka atau mati! La, saya sebagai anak-anak, mungkin SD, begitu saya pikir, kok, merdeka atau mati, ya? Karena itu semangat yang tidak luntur. Bisakah kalian mengucapkan itu kalau negara dalam bahaya,” ujar Megawati.
Diplomasi tanam pohon
Asti Kleinsteuber dalam buku Istana-istana Kepresidenan juga menyinggung perihal flora dan fauna di lingkup Istana Kepresidenan. Tertulis di buku yang terbit dalam edisi luks tersebut, antara lain, mengenai halaman luas yang menjadi pelataran bagi Istana Merdeka, Istana Negara, dan Wisma Negara. Pelataran Istana-istana Kepresidenan tersebut menjadi surga bagi berbagai macam burung. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati, ditanam pohon salam di halaman ini untuk mengundang burung-burung.
Kompas pada Jumat, 3 Maret 2017, menampilkan foto Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud dan Presiden Joko Widodo menanam pohon di halaman dalam kompleks Istana Kepresidenan. Harian ini pun memberitakan ketika pada Rabu (18/10/2017) Presiden Jokowi dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani menanam pohon kayu hitam sulawesi (Diospyros celebica).
Tak hanya di Indonesia, diplomasi ”tanam pohon” seperti ini ternyata juga dilakukan Singapura. Wartawan Kompas Nina Susilo dari Singapura melaporkan, pada Kamis (7/9/2017) Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong bertemu dalam Leaders Retreat yang rutin diselenggarakan setiap tahun. Pertemuan diawali dengan menanam pohon sunda oak dan jalan pagi bersama di Singapore Botanic Garden.
Para Presiden di Amerika Serikat (AS) juga dikelilingi taman di sekitar Gedung Putih saat menjabat. Jenis pohon yang ditanam di suatu periode masa jabatan Presiden AS dapat ditelusuri, antara lain, di buku The White House an Historic Guide (2003) yang dilengkapi grafis tentang President’s Park. Grafis tersebut dilukis dan dibuat berdasar foto udara dan perencanaan National Park Service.
Di masa Presiden Ke-6 AS John Quincy Adams (1825-1829), misalnya, ditanam pohon american elm di halaman depan sisi kiri Gedung Putih. Pohon pin oak ditanam di area depan Ruang Oval saat Presiden Ke-34 AS Dwight David Eishenhower (1953-1961) berkuasa di Gedung Putih. Di halaman sisi kiri ruang kerja presiden di Gedung Putih tersebut, pohon saucer magnolia ditanam pada era kepemimpinan Presiden Ke-35 AS John Fitzgerald Kennedy atau akrab dipanggil JFK (1961-1963).
Era pemerintahan Presiden Ke-40 AS Ronald Reagan (1981-1989) meninggalkan kenangan hidup berupa pohon willow oak, sugar maple, dan white saucer magnolia yang ditanam di halaman Gedung Putih. Saat Presiden Ke-41 AS George Bush (1989-1993) berada di tampuk kepemimpinan, ditanamlah pohon little leaf linden, eastern redbud, patmore ash, dan purple beech.
Sementara itu, di masa Presiden Ke-42 AS William Jefferson Clinton atau Bill Clinton (1993-2001) ditanam pohon white dogwoods, willow oak, american elm, dan little leaf linden. Daftar ini hanya memerinci sebagian dari jenis pohon yang ditanam untuk menghijaukan ”Taman Para Presiden” di Gedung Putih. Masih banyak variasi jenis pohon yang ditanam dari masa pemerintahan satu presiden ke presiden lainnya.
Perihal kecintaan terhadap flora dan fauna juga lekat dengan pribadi Bung Karno, Presiden Pertama Republik Indonesia. Hal ini antara lain dikisahkan oleh salah satu ajudan Bung Karno, yakni Bambang Widjanarko, dalam bukunya yang berjudul Sewindu Dekat Bung Karno.
Bung Karno, demikian tulis Bambang, sangat mencintai tanaman dan membuat taman-taman Istana di Jakarta, Bogor, Cipanas, dan Tampak Siring seindah mungkin, tetapi tetap serasi dengan lingkungannya. Rumput-rumput harus tetap hijau segar sedap dipandang.
Dikisahkan pula mengenai seorang tamu yang datang menyerahkan burung nuri raja kepada Bung Karno. Kepada sang tamu, Bung Karno bertanya apakah dirinya boleh berbuat apa saja terhadap burung yang telah diberikan tersebut. ”Tentu saja terserah Bapak mau diapakan burung ini,” jawab sang tamu.
Bung Karno lalu mengajak tamunya menuruni tangga Istana dan berdiri di pinggir taman. Segera diperintahkannya seorang pengawal membuka sangkar dan melepaskan burung yang indah itu. ”Pak, burung itu akan jauh lebih senang apabila ia lepas bebas dapat terbang ke mana-mana. Biarkanlah ia merdeka, seperti kita pun ingin merdeka selama-lamanya,” kata Bung Karno kepada sang tamu.
Bung Karno tidak suka melihat burung di dalam sangkar. Di semua Istana tidak diizinkannya orang memelihara burung dalam sangkar. Bung Karno senang melihat burung terbang bebas, hinggap di ranting-ranting pohon, dan berkicau dengan riangnya. Sebuah kisah yang patut selalu diingat, terutama di Agustus, saat Indonesia tengah merayakan bulan kemerdekaannya.