Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI akan bekerja sama dengan KPK untuk menangani kasus tersebut. Kemarin, Menko Polhukam Mahfud MD beserta satgas berkunjung ke KPK untuk meminta sejumlah dokumen.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD bersama pimpinan satuan tugas penanganan hak tagih negara dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (29/4/2021), di Gedung KPK, Jakarta. Mereka meminta dokumen kepada KPK terkait dengan kasus BLBI.
Seusai bertemu dengan pimpinan KPK, Mahfud menyampaikan, kedatangannya ke KPK untuk memastikan kedudukan kasus BLBI. Selain itu, ia juga mendapatkan dokumen dari KPK terkait kasus ini.
”Kami dengan KPK akan bekerja sama. Kami dapat dokumen dari KPK tentang ini,” kata Mahfud tanpa mau menjelaskan isi dari dokumen tersebut.
Kami dengan KPK akan bekerja sama. Kami dapat dokumen dari KPK tentang ini (BLBI). (Mahfud MD)
Mahfud menjelaskan, BLBI merupakan utang keperdataan yang diselesaikan melalui Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 oleh presiden. Mahkamah Agung (MA) memutuskan bahwa inpres tersebut sudah sah. DPR juga sudah pernah mengeluarkan keputusan bahwa persoalan itu sudah selesai dan menghormati keputusan pemerintah pada 2002.
Pembayaran atas inpres itu berakhir pada 2004 dan dikeluarkan beberapa surat keterangan lunas (SKL) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). ”Ada 48 obligor pada waktu itu. Dari sekian banyak obligor, oleh KPK ditemukan satu kasus yang dipidanakan, yaitu kasus SKL BDNI (Bank Dagang Nasional Indonesia),” kata Mahfud.
Akan tetapi, MA menyatakan kasus Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN dengan Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI dan istrinya, Itjih, bukan pidana, melainkan perdata. Meskipun demikian, ada kerugian negara yang bisa ditagih dalam kasus ini. Karena itu, kasus ini kembali dianalisis kembali bersama dengan KPK.
Saat ini satgas sudah mendapatkan barang jaminan terkait kasus ini. Tim satgas sedang melakukan klasifikasi mana yang bisa dieksekusi, ditagih dalam bentuk tunai, dan sebagainya.
Mahfud mengatakan, KPK sengaja tidak dimasukkan ke tim satgas karena KPK adalah lembaga penegak hukum pidana dan agar KPK tetap independen. Ketika ada masalah dengan kasus ini, KPK bisa langsung masuk karena memiliki kewenangan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga tidak dimasukkan dalam tim satgas ini agar bisa melakukan audit. Pemerintah hanya memasukkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di dalam tim satgas.
Ia menuturkan, saat ini tim satgas sudah mendapatkan barang jaminan terkait kasus ini. Tim satgas sedang melakukan klasifikasi mana yang bisa dieksekusi, ditagih dalam bentuk tunai, dan sebagainya.
Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan, KPK akan mendukung kebijakan pemerintah. KPK telah menerima kedatangan tim satgas dan menjelaskan persoalan BLBI.
Kembali ditahan
Bupati Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, periode 2014-2019 Sri Wahyumi Maria Manalip kembali ditahan KPK. Deputi Penindakan KPK Karyoto mengatakan, Sri Wahyumi diduga menerima gratifikasi sekitar Rp 9,5 miliar terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Talaud pada 2014-2017.
Perkara ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo tahun 2019. Dalam perkara tersebut, Sri Wahyumi telah divonis dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Karyoto mengatakan, kedua kasus ini tidak dijadikan satu karena operasi tangkap tangan mempunyai batas waktu 60 hari. Saat sudah melakukan penahanan, KPK mengembangkan bahan-bahan yang ada dan menemukan perkara kedua.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menambahkan, Sri Wahyumi baru keluar dari lembaga pemasyarakatan wanita Tangerang untuk perkara pertama. Kemudian, KPK melakukan penangkapan dan dibawa ke KPK. Sri Wahyumi ditahan di rumah tahanan cabang KPK pada Gedung Merah Putih, Jakarta, dengan keadaan emosi yang tidak stabil.