Lantik 55 Jaksa Baru, Ketua KPK Minta Bekerja Tanpa Pandang Bulu
Jaksa di KPK tak hanya untuk menjalankan fungsi penuntutan. Jaksa juga dibutuhkan untuk melacak aset, mengelola barang bukti, dan mengeksekusi putusan pengadilan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 55 jaksa baru ditugaskan Kejaksaan Agung ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Kehadiran mereka diharapkan mampu memperkuat kerja-kerja pemberantasan korupsi ke depan. Mereka pun diminta agar mampu bekerja tanpa pandang bulu dalam menangani perkara-perkara korupsi.
Pelantikan 55 jaksa baru itu berlangsung di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (21/2/2022), dan dipimpin oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Sebenarnya, terdapat 61 jaksa di Kejaksaan Agung (Kejagung) yang lolos seleksi untuk ditempatkan pada Kedeputian Bidang Penindakan KPK. Namun, enam jaksa lainnya telah diterima dan dilantik sebagai jaksa pada Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Korupsi pada Kejagung.
Firli Bahuri mengatakan, tugas dan tantangan jaksa penuntut umum di KPK tidak mudah, bahkan akan semakin sulit. Namun, lanjutnya, semua itu bisa diatasi jika para jaksa mampu bekerja dengan mengacu pada asas-asas tugas pokok KPK, yakni kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.
”Bekerjalah secara profesional tanpa pandang bulu, bekerja didasarkan bukti yang cukup dan kecukupan alat bukti, bukan mencari kesalahan, tetapi buktikan kesalahan dengan kelengkapan bukti. Sebab, prinsip KPK bekerja tanpa pandang bulu,” ujar Firli.
Dalam rapat dengan Komisi III DPR, 26 Januari 2022, Firli mengungkapkan, selama ini penyelesaian perkara dari tahap penyidikan ke penuntutan terhambat akibat keterbatasan jumlah jaksa. Untuk itu, penambahan jaksa penuntut umum sangatlah mendesak.
Menurut Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, kebutuhan personel ini sangat mendesak untuk menyelesaikan berbagai perkara yang sedang ditangani KPK. Lebih dari itu, tujuannya agar proses penegakan hukum tindak pidana korupsi dapat berjalan secara efektif dan segera memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak terkait.
Peran dan sumbangsih jaksa di KPK, menurut Ali, tidak hanya untuk menjalankan fungsi penuntutan saja. Sebab, pada praktiknya, tim jaksa juga dibutuhkan untuk melaksanakan tugas, seperti pelacakan aset, pengelolaan barang bukti, dan eksekusi putusan pengadilan untuk mengoptimalkan pemulihan aset (asset recovery) sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Selain itu, tim jaksa juga telah memperkuat KPK di berbagai lini tugas dan fungsi, di antaranya pada Biro Hukum, Sekretariat Dewan Pengawas, Koordinasi dan Supervisi, serta tim juru bicara. ”Rekrutmen ini sekaligus merupakan implementasi komitmen kolaborasi antar-aparat penegak hukum dalam penguatan penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia,” kata Ali.
Menambah pasal TPPU
Pada Senin ini, KPK juga bekerja sama dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejagung menggelar pendidikan pembentukan penyelidik dan penyidik KPK tahun 2022, di Aula Badan Diklat Kejagung, Jakarta. Diklat akan berlangsung selama satu bulan, dari 22 Februari 2022 hingga 22 Maret 2022.
Hadir dalam pembukaan diklat, yakni Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Plt Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana, serta Kepala Badiklat Kejagung Tony Tribagus Spontana.
Dalam program diklat perdana ini, ada 42 peserta dengan latar belakang berbeda. Rinciannya adalah 24 orang dari Polri, 3 orang dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta 15 orang dari internal KPK.
Alex menjelaskan, penyelidik dan penyidik KPK berbeda dengan penegak hukum lainnya. Penyelidik KPK sudah harus bisa menemukan dua alat bukti dalam suatu kasus dugaan korupsi, sebelum dimulainya ekspose untuk naik ke tahap penyidikan. ”Jadi, di tahap penyelidikan itu, kita sudah tahu siapa nanti yang akan jadi tersangkanya,” ujarnya.
Praktik tersebut masih dipedomani hingga saat ini meski KPK memiliki kewenangan untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Pasalnya, KPK ingin memberikan kepastian hukum di mana saat menetapkan seseorang sebagai tersangka, harus berakhir di persidangan dan diputus oleh pengadilan.
Menurut Alex, penyelidik dan penyidik KPK juga harus memahami perundangan-undangan dan proses bisnis. Sebab, mayoritas kasus korupsi di Indonesia terdiri dari kasus yang merugikan negara dan kasus suap. Sedangkan 90 persen kasus korupsi di daerah berkaitan dengan korupsi pengadaan barang dan jasa. Prinsip yang sama berlaku untuk kasus korupsi di bidang lainnya, seperti perbankan atau pasar saham.
Mengingat modus korupsi yang semakin canggih, lanjut Alex, KPK mendorong upaya penindakan tindak pidana korupsi dengan menambah pengenaan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pidana korporasi. Upaya tersebut dilakukan untuk memaksimalkan pengembalian kerugian kepada negara. ”Penyelidik dan penyidik yang dihasilkan harus mampu menuntaskan tantangan berbagai modus korupsi yang semakin canggih sehingga memberikan pengembalian keuangan negara dengan optimal,” tutur Alex.
Tony Tribagus Spontana mengatakan, kerja sama antara Kejagung dan KPK ini bisa menjadi momentum peningkatan diklat penegak hukum, khususnya dalam pencegahan korupsi. Ia juga menyampaikan, sebagai adaptasi kondisi pandemi Covid-19, pihaknya juga telah mengembangkan metode diklat blended learning, yaitu menggabungkan diklat luring dan daring.