Semakin banyak lembaga yang memanfaatkan data NIK. Implikasi dari hal ini, warga yang belum memiliki NIK harus segera mengurusnya. Jika tidak, mereka akan terputus dari akses layanan lembaga, termasuk layanan publik.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Petugas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jambi memproses pembuatan nomor induk kependudukan (NIK) bagi warga yang belum memilikinya dalam acara vaksinasi massal Covid-19 di GOR Kotabaru, Jambi, Sabtu (7/8/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah lembaga yang memanfaatkan nomor induk kependudukan atau NIK dalam proses pendataan kian banyak. Selain mempercepat verifikasi, pemanfaatan NIK juga dapat mencegah kerugian negara.
Implikasi dari kian banyaknya lembaga yang sadar akan pentingnya pemanfaatan NIK itu, penduduk yang belum memiliki NIK harus segera mengurusnya. Jika tidak, mereka akan kesulitan mengakses berbagai layanan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, setiap tahun terjadi penambahan lembaga yang memanfaatkan NIK untuk keperluannya. Per Juli 2021, sebanyak 3.856 lembaga telah memanfaatkan NIK. Jumlah tersebut naik 80,3 persen dibandingkan tahun lalu yang berjumlah 2.138 lembaga.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, sejumlah lembaga mulai menyadari manfaat dari menggunakan NIK karena lebih cepat dan mudah dalam proses pendataan. Mereka hanya perlu memasukkan NIK, maka data orang tersebut dapat keluar.
”Setiap penduduk wajib memiliki NIK karena kalau tidak memiliki NIK, ke depan hidupnya akan menderita karena tidak terdaftar sebagai warga negara,” kata Zudan dalam webinar bertajuk ”NIK Penting Gak Sih?” yang diselenggarakan oleh Tim Nasional Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), Rabu (25/8/2021).
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh, di Jakarta, Jumat (13/12/2019).
Hadir juga sebagai pembicara Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar, Koordinator Pelaksana Stranas PK Pahala Nainggolan, serta Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil.
Selain itu, hadir pula Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan Setiaji, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT PLN Indonesia (Persero) Bob Saril, Staf Khusus Menteri Kementerian Sosial Don Rozano, Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM Eddy Satriya, serta Deputi Direksi Bidang Kepesertaan BPJS Kesehatan Gunadi.
Zudan menjelaskan, jika warga negara Indonesia tidak memiliki NIK, dia tidak akan terdaftar. Ia harus memiliki NIK terlebih dahulu untuk bisa mengakses seluruh tata kelola yang berbasis NIK. Dengan NIK, dia bisa bertransaksi membuka rekening bank, membuat polis asuransi, surat izin mengemudi (SIM), sertifikat tanah, sampai untuk keperluan sekolah dan mendapatkan bantuan sosial.
NIK dibuat sejak lahir, bukan sejak memiliki KTP elektronik. Hanya Dinas Dukcapil yang menerbitkan NIK. Zudan menjelaskan, bentuk penerbitan NIK berupa biodata yang menggambarkan perkembangan kependudukannya, seperti lahir, menikah, pindah, dan berganti pekerjaan.
Ia berharap, penduduk yang belum punya atau lupa NIK-nya agar datang ke Dukcapil. Masyarakat hanya perlu menyetorkan identitas nama, tempat lahir, tanggal lahir, dan alamat.
Zudan mengakui, belum semua penduduk bisa memiliki NIK. Mereka antara lain penduduk rentan seperti korban bencana alam; korban bencana sosial; orang telantar; penduduk yang menempati kawasan hutan, tanah negara, dan tanah dalam kasus pertanahan; serta komunitas terpencil. Untuk mengatasi persoalan ini, dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak, seperti inspektorat daerah dan bagian tata pemerintahan.
”Kalau administrasi wilayahnya belum benar, belum ada RT/RW-nya, Dukcapil tidak bisa menerbitkan NIK. Maka, penduduknya harus didorong, digeser ke daerah-daerah yang memang peruntukan tempat tinggal. Inilah problem yang kita hadapi,” tutur Zudan.
Cegah kerugian negara
Lili Pintauli Siregar menyebutkan, pemanfaatan data kependudukan dan pencantuman NIK yang belum maksimal dalam pendataan serta penyaluran pelayanan publik bisa menimbulkan potensi inefisiensi atau kerugian negara yang cukup signifikan.
Berdasarkan pengelolaan data bantuan sosial yang dilakukan Timnas Stranas PK pada 2020, teridentifikasi data ganda pada penerima bansos. Hal tersebut menyebabkan ketidaktepatan terhadap penyaluran bansos. Akibatnya, terjadi kerugian negara dalam penyelenggaraan bansos pada pemerintah pusat ataupun daerah di masa pandemi Covid-19.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/4/2021).
Sebagai langkah antisipasi, KPK mengeluarkan Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data Non-DTKS dalam pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat. Langkah tersebut dilakukan untuk mendorong pentingnya penggunaan NIK dalam pendataan penerimaan bansos.
”Data NIK ini tentu harus tervalidasi dengan data Dukcapil untuk memastikan tidak ada lagi data ganda, orangnya belum meninggal, atau tidak fiktif. Ke depan, data ini dapat dan mudah sekali bisa diintegrasikan. Jadi, tidak membuat sulit ketika kegiatan akan dilakukan,” ujar Lili.
Pahala Nainggolan menambahkan, penggunaan NIK pada program bansos mencegah potensi 78.329 duplikasi data calon penerima subsidi upah dengan bantuan lain, seperti Prakerja, Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) yang nilainya Rp 78 miliar.
NIK juga digunakan sebagai acuan untuk tes, lacak, dan isolasi pada masa pandemi Covid-19.
Menteri Sosial Tri Rismaharini (tengah) menyambangi Kantor KPK di Kuningan, Jakarta, Senin (11/1/2021), membahas pengelolaan bansos.
Selain itu, penggunaan NIK pada integrasi data keuangan menghasilkan 50.615 data sasaran ekstensifikasi wajib pajak. NIK juga digunakan untuk pemadanan penerima subsidi listrik. Hasil pemadanan data pelanggan PLN pertama menghasilkan 8 juta dari 32 juta penerima subsidi listrik telah padan dengan NIK.
Don Rozano mengakui, penggunaan NIK membuat penyaluran bansos menjadi lebih tepat sasaran. Ia menuturkan, NIK bisa menjadi standar bersama untuk meyakini penerima bantuan tersebut hanya satu orang dan masih ada. Alhasil, bansos tersebut dapat sampai tepat sasaran pada orang yang diberikan.