Sebelum penerapan Satu Data Indonesia, integrasi data antar-sistem dan aplikasi pemerintahan masih memiliki sejumlah kelemahan. Data kerap ”redundant”, memiliki beragam standar, dan tidak satu referensi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Integrasi data sangat dibutuhkan dalam digitalisasi layanan publik. Dengan begitu, layanan dapat lebih mudah, cepat, dan tepat sasaran. Untuk mewujudkan integrasi data ini, pemerintah tengah mempercepat penerapan Satu Data Indonesia atau SDI. Namun, itu tidaklah cukup karena harus disertai pula penguatan pertahanan siber agar data tak mudah diretas.
Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Taufik Hanafi saat dihubungi pada Selasa (21/9/2021) mengatakan, kunci pemerintahan di era digital adalah integrasi data. Dengan integrasi data, diharapkan terjadi integrasi layanan pemerintah, integrasi administrasi dan birokrasi, serta integrasi pembangunan nasional.
Namun, ia melihat, sebelum penerapan SDI, integrasi data antarsistem dan aplikasi pemerintahan masih memiliki sejumlah kelemahan. Data kerap redundant, memiliki beragam standar, dan tidak satu referensi.
”Hal ini tentunya menimbulkan kebingungan bagi pengguna data, data manakah yang harus menjadi acuan, mana yang paling betul dan paling akurat. Untuk itu, integrasi data dalam layanan terkait kebutuhan publik penting dan mendesak,” ujar Taufik.
Taufik menambahkan, integrasi data menjadi mutlak di tengah upaya pemulihan akibat dampak pandemi Covid-19. Data yang terintegrasi bertujuan menjaga efektivitas, efisiensi, akurasi, dan responsivitas layanan bantuan sosial, bantuan pemerintah, dan subsidi.
Dari hasil evaluasi penerapan kebijakan SDI pada 2021, Bappenas menemukan sejumlah tantangan. Pertama, banyak kebijakan mengamanatkan penyelenggaraan data dengan berbagai model tata kelola kepada sejumlah instansi. Ini mempersulit proses standardisasi tata kelola data pemerintah.
Kedua, penerbitan regulasi pelaksanaan SDI di daerah tergolong lambat. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, dari 34 provinsi, baru 17 provinsi yang menerbitkan regulasi pelaksanaan SDI di daerah. Adapun 5 dari 17 provinsi itu akan diselaraskan dengan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang SDI.
Berkaitan dengan SDI, Taufik menuturkan, aspek keamanan data menjadi perhatian penting. Karena itu, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mempunyai peran penting dalam menjaga keamanan data dan keamanan siber.
”Kami terus mendorong pemerintah daerah untuk segera menetapkan regulasi satu data di daerah. Mudah-mudahan semua daerah dapat segera merampungkan regulasinya. Ini bergantung pada komitmen dan pemahaman daerah akan pentingnya data sebagai evidence based policy,” ucap Taufik.
Keamanan data
Berkaitan dengan SDI, Taufik mengatakan, aspek keamanan data menjadi perhatian penting. Karena itu, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mempunyai peran penting dalam menjaga keamanan data dan keamanan siber.
”Tata kelola data menjadi semakin penting dan harus diperkuat dalam penyelenggaraan Satu Data Indonesia,” kata Taufik.
Direktur Eksekutif Communication and Information System Security Research Center Pratama Persadha pun berpandangan, jika SDI ini diterapkan, masalah sesungguhnya ke depan adalah soal keamanan. ”Kalau (data) mau disatukan, harus dipastikan dulu bahwa pengamanan sibernya benar-benar ketat. Kalau enggak, nanti sekali diretas, semua data bisa dicuri berbarengan,” ujarnya.
Dalam mengelola data, misalnya, itu harus dienkripsi sehingga menjadi benteng terakhir saat ada peretasan. Lalu, soal sumber daya manusia dan infrastruktur pendukung, itu juga harus benar-benar diperhatikan keamanannya, seperti masalah vendor dan sistem manajemennya.
”Ini penting agar tidak ada isu keamanan yang masif, yang bisa meningkatkan ketidakpercayaan publik nantinya. Penggunaan satu data jelas akan men-drive ekonomi nasional dan kerja birokrasi lebih efektif. Namun, satu syarat penting, yaitu keamanan sibernya harus menjadi prioritas. Jangan sampai dinomorduakan,” ucap Pratama.
Ia melihat, sejauh ini, infrastruktur, SDM, dan tata kelola keamanan siber di pemerintah masih belum cukup kuat. Jarang institusi di pemerintahan benar-benar menerapkan tata kelola keamanan siber yang baik, seperti membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung penguatan tata kelola pengamanan siber di instansi internal mereka.
Untuk menyiasati bahaya serangan siber, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengatakan, pihaknya bersama BSSN akan terus bersinergi untuk menghadirkan ruang digital yang aman.
Untuk menyiasati bahaya serangan siber, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengatakan, pihaknya bersama BSSN akan terus bersinergi untuk menghadirkan ruang digital yang aman, termasuk dalam penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Kementerian Kominfo akan mendukung pelaksanaan tugas BSSN dalam melakukan manajemen dan penanggulangan insiden keamanan siber melalui penyelenggaraan pengawasan data pribadi serta tata kelola data yang komprehensif.