Fraksi-fraksi di DPR Dorong Pembahasan RUU PDP Dilanjutkan
Fraksi oposisi dan pendukung pemerintahan di DPR mendorong agar pembahasan RUU PDP, yang sudah masuk masa sidang kedua, dilanjutkan satu kali masa sidang lagi. Sebab, kebocoran data sudah mengkhawatirkan.
JAKARTA, KOMPAS — Mulai dari fraksi oposisi hingga pendukung pemerintahan di Dewan Perwakilan Rakyat mendorong agar pembahasan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) tetap dilanjutkan pembahasannya di DPR, setidaknya untuk satu kali masa sidang lagi.
Kebutuhan yang mendesak terhadap regulasi perlindungan data pribadi membuat fraksi-fraksi menilai pembahasan RUU PDP sebaiknya tidak dicabut dari program legislasi nasional tahunan.
Mewakili suara oposisi, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta, yang juga anggota Panitia Kerja (Panja) RUU PDP, mengatakan, kelanjutan pembahasan RUU PDP itu tergantung dari pimpinan DPR dan fraksi-fraksi.
Secara prosedural, ujarnya, pembahasan RUU PDP memang dapat dicabut dari program legislasi nasional (prolegnas) tahunan karena telah melewati batas perpanjangan pembahasan selama dua kali masa sidang. Perpanjangan waktu kedua ini pun baru diputuskan oleh pimpinan DPR melalui Badan Musyawarah (Bamus) dan disampaikan dalam rapat paripurna, dua pekan lalu.
Kebutuhan yang mendesak terhadap regulasi perlindungan data pribadi membuat fraksi-fraksi menilai pembahasan RUU PDP sebaiknya tidak dicabut dari program legislasi nasional tahunan.
Baca juga : Presiden Didorong Turun Tangan Atasi Kebuntuan RUU Perlindungan Data Pribadi
Sukamta menegaskan, perlindungan data pribadi saat ini sudah mendesak untuk dilakukan. Dengan hasil rapat konsinyering yang buntu, pekan lalu, Fraksi PKS berharap pemerintah masih punya kemauan untuk menyelesaikan RUU PDP hingga menjadi UU. Namun, hal itu memerlukan itikad baik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebagai representasi pemerintah.
Dengan hasil rapat konsinyering yang buntu, pekan lalu, Fraksi PKS berharap pemerintah masih punya kemauan untuk menyelesaikan RUU PDP hingga menjadi UU. Namun, hal itu memerlukan itikad baik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebagai representasi pemerintah.
Terkait dengan keberadaan lembaga atau badan pengawas data pribadi, menurut Sukamta, fraksinya menginginkan lembaga itu bersifat independen. ”Lembaga atau badan pengawas data pribadi ini sangat strategis untuk memastikan upaya perlindungan data pribadi bisa berjalan sesuai standar. Selain itu, ada risiko penyimpangan yang bisa muncul mengingat saat ini data pribadi nilainya sangat mahal. Oleh sebab itu, lembaga ini semestinya ada di bawah presiden untuk memastikan kewenagannya kuat dan mampu berjalan lebih independen sebagai lembaga pengawas. Kalau berada di bawah Kemenkominfo, saya meragukan bisa berjalan secara optimal,” katanya.
Anggota Panja RUU PDP dari Fraksi Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi, mengatakan, pembahasan RUU PDP itu diperlukan agar rakyat segera bisa memiliki perlindungan atas data pribadinya, dan tidak ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Selain itu, perlu lembaga pengendali data, baik untuk lembaga publik maupun swasta, sehingga memiliki kejelasan pengaturan.
Baca juga : Seratus Lebih Poin Masalah dalam RUU PDP Belum Tuntas Dibahas
”Bila seperti di Malaysia dan Singapura, lembaga pengendalinya adalah pemerintah, karena UU PDP-nya hanya mengatur sektor privat, sedangkan lembaga publik dikecualikan. Berbeda dengan General Data Protection Regulation (GDPR), yang lembaganya independen karena termasuk mengawasi lembaga publik juga, termasuk pemerintah,” ucapnya.
Oleh karena itu, terkait dengan masih buntunya pembahasan RUU PDP terkait dengan status independen kelembagaan pengawas, Bobby mengatakan, itu harus dikembalikan pada tujuan dan substansi pengaturan RUU PDP. Adapun RUU PDP ini dimaksudkan untuk mengatur kewajiban pengendali data di lembaga publik dan swasta.
”Nah, RUU ini dimaksudkan untuk mengatur kewajiban pengendali data di lembaga publik dan swasta, tetapi tidak independen. Jadi, tidak selaras dengan contoh-contoh itu (Malaysia dan Singapura) sehingga rentan ada konflik antarlembaga publik nantinya. Oleh karena itu, DPR ingin lembaga pengawas tersebut bertanggung jawab langsung kepada presiden,” kata legislator dari Sumatera Selatan ini.
Bobby menegaskan, RUU PDP ini sangat penting, dan Indonesia sebenarnya relatif tertinggal dalam pembahasannya karena negara-negara lain yang sudah memiliki regulasi itu telah melakukan revisi selama beberapa kali. Bahkan, sejak data yang dilindungi masih berupa data non-elektronik. Adapun RUU PDP yang ingin dimiliki Indonesia ingin melindungi data pribadi, baik yang berupa elektronik maupun non-elektronik.
Baca juga : Ironi dari DPR, Minta Kebocoran Data Diatasi, tetapi RUU Perlindungan Data Pribadi Digantung
Namun, Ia menambahkan, jika pemerintah tetap ingin lembaga pengawas data itu tetap berada di bawah kementerian, konsekuensinya setiap lembaga atau kementerian harus membuat peraturan untuk lembaga pengendali data di internal masing-masing. Misalnya, akan ada lembaga pengendali data di imigrasi, bea dan cukai, pajak, kepolisian, dan seterusnya.
”Bagaimana kalau ada konflik, misalnya, pengaturan format data, ini akan menimbulkan potensi-potensi konflik yang bisa mengemuka antarlembaga publik nantinya. Jadi, perlu lembaga yang hrus bertanggung jawab kepada presiden sebab yang diawasi, kan, juga lembaga publik yang setingkat kementerian,” ucapnya.
Persoalan perlindungan data tidak semata urusan orang perorangan, tetapi sudah menyangkut kedaulatan data negara.
Harapan untuk meneruskan pembahasan RUU PDP itu juga disuarakan oleh fraksi terbesar pendukung pemerintah. Anggota Panja RUU PDP dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F PDI-P), Irine Yusiana Roba Putri, mengatakan, persoalan perlindungan data tidak semata urusan orang perorangan, tetapi sudah menyangkut kedaulatan data negara. Jika soal perlindungan data itu diurusi oleh pejabat setingkat eselon 1 di kementerian, hal itu dinilai tidak memadai.
”Jika pemerintah melakukan kesalahan terhadap kebocoran data, nanti bagaimana mengurus hal itu sebab hanya setingkat eselon satu. Ini tentu akan sangat tidak efektif,” ujarnya.
Terkait dengan pembahasan RUU PDP yang telah memasuki dua kali perpanjangan masa pembahasan, Irine mengatakan, RUU itu bagaimana pun harus dituntaskan dalam waktu cepat. Publik menantikan ada kepastian hukum dalam perlindungan data mereka. Data kini menjadi sesuatu yang sangat berharga, bahkan disebut-sebut sebagai new oil atau minyak baru.
Baca juga : Data Pribadi Kembali Bocor
”Untuk RUU PDP ini memang perpanjangan waktunya baru diputuskan oleh Bamus saat berdekatan dengan penutupan masa sidang. Tentu kita berharap RUU ini akan tuntas dibahas di tingkat panja. Di dalam tatib, ketika tidak selesai akan dibahas di dalam Baleg. Namun, karena ini sangat dinamis, hal itu bisa berubah sesuai kesepakatan nanti di Bamus,” ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas mengatakan, nasib kelanjutan RUU PDP akan diputuskan di dalam repat evaluasi Prolegnas 2021, yang menurut rencana digelar Juli ini. Khusus RUU PDP, karena telah dibahas antara pemerintah dan DPR, kelanjutan pembahasannya akan melihat kesepakatan antara DPR dan pemerintah.
”Sesuai ketentun memang bisa dicabut karena sudah dua kali perpanjangan pembahasan, tetapi ini, kan, sudah dibahas. Nanti dilihat dalam rapat evaluasi prolegnas, bagaimana kesepakatan antara pemerintah dan DPR melalui fraksi-fraksi,” ujarnya.