Dinilai Terbukti Menyuap, Joko Tjandra Dituntut Empat Tahun Penjara
Joko Tjandra, terdakwa kasus dugaan suap pengurusan fatwa bebas MA dan penghapusan namanya dari daftar pencarian orang di sistem imigrasi, dituntut empat tahun penjara.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa penuntut menilai Joko Tjandra terbukti memberikan suap dalam perkara pengurusan fatwa bebas dari Mahkamah Agung dan penghapusan namanya dari daftar pencarian orang di sistem keimigrasian. Joko dituntut empat tahun penjara. Selain itu, jaksa juga meminta hakim menolak permohonan Joko Tjandra untuk ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator.
Tuntutan terhadap Joko Tjandra dibacakan jaksa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (4/3/2021). Tuntutan tersebut dibacakan bergantian oleh jaksa Ruri F, Andi Setyawan, dan Nurhimawan. Adapun persidangan dipimpin ketua majelis hakim Muhammad Damis.
”Terdakwa Joko Tjandra terbukti memberikan uang kepada penyelenggara negara atau pegawai negeri dan telah terbukti melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindakan korupsi,” kata jaksa penuntut.
Dalam tuntutan, Jaksa menilai Joko terbukti menjadi pihak pemberi suap kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari melalui mendiang Herriyadi dan Andi Irfan Jaya senilai 500.000 dollar AS atau sekitar Rp 7 miliar. Uang itu menjadi uang muka pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung (Kejagung).
Joko juga dinilai terbukti memberikan suap 200.000 dollar Singapura dan 370.000 dollar AS atau sekitar Rp 7,2 miliar melalui Tommy Sumardi kepada Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte untuk menghapus namanya dari daftar pencarian orang di sistem keimigrasian. Melalui Tommy pula, Joko dinilai terbukti memberikan uang senilai 100.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,4 miliar kepada Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo.
Selain itu, dari rangkaian pertemuannya dengan Pinangki, Andi Irfan, dan Anita Kolopaking, Joko Tjandra dinilai terbukti bermufakat jahat dengan menjanjikan pemberian uang 10 juta dollar AS atau sekitar Rp 140 miliar kepada pejabat di Kejagung dan MA.
Janji pemberian uang itu demi untuk mendapatkan fatwa bebas dari MA sehingga Joko Tjandra tidak perlu menjalani pidana penjara selama dua tahun terkait putusan perkara pengalihan hak tagih Bank Bali.
Jaksa menilai Joko Tjandra melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 65 Ayat (1) dan (2) KUHP dan Pasal 15 juncto Pasal 13 Ayat (1) Huruf a UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Atas perbuatan itu, jaksa meminta majelis hakim menghukum Joko Tjandra dengan pidana 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Penuntut umum juga meminta majelis hakim menolak permohonan Joko sebagai saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator). Sebab, Joko dinilai pelaku utama pada dua perkara itu.
Atas tuntutan tersebut, Joko Tjandra dan penasihat hukumnya menyatakan akan mengajukan nota pembelaan.
Dalam kasus pengurusan fatwa bebas melalui MA, kedua terdakwa lain, yakni Pinangki dan Andi, telah divonis bersalah oleh pengadilan. Pinangki divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta, lebih tinggi daripada tuntutan jaksa yang hanya 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Sementara Andi diganjar hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 100 juta, lebih tinggi dari tuntutan jaksa yang hanya 2 tahun 6 bulan penjara.
Dalam kasus penghapusan nama Joko dari DPO di sistem keimigrasian, Tommy divonis 2 tahun penjara, lebih tinggi daripada tuntutan jaksa, yakni pidana 1 tahun 6 bulan penjara.
Sementara itu, saat ini Joko Tjandra juga sedang menjalani pidana penjara selama 2 tahun atas perkara pengalihan hak tagih Bank Bali. Pada Desember 2020, dalam perkara pembuatan surat jalan palsu untuk rute Pontianak (Kalbar)-Jakarta dan sebaliknya tahun 2020, Joko divonis 2 tahun 6 bulan penjara. Vonis ini lebih tinggi daripada tuntutan jaksa, yakni pidana 2 tahun penjara.