Pemerintah pusat diharapkan segera mencabut pelabelan teroris pada kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua. Pelabelan ini berpotensi memicu pelanggaran HAM kepada masyarakat sipil, terutama orang asli Papua.
Oleh
Fabio Maria Lopes Costa/Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah pusat diharapkan segera mencabut pelabelan teroris pada kelompok kriminal bersenjata atau KKB di Papua. Pelabelan ini berpotensi memicu pelanggaran hak asasi manusia kepada masyarakat sipil, terutama orang asli Papua. Akar masalah dari kemunculan kekerasan ini malah tak terselesaikan.
Ketua Pusat Studi Indo-Pasifik Universitas Cenderawasih, Jayapura, Melyana Ratana Pugu menilai, penetapan label teroris terlampau terburu-buru. Sebab, teroris dan separatis adalah dua hal yang sangat berbeda.
”Terorisme menyebarkan teror, rasa takut, ancaman. Kalau KKB menebar rasa takut dan ancaman kepada siapa?” tutur Melyana kepada Kompas, Sabtu (1/5/2021).
Terorisme menyebarkan teror, rasa takut, ancaman. Kalau KKB menebar rasa takut dan ancaman kepada siapa? (Melyana Ratana Pugu)
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) serta Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) juga menilai keputusan Pemerintah Indonesia mengenai status teroris kepada KKB di Papua sebagai keputusan serampangan yang bisa menodai Indonesia sebagai negara hukum.
Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ditegaskan mengenai pengecualian tindak pidana politik dari terorisme. Adapun KKB yang disebut pemerintah mengarah pada Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat dan Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
Pelabelan terorisme ini juga akan membawa legitimasi hukum bagi pemerintah untuk mengerahkan pasukan militer dalam jumlah besar. Akibatnya, pendekatan keamanan bisa lebih brutal dibandingkan dengan sebelumnya. Pelanggaran HAM yang lebih luas akan terjadi.
”Akhirnya, pemerintah turut berkontibusi pada penciptaan teror dan mengakibatkan kerugian bagi warga sipil, terutama orang asli Papua,” tutur Direktur Eksekutif Elsam Wahyudi Djafar.
Sebelumnya, Kamis (29/4/2021), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut organisasi dan anggota KKB sebagai kelompok teroris. KKB dinilai telah melakukan pembunuhan dan kekerasan secara masif. Karena itu, pemerintah meminta Polri, TNI, dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melakukan tindakan secara cepat, tegas, dan terukur terhadap KKB.
Menanggapi pelabelan anggota KKB sebagai anggota teroris, sebelumnya Muhammad Rifai Darus selaku juru bicara Gubernur Papua Lukas Enembe pun telah menyampaikan, Pemprov Papua sepakat bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai bagian dari KKB adalah perbuatan yang meresahkan, melanggar hukum, dan mencederai prinsip-prinsip dasar HAM.
Akan tetapi, lanjutnya, Pemprov Papua meminta kepada pemerintah pusat dan DPR agar mengkaji kembali pelabelan teroris terhadap KKB. Pelabelan itu berisiko menimbulkan stigmatisasi negatif kepada warga Papua.
Pemprov Papua meminta kepada pemerintah pusat dan DPR agar mengkaji kembali pelabelan teroris terhadap KKB. Pelabelan itu berisiko menimbulkan stigmatisasi negatif kepada warga Papua.
Pemprov Papua mendorong agar TNI dan Polri terlebih dahulu memetakan kekuatan KKB yang melingkupi persebaran wilayahnya, jumlah orang, dan ciri-ciri khusus yang menggambarkan tubuh organisasi tersebut.
”Kajian ini untuk mencegah adanya peristiwa salah tembak dan salah tangkap yang menyasar warga setempat. Hal ini ditakutkan akan memunculkan stigmatisasi negatif yang baru bagi warga Papua,” tutur Rifai.
Dalam catatan Kompas dan data Polda Papua dari Januari hingga 27 April 2021, KKB telah melakukan 17 aksi penyerangan. Akibat aksi KKB, 6 aparat keamanan dan 6 warga sipil meninggal dunia. Sementara 4 aparat keamanan dan 2 warga terluka.
Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan, keputusan pelabelan ini tentu sudah dikonsultasikan dengan Presiden Joko Widodo. Namun, Fadjroel menolak menjawab apa pertimbangan Presiden merestui hal ini.
”Kalau Pak Menko yang mengumumkan (keputusan pelabelan KKB sebagai teroris), beliau juga yang menjawab dasar-dasar pertimbangannya. Tentu Menko sudah berkonsultasi dengan Presiden,” ujar Fadjroel kepada Kompas, Sabtu (1/5/2021).
Kendati demikian, pelabelan teroris ini, menurut Melyana, akan mengaburkan akar masalah kekerasan yang terus terjadi di Papua. Masalahnya, yang akan menjadi korban adalah masyarakat asli Papua.
Kalau Pak Menko yang mengumumkan (keputusan pelabelan KKB sebagai teroris), beliau juga yang menjawab dasar-dasar pertimbangannya. Tentu Menko sudah berkonsultasi dengan Presiden (Fadjroel Rachman)
Elsam juga menilai penetapan KKB sebagai kelompok teroris akan membahayakan masyarakat sipil di Papua. Eskalasi kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua akan meningkat.
Karena itu, kata Wahyudi, pihaknya mendesak Presiden Joko Widodo memerintahkan Menko Polhukam meninjau kembali dan mencabut pelabelan tersebut. Jalan damai semestinya ditempuh melalui dialog yang bermartabat dan melibatkan semua pemangku kepentingan. Pendekatan persuasif diyakini akan lebih bermanfaat ketimbang pendekatan represif dan militeristik.
Pendekatan kesejahteraan dan komunikasi, ditambahkan Melyana, juga semestinya lebih ditekankan pemerintah. Namun, diskusi yang selama ini terjadi kerap mentah dan tidak diimplementasikan oleh pemerintah.