Keseriusan KPK mengusut tuntas dugaan keterlibatan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dalam kasus suap kepada penyidiknya ditunggu publik. Sementara MKD didorong untuk memeriksa kasus itu tanpa menunggu aduan masyarakat.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keseriusan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk memeriksa Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Azis Syamsuddin ditunggu publik. Belajar dari pengalaman beberapa kasus terakhir, keseriusan KPK memeriksa politisi Partai Golkar itu diragukan, lantaran beberapa tokoh penting dan elite politik yang sebelumnya juga diduga terlibat dalam kasus korupsi lain bahkan tidak diperiksa.
Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, saat dihubungi, Minggu (25/4/2021), dari Jakarta, mengatakan, sebelumnya Ketua KPK Firli Bahuri telah menyatakan untuk memeriksa Azis Syamsuddin dalam waktu dekat ini. Pemeriksaan itu dilakukan menyusul terungkapnya kasus penerimaan uang Rp 1,3 miliar oleh penyidik KPK, Ajun Komisaris Stepanus Robin Pattuju, dari Wali Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, M Syahrial.
KPK harus membuktikan bahwa mereka serius mendalami kasus ini. Jangan seperti kasus sebelumnya, yang akhirnya juga melempem. (Zainal Arifin Mochtar)
Saat memberikan keterangan pers, jelang Jumat (23/4/2021) dini hari, di Gedung KPK, Jakarta, Firli mengatakan, pertemuan Syahrial dan Stepanus dilakukan di rumah dinas Azis di Jakarta Selatan. ”KPK akan mengawal kasus ini hingga tuntas,” ujar Firli (Kompas, 24/4/2021).
”Dalam beberapa kasus, nama-nama politisi yang diduga punya kaitan juga tidak didalami oleh KPK, seperti dulu ada nama Hasto Kristiyanto dan Herman Herry. Nah, kali ini ada nama Azis Syamsuddin. Sekarang, KPK harus membuktikan bahwa mereka serius mendalami kasus ini. Jangan seperti kasus sebelumnya, yang akhirnya juga melempem,” kata Zainal.
Pengumuman peran dan dugaan keterlibatan Azis dalam konferensi pers oleh KPK juga dinilai janggal. Sebab, biasanya KPK langsung bekerja memanggil orang yang bersangkutan setelah penyelidikan matang, dan penyidikan mengarah pada dugaan keterlibatan yang kuat dari aktor politik. Dengan demikian, penyebutan nama seseorang dalam konferensi pers yang disaksikan publik secara langsung itu betul-betul matang, dan karena itu KPK tidak boleh main-main dengan hal tersebut.
”Kalau memang serius, langsung saja panggil, dan tidak perlu diumumkan terlebih dulu. Periksa segera penyidik KPK itu dan Wali Kota Tanjung Balai sehingga diketahui konstruksi keterlibatan Azis apa dalam dugaan suap ini. Dengan demikian, perannya jelas, tidak seperti sekarang yang semuanya masih belum jelas, belum matang, tetapi sudah diumumkan kepada publik,” kata Zainal.
Ia khawatir, dengan metode semacam ini, KPK lagi-lagi akan gagap dalam menghadapi kasus-kasus yang berkaitan dengan politisi dan anggota DPR. Jika itu yang terjadi, langkah yang diambil KPK itu justru menjatuhkan kredibilitas lembaga itu sendiri.
”Sebaiknya memang konstruksi kasusnya dilengkapi dulu, biar jelas apa keterlibatan Azis dalam pertemuan itu. Selama ini, kan, masih menduga-duga apa, sih, yang dibicarakan di dalam rumah dinas Azis itu. Pendalaman yang dilakukan oleh KPK mestinya dari peranan orang itu apa. Harus dipetakan dengan detail, dan dipanggil untuk diperiksa, bukan diumumkan dulu baru diperiksa,” ujarnya.
Praduga tak bersalah
Hingga Minggu, Azis belum memberikan klarifikasi atau tanggapan atas penyebutan namanya dalam kronologi dugaan suap yang dilakukan oleh penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju, dari Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial.
Namun, saat dihubungi secara terpisah terkait dengan sikap Partai Golkar mengenai dugaan keterlibatan Azis dalam kasus ini, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, hal itu sepenuhnya merupakan domain Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Namun, ia berharap semua pihak agar menghargai dan menjunjung asas praduga tak bersalah.
”Saya hanya berharap semua pihak menghargai asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence,” ujar Ketua Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat itu.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Trimedya Panjaitan mengatakan, pihaknya belum akan melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran etik Azis. Dalam hukum acara MKD, pemeriksaan terhadap anggota DPR dapat dilakukan melalui dua pintu, yakni dengan pengaduan dan tanpa pengaduan.
MKD akan mencermati proses hukum di KPK. Jika memang ada keterlibatan yang bersangkutan, hal itu akan dibawa dulu ke dalam rapat pimpinan MKD untuk menentukan perlu tidaknya pemeriksaan etik terhadap Azis.
Seorang anggota DPR dapat langsung diperiksa tanpa pengaduan jika terkait dengan peristiwa khusus yang telah jelas duduk soalnya, misalnya ketika anggota DPR itu tertangkap tangan oleh penegak hukum melakukan pelanggaran hukum. Kedua, anggota DPR dapat diperiksa MKD dengan didahului adanya pengaduan dari masyarakat atas terjadinya dugaan pelanggaran etik.
”Dalam kasus Pak Azis ini, kami menilai perlu ada pengaduan, sebab baru diumumkan kronologinya oleh Ketua KPK seperti itu. Oleh karena itu, kami tunggu dulu proses hukumnya di KPK. Seandainya ada pengaduan masyarakat ke MKD, aduan itu baru dapat kami proses ketika masa reses berakhir (6 Mei 2021),” katanya.
Trimedya mengatakan, MKD akan mencermati proses hukum yang berlangsung di KPK. Jika memang proses hukum menyatakan ada keterlibatan yang bersangkutan, hal itu akan dibawa dulu ke dalam rapat pimpinan MKD untuk menentukan perlu tidaknya pemeriksaan etik terhadap Azis. ”Saat ini, kami masih mencermati dulu proses hukum yang berjalan di KPK,” ujarnya.
Ketika ada pengaduan masyarakat pun, lanjut politisi PDI-P itu, akan ditelaah dulu oleh tenaga ahli MKD, dan baru dijadwalkan pemeriksaan setelah masa reses berakhir.
Trimedya yang juga anggota Komisi III DPR mengatakan, dugaan suap yang diterima oleh salah satu penyidik KPK dari unsur kepolisian itu pun dipandang telah mengonfirmasi sejumlah informasi yang telah didengar oleh DPR sebelumnya mengenai perilaku sejumlah penyidik KPK yang menyalahi kewenangannya. Untuk menjaga kredibilitas lembaga KPK, menurut Trimedya, Dewan Pengawas KPK harus banyak bekerja untuk memastikan kerja-kerja penegakan hukum KPK dilakukan sesuai prosedur.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan, MKD seharusnya tidak perlu menunggu harus ada pengadan dari publik baru memeriksa Azis. ”Harus ada inisiatif dari MKD untuk menyelamatkan kewibawaan lembaga. Sebab, dengan pemeriksaan etik terhadap Azis, setidaknya mekanisme pengawasan etik oleh MKD berjalan, tidak sekadar menunggu proses hukum di KPK, atau kalau ada pengaduan masyarakat,” ucapnya.