Pandemi Seharusnya Tak Lagi Jadi Kendala, tetapi Kinerja Legislasi DPR Masih Buruk
Kinerja legislasi perlu mendapat perhatian dari DPR sebagai bagian dari evaluasi kinerja DPR selama setahun. Sepanjang 2021, praktis hanya dua RUU murni inisiatif pemerintah dan DPR yang disahkan oleh DPR.
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
TANGKAPAN LAYAR TV PARLEMEN
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyerahkan usulan RUU pemerintah kepada Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas dalam rapat evaluasi Prolegnas Prioritas 2021, Rabu (15/9/2021), di Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja legislasi yang kurang baik membuat Dewan Perwakilan Rakyat dinilai kurang menampilkan perannya secara optimal di depan publik. Terlebih lagi, sejumlah rancangan undang-undang yang disahkan oleh DPR ternyata menimbulkan pro dan kontra. Untuk memperbaiki citra, DPR diminta memperbaiki kinerja legislasinya, terutama dalam penuntasan Program Legislasi Nasional Prioritas 2021.
Peneliti Indonesian Parliamentary Center (IPC), Muhammad Ichsan, mengatakan, kinerja legislasi perlu mendapat perhatian dari DPR sebagai bagian dari evaluasi kinerja DPR selama setahun. Sepanjang 2021, praktis hanya dua RUU murni inisiatif pemerintah dan DPR yang disahkan oleh DPR. Dua RUU itu ialah RUU Otonomi Khusus Papua dan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). RUU lain yang disahkan DPR adalah RUU ratifikasi perjanjian internasional, pembentukan provinsi, dan pendirian pengadilan tinggi di daerah.
”Dari pantauan kami memang kondisi pandemi awal-awal mengganggu dan menghambat pembahasan legislasi. Tetapi, sebenarnya DPR telah merespons hal itu dengan membuat sejumlah ketentuan yang membuat pembatasan rapat itu dapat diatasi. Rapat juga dapat dilakukan secara daring, termasuk presensi kehadiran dalam rapat,” kata Ichsan, Selasa (9/11/2021), di Jakarta.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR M Nurdin menyerahkan daftar empat rancangan undang-undang yang masuk dalam revisi Program Legislasi Nasional Prioritas 2021 kepada Ketua DPR Puan Maharani saat Rapat Paripurna DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022, Kamis (30/9/2021).
Dengan kondisi itu, seharusnya DPR tidak lagi menghadapi kendala dalam rapat atau pembahasan mengenai legislasi. Penyelesaian RUU Cipta Kerja hanya dalam enam bulan pada 2020 menunjukkan pembahasan legislasi dimungkinkan secara daring. ”RUU Cipta Kerja selesai dalam dua kali masa sidang saja dan itu menunjukkan soal penyelesaian legislasi ini kembali pada niatan politik pemerintah dan DPR,” katanya.
Artinya, DPR sudah dapat menyesuaikan situasi pandemi dan pembatasan rapat fisik tidak lagi dapat menjadi alasan DPR untuk tidak menuntaskan legislasi. Hanya saja, untuk sampai pada tahapan penyelesaian pembahasan, alat kelengkapan dewan (AKD) dan Badan Legislasi kelihatan masih terlihat lambat. Beberapa AKD bahkan tidak membahas satu RUU pun sepanjang 2020 dan 2021, seperti Komisi IV, Komisi V, dan Komisi VI.
Ichsan mengatakan, kendala utama dalam penuntasan legislasi bukanlah pada situasi pandemi. Namun, beban pengawasan yang harus pula dilakukan oleh tiap-tiap AKD membuat kinerja mereka di bidang legislasi terabaikan. ”Selain menjalankan legislasi, mereka juga punya beban pengawasan di tengah pandemi, apalagi di awal-awal pandemi. Mereka menjadi lebih fokus ke refocussing anggaran daripada legislasi. Dari sebaran AKD, malah ada yang tidak memulai pembahasan RUU sama sekali,” ucapnya.
Pada praktiknya memang tidak semua legislasi itu dapat dituntaskan dengan mudah. Sejumlah hal, seperti belum adanya kesepakatan antara pemerintah dan DPR, juga menjadi kendala. Salah satunya yang terjadi dalam pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi. Masa sidang kali ini merupakan masa sidang keenam dalam pembahasan RUU itu. Belum adanya kesepahaman antara pemerintah dan DPR mengenai otoritas perlindungan data pribadi menjadi penyebab belum tuntasnya RUU tersebut.
Tergantung komisi
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pandemi mengakibatkan pembahasan sejumlah RUU tidak bisa dilaksanakan maksimal. Maka, di tahun depan, saat pandemi mulai mereda, DPR berjanji untuk bekerja lebih maksimal guna menyelesaikan RUU yang belum tuntas.
TANGKAPAN LAYAR TV PARLEMEN
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad saat memimpin Rapat Paripurna DPR yang membahas persetujuan tingkat dua terhadap Rancangan Undang-Undang Pelaporan Pelaksanaan APBN (P2APBN) 2020, Selasa (7/9/2021), di Jakarta. Dalam rapat itu, DPR menyetujui laporan P2APBN 2020 yang disampaikan oleh pemerintah.
”DPR akan mengebut penyelesaian pembahasan RUU yang menjadi Prolegnas 2021, tetapi belum tuntas pada tahun ini. Kami mau geber siang dan malam,” katanya.
Pada September lalu, ada penambahan usulan empat RUU dari pemerintah sehingga kini prolegnas prioritas menjadi 37 RUU. Menurut dia, penambahan prolegnas tersebut diperlukan karena RUU yang diusulkan itu bersifat mendesak. Dengan demikian, pembahasan bisa segera dilaksanakan ketika RUU telah masuk dalam prolegnas prioritas.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan, tugas menyelesaikan legislasi bukan hanya di tangan Baleg, melainkan di tangan setiap AKD atau komisi.
Baleg berkomitmen menyelesaikan RUU yang menjadi tanggung jawabnya. Saat ini, Baleg tengah menyelesaikan pembahasan tiga RUU Pengadilan Tinggi dan RUU Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). ”RUU lainnya masih dalam tahap penyusunan untuk menjadi RUU usul inisiatif DPR,” katanya.
DOKUMENTASI PRIBADI
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi memimpin rapat fraksi secara virtual dari kediamannya di Jakarta, awal Mei 2020.
Selain itu, ada dua RUU yang sebenarnya sudah tuntas dibahas penyusunannya di Baleg, tetapi belum dibawa ke rapat paripurna. Dua RUU itu ialah RUU Pekerja Rumah Tangga dan RUU Masyarakat Hukum Adat. Dua RUU itu telah diserahkan kepada pimpinan, tetapi belum juga dibawa ke rapat paripurna untuk dimintakan persetujuan sebagai RUU inisiatif DPR.
Baidowi mengatakan, terkait dua RUU itu, pihaknya terus menanyakan kepada pimpinan setiap kali dilakukan rapat konsultasi pimpinan pengganti Badan Musyawarah (Bamus). Namun, sampai saat ini belum ada respons kapan dua RUU itu dibawa ke rapat paripurna.