Selama pandemi Covid-19, kejahatan siber di Indonesia meningkat. Perlindungan data pribadi menjadi tantangan tatkala aktivitas berbagi data kian menjadi keniscayaan.
Beberapa hari terakhir, terus beredar ajakan untuk menceraikan aplikasi percakapan terpopuler Whatsapp, berpindah ke aplikasi alternatif. Mengapa?
Definisi data dalam RUU PDP diperdebatkan oleh Panja RUU PDP DPR dengan pemerintah. Sebab, RUU PDP tidak mengatur mengenai data non-elektronik, padahal masyarakat Indonesia masih banyak. menggunakan data jenis ini
Pemilik data pribadi kerap tersandung masalah datanya bocor. Kebocoran itu mengundang kegaduhan publik yang berujung proses hukum. Ironisnya, mereka kerap menjadi pihak yang dipersalahkan.
”Doxing” atau pembongkaran serta penyebaran data pribadi pada 2018-2020 banyak menyasar aktivis dan wartawan di Indonesia. Kedua kelompok ini jadi target ”doxing” terkait isu ”omnibus law”, pandemi Covid-19, dan Papua.
Jeratan internet kian kuat di tengah-tengah peradaban manusia. Namun, di Indonesia, masyarakatnya masih menjadi sasaran empuk para penambang data pribadi.
Apple mewajibkan pengembang aplikasi untuk mulai transparan soal data pribadi pengguna yang diolah, sejak di App Store. Whatsapp menilai langkah ini adalah standar ganda terhadap aplikasi buatan Apple sendiri.
Ekonomi digital berpotensi menjadi tulang punggung (” backbone” ) dalam pemulihan ekonomi Indonesia tahun 2021. Menjadi solusi pada masa pandemi dan setelahnya sehingga butuh kebijakan ekonomi digital optimal.
”Subjek data pribadi berhak menggugat dan menerima ganti rugi atas pelanggaran pemrosesan data pribadi tentang dirinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi pasal di RUU PDP.
Kepatuhan pengelola aplikasi teknologi finansial dalam mengamankan data pengguna menjadi kunci untuk mendapatkan kepercayaan pelanggan yang pada akhirnya menumbuhkan sektor industri tersebut.