Jalan Berliku Mengakses Pelayanan Publik Berbasis Digital
Belum semua warga dapat mengakses pelayanan publik berbasis digital dengan mudah. Sebagian harus hadapi sistem yang tak merespons, hingga akhirnya menempuh pintu belakang, meminta bantuan petugas di pemerintah setempat.
Akses ke pelayanan publik berbasis elektronik ternyata tak semudah yang dikira. Sebagian warga harus menghadapi jalan berliku dalam mengaksesnya. Mulai dari sistem yang tak merespons sampai akhirnya kembali menempuh pintu belakang, meminta bantuan petugas di pemerintahan setempat.
Pengurusan dokumen kependudukan yang berliku-liku harus dihadapi Zefanya Johandy (55), warga Medan, Sumatera Utara, yang baru saja pindah ke Tangerang Selatan. Layanan permintaan nomor antrean secara daring untuk permohonan penerbitan KTP elektronik via website Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tangsel tak berfungsi sesuai harapan, sementara kartu keluarga sudah ia peroleh dari kelurahan setempat.
Karena selalu gagal untuk mengakses nomor antrean, Zefanya akhirnya memutuskan mendatangi langsung gerai layanan Dinas Dukcapil Tangsel, di Mal Living World, Alam Sutera, karena di sana terdapat mesin anjungan dukcapil mandiri (ADM). Mesin itu dapat digunakan untuk mencetak atau menerbitkan KTP elektronik (KTP-el) secara mandiri.
Sesampainya di Mal Living World, ia mendapati gerai layanan Dukcapil Tangsel tutup. Zefanya hanya disambut meja kosong petugas, mesin ADM yang tak beroperasi, dan sebuah tulisan pengumuman berisi jam operasional gerai layanan kependudukan. Rupanya, layanan gerai Dukcapil Tangsel di empat mal tutup setiap Kamis dan Jumat. Mereka hanya membuka pelayanan pada Sabtu sampai Rabu, pukul 11.00 sampai 16.00.
”Padahal, mal buka, tetapi gerai tutup. Kecewa banget sudah datang jauh-jauh ke sini. Ini, kan, saya seperti buang-buang waktu saja. Sebab, kelurahan tak ada informasi apa-apa,” tutur Zefanya, Kamis (16/9/2021).
Baca Juga: Cegah Peretasan, Pemkot Bekasi Hentikan Sementara Pelayanan Kependudukan Daring
Pengalaman hampir serupa juga dialami Natalia Magdalena (43). Pegawai swasta di Jakarta ini mendapati mesin ADM di kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta tidak berfungsi. Akibatnya, ia terpaksa pulang meski ia sudah membawa persyaratan lengkap untuk mencetak kembali KTP-el miliknya yang hilang.
Oleh petugas setempat, Natalia diminta kembali mengajukan permohonan pencetakan KTP-el di kecamatan tempatnya bermukim. ”Kecewa, ya, karena sudah saya siapkan semua dokumen dan luangkan waktu. Saya enggak sempet jugalah ke kecamatan sekarang, paling besok. Ini saja minta izin sebentar sama bos,” ujar Natalia, yang ditemui Kamis.
Harapan Wahyu (33), warga Purworejo, Jawa Tengah, memperoleh kemudahan untuk mendapatkan kembali KTP-el lewat permohonan via daring pun pupus.
Harapan Wahyu (33), warga Purworejo, Jawa Tengah, memperoleh kemudahan untuk mendapatkan kembali KTP-el lewat permohonan via daring pun pupus. Saat itu, KTP-el miliknya baru saja hilang. Lewat website Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Purworejo, dia berusaha mengikuti seluruh proses permohonan penerbitan KTP-el, termasuk mengunggah persyaratan yang dibutuhkan, kecuali foto KTP-el. Ia mengaku tidak memiliki foto KTP-el yang hilang. Karena tak mengunggah foto KTP-el, permohonan Wahyu pun gagal.
Karena putus asa, Wahyu langsung mengontak kenalannya yang bekerja di Dinas Dukcapil Purworejo. Lewat ”jalur belakang” itu, dia bisa mendapatkan KTP-el dalam waktu sehari tanpa dipungut biaya karena dibantu oleh kenalannya.
”Mau bagaimana lagi, saya sudah coba mengikuti proses yang ada, tetapi kok sulit sekali. Kan, KTP hilang, mosok saya harus punya foto KTP yang hilang, jelas saya tidak punya,” tutur Wahyu.
Namun, tidak semua warga hadapi kesulitan mengakses layanan publik berbasis digital. Farid (42), warga Tangerang Selatan, mengatakan cukup puas dengan pelayanan kependudukan berbasis digital yang disediakan Pemerintah Kota Tangsel. Tak seperti Zefanya, Farid mengaku tak menghadapi kendala berarti untuk memperoleh nomor antrean secara daring.
Bahkan menurut dia, proses yang ia lalui cukup mudah untuk mendapatkan kembali KTP-el. Ia mengaku KTP-el miliknya baru saja hilang. ”Cukup register via web Dukcapil Tangsel untuk dapat jadwal kedatangan di gerai (layanan Dinas Dukcapil Tangsel) di Bintaro Plaza,” ucapnya.
Selain di Mal Living World Alam Sutera dan Bintara Plaza, Pemkot Tangsel menyediakan gerai layanan Dinas Dukcapil di Teraskota BSD, Pamulang Square, dan Mal Pelayanan Publik Tangsel.
Setelah itu, menurut Farid, ia cukup membawa persyaratan yang diminta di hari dan jam sesuai jadwal kedatangan di gerai Dinas Dukcapil Tangsel di Bintaro Plaza. Karena KTP-el miliknya hilang, ia wajib membawa surat keterangan hilang dari polsek setempat dan fotokopi kartu keluarga. ”Daftar, terus cek berkas, dan 30 menit kemudian KTP-el saya sudah dicetak ulang. Cukup simple dan cepat,” ujarnya penuh semangat.
Aplikasi kependudukan
Dalam digitalisasi layanan kependudukan, sejumlah pemerintah daerah mampu berinovasi dengan menggagas aplikasi. Harapannya, proses layanan semakin mudah dan masyarakat tak perlu sampai keluar rumah. Pemerintahan Provinsi DKI, misalnya, memiliki Alpukat Betawi yang bisa diunduh di Google Playstore ataupun Appstore. Pemerintah Kota Bekasi juga memiliki aplikasi e-Open untuk pelayanan kependudukan secara daring.
Kompas mencoba menggunakan aplikasi e-Open. Jika sudah memilih salah satu permohonan layanan dokumen kependudukan, pengguna akan diarahkan untuk mengisi syarat-syaratnya, memilih lokasi pengambilan dokumen, serta mengisi tanggal pengambilan dokumen. Namun, ternyata, di lokasi pengambilan dokumen, pengguna masih harus membawa berkas yang telah diunggah di aplikasi. Setelah berkas diperiksa petugas, dokumen kependudukan akan diterbitkan sekitar 5-10 menit kemudian.
Pemkot Tangsel, memiliki inovasi baru untuk mempermudah warganya dalam pengurusan dokumen kependudukan. Setelah seluruh syarat dokumen diinput melalui aplikasi Sianduk, petugas kependudukan akan menawarkan kepada warganya; dokumen diantar melalui petugas kelurahan atau ojek daring. Jika memilih untuk diantar ojek daring, warga dapat langsung memesan ojek daring.
Baca Juga: Akses Administrasi Kependudukan bagi Kelompok Rentan di Tangerang Dipermudah
Direktur Jenderal Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, sebenarnya sudah banyak waktu pengurusan dokumen terpangkas dengan konsep digitalisasi yang dijalankan Ditjen Dukcapil. Dahulu, pengurusan dokumen bisa 14 hari, tetapi sekarang bisa 30 menit. Konsep digitalisasi ini diklaim juga telah mengurangi ”cerita” pungutan liar yang sempat ramai dalam pengurusan dokumen.
Terkait mesin ADM yang mati, menurut dia, itu harus didalami terlebih dahulu permasalahannya. Sebab, bisa saja akibat jaringan yang mati, tinta habis, blanko habis, atau kertas habis. Namun, seharusnya, semua itu bisa ditangani secara cepat tergantung kesigapan petugas di tempat tersebut. ”Itu tinggal dia hubungi saja ke pusat. Nanti dilakukan supervisi, kan, penyebabnya apa. Itu dinas dukcapil setempat enggak lapor. Padalah, kan, kami ada sisi monitoringnya,” tutur Zudan.
Direktur Jenderal Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, sebenarnya sudah banyak waktu pengurusan dokumen terpangkas dengan konsep digitalisasi yang dijalankan Ditjen Dukcapil. Dahulu, pengurusan dokumen bisa 14 hari, tetapi sekarang bisa 30 menit.
Zudan menyadari, banyak kepala dinas belum dapat mengubah kultur dari pelayanan langsung menjadi pelayanan oleh mesin. Padahal, seharusnya, menurut Zudan, mesin ADM tidak mengenal jam operasional sehingga publik dapat mengaksesnya sewaktu-waktu.
”Saya waktu membuat itu memang meniru konsep ATM (anjungan tunai mandiri). Tanpa bantuan pegawai, semua bisa jalan,” kata Zudan.
Integrasi data
Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Hasanuddin Makassar Sangkala mengatakan, jika pemerintah serius beralih ke sistem digital, semua tinggal ”pencet” melalui aplikasi dan dokumen bisa langsung diantar ke rumah pemohon. ”Jika warga masih harus datang ke lokasi pelayanan publik, masih ada tatap muka dan tetap rawan terjadi pungli,” ucap Sangkala.
Sangkala menyebutkan, setidaknya ada lima tahapan pembangunan digital. Pertama, perubahan dari cetak ke digital. Kedua, peningkatan pelayanan informasi. Ketiga, komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Keempat, pemberian layanan transaksi selama 24 jam, seperti pembuatan, perpanjangan, atau pembaruan perizinan, paspor, kartu identitas, beserta pelaksanaan pembayaran. Kelima, pengintegrasian data seluruh lembaga pemerintah.
”Dalam tahap paling tinggi, fully integrated ini, membutuhkan teknologi yang tinggi serta keterbukaan informasi. Memang harus didorong seperti itu seluruh instansi pusat dan daerah. Itu yang belum terjadi,” kata Sangkala. (MDN)