Pembiayaan pembangunan ibu kota negara baru dari swasta menjadi keniscayaan. APBN sudah terbebani untuk penanganan pandemi, juga kebutuhan pemilu pada 2024.
Oleh
Tim Kompas
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Ruang fiskal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diperkirakan terbatas selama beberapa tahun ke depan. Maka, rencana pemerintah untuk bekerja sama dengan badan usaha dan investasi swasta sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan ibu kota negara baru harus bisa direalisasikan. Itu pun harus transparan. Jangan sampai ruang korupsi justru muncul dari proyek-proyek ibu kota negara baru yang melibatkan swasta.
Keterbatasan ruang fiskal di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama beberapa tahun ke depan terjadi karena pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Penanganan pandemi berikut imbas dari pandemi praktis bakal menyedot anggaran negara yang besar. Sebagai gambaran, alokasi dana pemulihan ekonomi nasional tahun ini, yang mencakup kesehatan, perlindungan masyarakat, dan penguatan ekonomi, sebesar Rp 451,64 triliun.
Belum lagi penyelenggaraan pemilu dan pemilihan kepala daerah serentak nasional pada 2024. Kalkulasi sementara diperkirakan membutuhkan anggaran negara mencapai Rp 150 triliun. Anggaran itu untuk kebutuhan seluruh tahapan yang berlangsung mulai tahun ini.
Di sisi lain, defisit fiskal APBN 2023 telah diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 untuk kembali ke level 3 persen produk domestik bruto (PDB). Hal ini membuat ruang untuk belanja negara menjadi semakin kecil. Tahun ini, dalam postur APBN 2022, pemerintah menargetkan pendapatan negara mencapai Rp 1.840,7 triliun dengan kalkulasi belanja negara mencapai Rp 2.708,7 triliun. Defisit anggaran mencapai Rp 868 triliun atau 4,85 persen dari PDB. Dari jumlah belanja negara itu, belanja pemerintah pusat sebesar 34,8 persen atau Rp 945,8 triliun.
Dengan kondisi itu, sejumlah pengamat pemerhati anggaran dari kalangan akademisi dan masyarakat sipil yang dihubungi, akhir pekan lalu, mengingatkan agar pemerintah cermat dan bijak dalam menggunakan APBN untuk proyek pembangunan ibu kota negara (IKN). Janji berulang yang disampaikan pemerintah bahwa pembangunan tak akan terlalu membebani APBN harus ditepati.
Setelah rencana pemindahan IKN ke sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur dirilis kepada publik pada 2019, pemerintah mengalkulasikan kebutuhan anggaran untuk merealisasikan rencana itu mencapai Rp 466 triliun. Sumber pendanaan terbesar berasal dari kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) sebesar Rp 254,4 triliun atau 54,6 persen. Sebagian KPBU ini disebutkan masih membutuhkan dukungan APBN, tetapi jumlah besarannya tidak dirinci. Sumber pembiayaan terbesar kedua berasal dari investasi pihak swasta Rp 122,1 triliun (26,2 persen). Adapun dari APBN sebesar Rp 89,5 triliun (19,2 persen).
Sebuah keniscayaan
Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Roy Valiant Salomo, keterlibatan swasta merupakan sebuah keniscayaan mengingat tingginya nilai proyek pembangunan IKN. Selain itu, penggunaan APBN masih harus dikonsentrasikan pada program-program yang berkaitan langsung dengan pandemi Covid-19 dan ekses dari pandemi secara berkelanjutan. Di sisi lain, pemasukan negara terpengaruh akibat pandemi.
”Terdapat beberapa skema kerja sama/investasi yang bisa dilakukan pemerintah dan swasta. Di antaranya skema tukar guling (ruislag) dan blended finance,” ujarnya.
Tak hanya itu, penting pula untuk memastikan penggunaan anggaran betul-betul transparan. Pelibatan swasta tak terkecuali harus tetap mengedepankan prinsip dan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik. Jangan kemudian proyek IKN menjadi sumber korupsi atau justru menjadi ruang yang memunculkan kesepakatan-kesepakatan yang merugikan negara dan publik.
Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam secara khusus mengingatkan potensi korupsi proyek IKN untuk pembiayaan pemenangan peserta pemilu pada 2024. ”Jangan sampai menjadi pintu masuk anggaran itu dikelola oleh perusahaan-perusahaan yang punya afiliasi kuat dengan partai politik dan menjadi ladang pendanaan pemilu bagi parpol,” katanya.
Terkait dengan kebutuhan anggaran untuk pembangunan IKN, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata mengatakan, saat ini belum ada anggaran eksplisit untuk IKN pada APBN 2022. Namun, pemerintah dapat mendesain untuk kebutuhan awal terutama pelaksanaan pembangunan akses dan infrastruktur IKN masuk di dalam kategori penguatan pemulihan ekonomi dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2022.
Rencana ini berdasarkan pemikiran bahwa pembangunan tersebut dapat meningkatkan aktivitas perekonomian di daerah atau nasional, juga dapat mendorong terciptanya lapangan kerja.
Di luar itu, Isa menyebutkan terdapat sejumlah kegiatan kementerian dan lembaga di Kaltim sebetulnya merupakan bagian dari proses persiapan IKN. Contohnya, penanganan sungai, sumber air dan waduk di Kaltim oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang salah satunya sebagai upaya penyiapan sumber air bersih bagi IKN.
Contoh lainnya adalah pembangunan jembatan Pulau Balang yang menghubungkan Balikpapan-Penajam Paser Utara. ”Banyak aktivitas yang sudah dilakukan atau direncanakan dengan penggunaan APBN, tapi memang belum diberi label sebagai anggaran IKN,” ujar Isa.
Hanya sebagai pemicu
Meski ada anggaran negara yang digunakan, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti memastikan besarannya akan ditekan seminimal mungkin. Skema pendanaan untuk IKN akan tetap mengacu pada kalkulasi awal, yakni bertumpu lebih besar pada KPBU serta investasi swasta.
”Jadi, anggaran negara yang minimal fungsinya hanya sebagai pemicu. Sementara tujuan besar kita adalah menarik investasi swasta, meningkatkan selera investor untuk melakukan penanaman modal baik dari luar maupun dalam negeri,” kata Amalia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam jumpa pers seusai persetujuan pengesahan Rancangan Undang-Undang IKN oleh DPR, pertengahan Januari 2022, berjanji penggunaan anggaran negara akan tetap melihat kebutuhan prioritas negara lainnya. Soal perkembangan pandemi dan kebutuhan pemulihan ekonomi misalnya. Begitu pula momentum Pemilu 2024. ”Di 2022 hingga 2024, penanganan Covid, pemulihan ekonomi, penyelenggaraan pemilu, dan IKN semuanya ada di dalam APBN yang akan kita desain, dan pada saat yang sama defisit maksimum 3 persen,” katanya.
Untuk jangka menengah 2025 hingga 2045, Mulyani mengatakan, pemerintah akan melihat keseluruhan kebutuhan anggaran. Hal itu akan dirinci, bagian apa yang membutuhkan APBN secara langsung, berapa yang merupakan porsi APBN, dan kira-kira angggaran itu akan mendanai apa saja.
Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy Soeprihadi Prawiradinata menambahkan, sekalipun terbuka ruang lebar bagi swasta untuk berkontribusi, IKN tetap akan menjadi kota inklusif.
”Pembangunan IKN jangka panjang akan melalui tahapan-tahapan dengan segmentasinya jelas, bukan hanya untuk kelompok tertentu,” ujarnya.
Terkait dengan transparansi dan akuntabilitas pendanaan IKN, Staf Ahli Bidang Hubungan Kelembagaan Kementerian PPN/Bappenas yang sekaligus Ketua Pokja Kelembagaan dan Regulasi Tim Koordinasi Persiapan Rencana Pemindahan IKN Diani Sadia Wati, mengatakan, pemerintah melaksanakan perencanaan dan penganggaran IKN sebagai bagian dari pembahasan APBN yang dalam penetapannya selalu dilaksanakan melalui proses pembahasan bersama DPR.
”Kebijakan pendanaan IKN akan tetap mengacu sesuai dasar hukum yang ada, serta tetap dilaksanakan dengan menjaga komitmen tata kelola keuangan negara yang baik,” ujar Diani.