Presiden Diharap Batalkan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK
Nasib 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang tak memenuhi syarat menjadi aparatur sipil negara belum juga diputuskan. Presiden Joko Widodo selaku pembina ASN perlu turun tangan untuk menyelesaikan persoalan itu.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam manajemen aparatur sipil negara diharap bersedia membatalkan tes wawasan kebangsaan yang dilakukan terhadap para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebab, substansi tes tersebut dianggap tidak mengedepankan sistem merit dan tidak relevan untuk mengukur nilai-nilai dasar ASN.
Guru Besar Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sofian Effendi, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (14/5/2021), mengatakan, jika merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Pegawai ASN, pengalihan status pegawai KPK tak perlu melalui serangkaian tes.
Pengangkatan pegawai KPK menjadi ASN cukup dilakukan dengan pertimbangan hasil evaluasi kinerja, bukan tes wawasan kebangsaan. Pengalihan status menjadi ASN juga tinggal disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Para pegawai KPK berusia 35 tahun ke bawah menjadi pegawai negeri sipil (PNS), sementara mereka yang berusia di atas 35 tahun menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Begitu pula terkait syarat setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah, dapat diukur dari rekam jejak para pegawai KPK. ”Mereka, kan, sudah bekerja belasan tahun sehingga bisa dinilai berdasarkan track record (rekam jejak), pernah enggak mereka melanggar nilai-nilai dasar ASN itu. Itu tinggal dievaluasi. Jadi, bukan mengadakan tes baru,” ujar Sofian, yang pernah menjabat Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) periode 2014-2019.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, 75 pegawai KPK dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan yang menjadi syarat alih status menjadi ASN. Saat ini ke-75 pegawai tersebut sudah dibebaskan dari tugas dan tanggung jawab sampai ada keputusan lebih lanjut.
Sofian menegaskan, ia tak hanya menemukan kejanggalan dalam peralihan status pegawai KPK, tetapi juga berkaitan dengan materi tes wawasan kebangsaan yang diberikan. ”Jadi, kalau menurut saya, ya, mereka melakukan tes yang tidak relevan untuk menilai nilai-nilai dasar ASN,” kata Sofian.
Karena itu, menurut Sofian, tidak ada alasan untuk tidak menerima pegawai KPK itu sebagai ASN. Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) harus mengambil alih proses ini, kemudian menganulir hasil tes wawasan kebangsaan.
Turun tangan
Atas dasar itulah sudah seharusnya Presiden Joko Widodo segera turun tangan menyelesaikan persoalan pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN. Sebab, menurut Pasal 25 UU ASN, Presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN.
”Presiden harus cepat turun tangan karena beliau adalah pembina tertinggi (ASN). Beliau harus cepat ambil sikap dan menganulir keputusan Ketua KPK dan langsung meminta Kepala BKN untuk mengangkat (para pegawai KPK),” ucap Sofian.
Selain itu, KASN juga perlu ikut mengawasi peralihan status pegawai KPK. Semua prosesnya harus tetap berdasarkan prinsip sistem merit. ”Kalau di dalam penyeleksian ini ada tes-tes yang tidak berdasarkan prinsip merit, hanya melihat orang bersedia bekerja tanpa jilbab atau dia bershalat pakai doa kunut atau tidak, itu, kan, jelas melanggar prinsip merit,” katanya.
Pegawai KPK yang merasa dirugikan dengan peralihan status juga dapat menggugatnya. ”Jelas bisa digugat karena itu satu pengertian, bukan cara untuk melakukan pengalihan pegawai,” katanya.
Belum ada keputusan
Dikonfirmasi secara terpisah, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan, 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan tersebar di hampir semua direktorat. Mereka tidak dinyatakan nonaktif karena semua hak dan tanggung jawab kepegawaiannya masih tetap berlaku.
”Perlu kami tegaskan bahwa sejauh ini belum ada keputusan apa pun terkait pegawai yang tidak memenuhi tersebut sampai kemudian nanti ada keputusan berdasarkan hasil koordinasi dengan pihak Kemenpan dan RB serta BKN,”kata Ali.
Ali juga menegaskan, sejauh ini khusus pekerjaan pada kedeputian penindakan masih berjalan. Demikian juga program dan kegiatan pada kedeputian yang lain, semua masih berjalan dengan baik.
”Kerja-kerja di KPK di seluruh kedeputian dilakukan tidak ada yang individual, tetapi secara tim dalam bentuk satgas yang dipimpin ketua tim atau kasatgas (kepala satuan tugas) dengan kontrol dari direktur masing-masing direktorat sebagai atasan langsungnya,” ujar Ali.
Bagi KPK, lanjut Ali, seluruh pegawai yang berjumlah sekitar 1.586 orang merupakan pribadi yang penuh integritas. Mereka adalah aset bagi KPK dalam ikhtiar pemberantasan korupsi.
”Untuk itu, tentu KPK akan mengambil keputusan yang terbaik sesuai aturan yang berlaku atas hasil TWK dari BKN tersebut,” kata Ali.