MK: Pengalihan Status Tak Boleh Merugikan Pegawai KPK
Dalam waktu dekat KPK akan mengumumkan hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK. Namun dalam hal ini Hakim Konstitusi juga memutuskan, pengalihan kepegawaian itu tidak boleh merugikan pegawai KPK.
JAKARTA, KOMPAS--Hasil penilaian tes wawasan kebangsaan terhadap 1.349 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi telah diserahkan Badan Kepegawaian Negara kepada KPK. Tes ini bagian dari pengalihan pegawai KPK menjadi PNS.
Sejumlah pegawai KPK telah menerima kabar, setidaknya ada 75 pegawai KPK tidak lolos tes. Mereka di antaranya adalah penyidik sejumlah perkara korupsi dan pengurus Wadah Pegawai KPK.
Pengalihan pegawai ini juga menjadi bagian dari uji materi Undang-Undang 19 Tahun 2019 tentang KPK hasil revisi, di Mahkamah Konstitusi.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo melalui pesan singkat, Selasa (4/5/2021), mengatakan, Kemenpan dan RB serta BKN tidak terlibat dalam proses tes wawasan kebangsaan terhadap 1.349 pegawai KPK. ”Pelaksanaan tes oleh tim di luar pemerintah, di luar Kemenpan dan RB dan BKN,” ujarnya.
Kemenpan dan RB, lanjut Tjahjo, hanya mengetahui ketika proses tes wawasan sudah tuntas. Hasil tes diserahkan ke BKN lantas diteruskan ke Kemenpan dan RB. Setelah itu, Kemenpan dan RB menyerahkannya ke KPK. Itu pun Kemenpan dan RB tak tahu-menahu hasilnya. Pemerintah sebatas meneruskan hasil tes ke KPK. (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi)
Kemenpan dan RB, lanjut Tjahjo, hanya mengetahui ketika proses tes wawasan sudah tuntas. Hasil tes diserahkan ke BKN lantas diteruskan ke Kemenpan dan RB. Setelah itu, Kemenpan dan RB menyerahkannya ke KPK. Itu pun Kemenpan dan RB tak tahu-menahu hasilnya. Pemerintah sebatas meneruskan hasil tes ke KPK.
Tjahjo juga menekankan, apa pun keputusan KPK atas hasil tes tersebut menjadi kewenangan KPK sepenuhnya. ”Tidak ada intervensi dari pemerintah,” ujarnya.
Tes ini merupakan implementasi dari UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang mengamanatkan bahwa pegawai KPK adalah aparatur sipil negara (ASN). Hal itu secara rinci diatur dalam Peraturan KPK No 1 Tahun 2021, khususnya Pasal 5, yang mengatur pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Di dalam tubuh Pasal 5 itu, pada ayat 2 huruf b, disebutkan bahwa harus menyatakan diri setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah. Selanjutnya pada ayat 4, untuk memenuhi syarat ayat (2) huruf b dilaksanakan asesmen tes wawasan kebangsaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara.
Baca juga: Pemerintah Tak Terlibat Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK
Sementara pada Selasa itu juga, Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan uji formil dan materil UU 19 Tahun 2019 untuk perkara nomor Nomor 70/PUU-XVII/2019. Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi yang beranggotakan di antaranya Aswanto dan Enny Nurbaningsih menyatakan, bagi pegawai KPK secara hukum menjadi pegawai ASN karena berlakunya UU 19/2019.
Karenanya, di dalam UU 19/2019 diatur mengenai waktu untuk melakukan penyesuaian peralihan status kepegawaian yaitu selama 2 tahun sejak UU berlaku. Mengenai mekanisme yang digunakan, pemerintah telah mengaturnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN.
MK juga menegaskan, pengalihan status kepegawaian tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat sebagai ASN dengan alasan apa pun di luar desain yang ditentukan dalam UU tersebut. Sebab, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi di KPK dan dedikasinya dalam pemberantasan korupsi tidak diragukan lagi.
MK juga menegaskan, pengalihan status kepegawaian tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat sebagai ASN dengan alasan apa pun di luar desain yang ditentukan dalam UU tersebut. Sebab, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi di KPK dan dedikasinya dalam pemberantasan korupsi tidak diragukan lagi.
Sekretaris Jenderal KPK Cahya H Harefa mengatakan, secara kelembagaan KPK tunduk pada peraturan bahwa pengalihan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cahya menyebutkan, pada 27 April 2021, bertempat di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, KPK telah menerima hasil asesmen atau penilaian tes wawasan kebangsaan dari BKN.
”Hasil tersebut merupakan penilaian dari 1.349 pegawai KPK yang telah mengikuti assessment test yang merupakan syarat pengalihan pegawai KPK menjadi ASN sebagaimana diatur melalui Peraturan KPK No 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN,” kata Cahya.
Pegawai KPK yang tidak bersedia menjadi PNS dapat beralih menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Jabatannya akan disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Ketua Wadah Pegawai KPK Perjuangkan Status Kepegawaian Penyidik Harun Masiku
Berdasarkan informasi dari sejumlah pegawai KPK, diperoleh kabar ada 75 pegawai yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan, sehingga ada kemungkinan tidak bisa menjadi PNS. ”Rata-rata pengurus WP (Wadah Pegawai) habis dipecat,” ucap pegawai tersebut.
Ia lantas menyebutkan beberapa nama yang tak lolos tes, di antaranya Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap, penyidik senior Novel Baswedan, Kepala Satuan Tugas Penyidikan Kasus Bantuan Sosial di Kementerian Sosial Andre Dedi Nainggolan, penyidik M Praswad Nugraha, penyidik A Damanik, dan penyidik Rizka Anungnata.
Selain Andre, Praswad merupakan penyidik kasus dugaan suap untuk pengadaan bansos di Kemensos. Novel, A Damanik, dan Rizka adalah penyidik kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kedua kasus ini menyeret dua menteri di kementerian tersebut, yakni Juliari P Batubara dan Edhy Prabowo.
Novel dan Yudi merupakan penyidik kasus dugaan suap Wali Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, M Syahrial kepada penyidik KPK, Ajun Komisaris Stepanus Robin Pattuju. Dalam kasus ini, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin diduga terlibat.
Menanggapi kabar 75 pegawai KPK yang tak lolos tes itu, Cahya mengatakan, saat ini hasil penilaian tes wawasan kebangsaan masih tersegel dan disimpan aman di Gedung Merah Putih KPK. Hasil itu akan diumumkan dalam waktu dekat sebagai bentuk transparansi kepada semua pemangku kepentingan KPK.
Ketua KPK Firli Bahuri pun menekankan, sampai saat ini pimpinan belum membuka hasil tes wawasan kebangsaan.
Baca juga: Tantangan Kian Berat, Sinergi Pimpinan dan Pegawai KPK Penting
Materi tes janggal
Sejumlah pegawai KPK juga mempersoalkan materi tes yang dinilai janggal. Saat menjalani tes, mereka diminta bersikap atas beberapa pernyataan yang diberikan dengan menjawab setuju atau tidak setuju. Pernyataan itu di antaranya ”saya memiliki masa depan yang suram”, dan ”agama adalah hasil pemikiran manusia”. Mereka juga diminta menjawab soal esai tentang narkoba, kebijakan pemerintah, Organisasi Papua Merdeka, Partai Komunis Indonesia, LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transjender), Front Pembela Islam, dan sebagainya.
Adapun Kepala BKN Bima Haria Wibisana tak mau berkomentar terkait tes wawasan kebangsaan pegawai KPK karena menilai hal tersebut bukan kewenangan BKN. ”Saya tidak bisa komentar karena kewenangannya di KPK,” ujarnya melalui pesan singkat.
Adapun Kepala BKN Bima Haria Wibisana tak mau berkomentar terkait tes wawasan kebangsaan pegawai KPK karena menilai hal tersebut bukan kewenangan BKN.
Meski demikian, ia menyampaikan bahwa materi dalam tes wawasan kebangsaan untuk pegawai KPK berbeda dengan materi tes calon pegawai negeri sipil pada umumnya. ”Nanti saya jelasin panjang lebar tentang asesmennya setelah diumumkan oleh KPK,” katanya.
Menanggapi materi tes wawasan kebangsaan yang dinilai janggal oleh pegawai KPK, Kepala Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia Prof Hamdi Muluk sebaliknya menganggap itu hal yang biasa. Menurut dia, materi itu sudah lazim digunakan sebagai indikator sikap kebangsaan.
Baca juga: Polisi Didesak Tangkap Aktor di Balik Teror Pimpinan KPK
Materi tes wawasan untuk pegawai KPK, lanjut Hamdi, mirip dengan materi tes anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2017 saat tes wawasan kebangsaan. Bahkan, menurut Hamdi, yang sering jadi anggota pansel pejabat eselon satu di pemerintahan, materi yang mirip sering pula digunakan.
”Yang jadi masalah mungkin materi tes pegawai KPK dibaca oleh orang yang tidak berkompetensi. Kan, sudah ada Dinas Psikologi TNI AD yang sudah terlatih untuk itu. Kasih kepercayaan mereka untuk menghitung, memberi penilaian, dan menginterpretasikan,” tuturnya.
Sebaliknya Hamdi menyoroti bocornya hasil tes wawasan kebangsaan sehingga sejumlah pegawai KPK menyatakan ada 75 pegawai yang tak lolos tes. ”Padahal, hasil tes itu seharusnya rahasia. Hanya pansel dan Ketua KPK, kalau dalam konteks KPK, yang boleh membukanya. Lha, ini kok bisa bocor, darimana infonya?” kata Hamdi.
Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, jika nantinya benar puluhan pegawai KPK itu diberhentikan hanya karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan, maka benar anggapan sejumlah kalangan bahwa alih status kepegawaian KPK menjadi ASN merupakan upaya untuk melemahkan KPK.
Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, jika nantinya benar puluhan pegawai KPK itu diberhentikan hanya karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan, maka benar anggapan sejumlah kalangan bahwa alih status kepegawaian KPK menjadi ASN merupakan upaya untuk melemahkan KPK.
”Tak lupa, ini pun sebagai buah atas kebijakan buruk komisioner KPK tatkala mengesahkan Peraturan KPK No 1/2021 yang memasukkan assessment test wawasan kebangsaan,” kata Kurnia. (DEA/BOW)