Kaji Ulang Kebutuhan Anggaran Pemilu dan Pilkada 2024
Pengajuan anggaran untuk pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 2024 mesti mempertimbangkan efisiensi di tengah situasi ekonomi yang terdampak pandemi.
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat akan mengkaji kebutuhan anggaran pelaksanaan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah 2024 yang diajukan oleh penyelenggara pemilu. Pengajuan anggaran mesti mempertimbangkan efisiensi di tengah situasi ekonomi yang terdampak pandemi.
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa, yang dihubungi dari Jakarta, Selasa (7/9/2021) mengatakan, Komisi II DPR akan membahas lebih dalam kebutuhan anggaran penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024. Selain melibatkan penyelenggara, pembahasan juga akan melibatkan Kementerian Keuangan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
”Pada prinsipnya Komisi II DPR sangat memahami realitas hari ini bahwa kondisi keuangan negara sedang sulit karena banyak hal yang harus dipenuhi untuk pemulihan akibat pandemi, maka kami akan berusaha mengefisienkan anggaran semaksimal mungkin,” ujarnya.
Adapun usulan anggaran untuk pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 2024 yang mengemuka saat rapat konsinyasi tim kerja bersama diperkirakan sekitar Rp 150 triliun. Anggaran itu untuk kebutuhan seluruh tahapan yang berlangsung mulai 2022 hingga 2025.
Khusus untuk KPU, kebutuhan anggaran total untuk pemilu serentak 2024 sebanyak Rp 112,2 triliun, terdiri dari kebutuhan untuk pemilu Rp 86 triliun dan pilkada Rp 26,2 triliun. Anggaran untuk pemilu kali ini meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan anggaran KPU untuk Pemilu 2019 sebanyak Rp 25,59 triliun.
”Kalau dengan jumlah perkiraan segitu, nanti akan dilihat detail dan kebutuhannya. Kalau penyelenggara bisa membuat anggaran lebih efisien, tentu jauh lebih baik, apalagi di tengah situasi pandemi sehingga efisiensi menjadi hal yang penting,” ujar Saan.
Ia menuturkan, Komisi II DPR akan melihat secara detail kebutuhan anggaran yang diajukan penyelenggara pemilu. Menurut Saan, masih ada beberapa anggaran yang bisa dihemat seperti jika ada perubahan desain kertas suara dan pengurangan waktu masa kampanye. Dua hal itu jika disederhanakan bisa mengurangi anggaran sehingga kebutuhan akan lebih efisien.
”Pembahasan mengenai anggaran kemungkinan baru akan dibahas seusai penetapan tanggal pemungutan suara pada Rapat Kerja Komisi II DPR pekan depan,” katanya.
Ketua KPU Ilham Saputra mengatakan, anggaran yang diusulkan oleh KPU tersebut masih bisa dirasionalisasikan. Jika ada hal-hal yang sekiranya bisa dihemat, usulan kebutuhan anggaran akan berkurang. ”Kami terbuka terhadap diskusi mengenai jumlah anggaran yang lebih detail,” ujarnya.
Pada 2022, kebutuhan anggaran untuk KPU sekitar Rp 10,98 triliun dan Bawaslu sekitar Rp 3,6 triliun. Anggaran itu untuk melaksanakan sejumlah tahapan yang dilaksanakan pada 2020, di antaranya pembuatan peraturan KPU, pendaftaran partai politik, verifikasi administrasi dan aktual, penetapan parpol peserta pemilu, dan penyusunan usulan daerah pemilihan DPRD kabupaten/kota.
Terkait kebutuhan anggaran tahapan pemilu tahun depan, Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Kamis (2/9/2021), menyatakan, Kemenkeu masih menunggu usulan anggaran penyelenggaraan seluruh tahapan Pemilu dan Pilkada 2024 dari KPU dan Bawaslu. Meskipun hingga saat ini anggaran belum diusulkan, Kemenkeu tetap peduli dengan kebutuhan anggaran pemilu dan memastikan akan menyiapkan anggaran sesuai permintaan dari penyelenggara.
Kemenkeu biasanya akan mendapat instruksi mengalokasikan anggaran penyelenggaraan untuk KPU dan Bawaslu dalam sidang kabinet. Menurut dia, anggaran tahapan untuk tahun 2022 bisa diambil dari pos cadangan bendahara umum negara (BUN). ”Kita akan lihat dari BUN juga, ini memang untuk antisipasi hal-hal seperti itu,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Network For Democracy And Electoral Integity (Netgrit) Ferry Kurnia Rizkiyansyah menilai, ada beberapa tahapan yang bisa diefisienkan, terutama tahapan sebelum pemungutan suara. Tahapan itu, antara lain, pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan, perbaikan aturan, dan pendidikan pemilih yang merupakan bagian rutin dari siklus kepemiluan.
”Kegiatan-kegiatan rutin kepemiluan bisa menggunakan anggaran rutin tanpa anggaran tambahan dari pos tahapan pemilu sehingga kebutuhan anggarannya bisa dirasionalisasi,” katanya.
Selain itu, ada sejumlah tahapan yang bisa dipadatkan sehingga berimplikasi pada efisiensi anggaran seperti pemutakhiran daftar pemilih. Menurut dia, pemutakhiran data pemilih cukup dilakukan saat pemilu saja dan tidak perlu dilakukan ulang untuk pilkada karena jarak pemungutan suara yang berdekatan.
Hal lain yang bisa berimplikasi pada efisiensi adalah proses logistik pemilu yang bisa digunakan ulang untuk pilkada. Penyederhanaan surat suara dan formulir yang lebih ringkas pun bisa mengurangi beban anggaran logistik.
”Pemilu 2024 cukup kompleks dan pasti akan memerlukan biaya tinggi. Jadi, jangan sampai ini akan menjadi beban. Kita harus simpulkan proses pemilu dan pilkada yang murah, sederhana, efektif, dan efisien tetapi betul-betul terasa oleh masyarakat,” ujar Ferry.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif The Indonesian Institute Adina Tenriangke Muchtar saat diskusi bertajuk ”Ekosistem Civic tech dan Kesiapan Data Pemilu Terbuka Dalam Rangka Meningkatkan Integritas Pemilu di Indonesia” yang digelar The Indonesian Institute menilai, Pemilu 2024 bisa menjadi momentum untuk membuat data pemilu yang terbuka. Keterbukaan data bisa berdampak pada peningkatan integritas penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
Untuk mewujudkan keterbukaan data itu, KPU perlu mempersiapkan peta jalan dan persiapan teknis menerapkan data pemilu terbuka di Pemilu 2024. KPU juga perlu membangun budaya keterbukaan data pemilu dengan menginternalisasikan prinsip open data. Kemudian perlu mendorong optimalisasi penyediaan data pemilu terbuka, terutama data yang setengah terbuka.
Anggota KPU, Viryan Aziz, mengatakan, data pemilu yang terbuka merupakan salah satu prinsip yang dipegang KPU. Sebab, hal ini menjadi keniscayaan untuk meningkatkan derajat kepercayaan publik. ”Seluruh data dimungkinkan untuk dibuka, kecuali data yang menyangkut data pribadi dan data yang dikecualikan,” katanya.
Menurut dia, Pemilu 2024 akan menjadi pemilu dengan jangka waktu persiapan yang cukup panjang. Seandainya tahapan serta pemungutan suara diputuskan pekan depan dan persiapan disepakati selama 25 bulan, maka akan ada waktu persiapan lebih dari tiga bulan sebelum memulai tahapan.
Ini sangat berbeda dibandingkan tiga pemilu sebelumnya yang jeda antara pengesahan undang-undang dan dimulainya tahapan sangat pendek. Pada Pemilu 2009, UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu disahkan pada 31 maret 2012, sedangkan tahapan dimulai pada 5 April 2012 sehingga jeda waktu hanya lima hari. Pada Pemilu 2014 jeda waktu hanya sekitar satu bulan dan Pemilu 2019 berjarak satu hari sebelum tahapan dimulai. ”Jeda waktu ini untuk kesiapan pemilu agar dapat dikelola dengan baik,” ujar Viryan.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, mengatakan, tantangan saat ini adalah menghadirkan pemilu berkualitas. Sejak 22 tahun reformasi, pemilu cenderung masih mengutamakan prosedur, belum menyentuh substansi.