JAKARTA, KOMPAS – Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia yang merupakan pemenang lelang proyek kartu tanda penduduk elektronik tahun 2011-2012 diketahui tidak mampu menyelesaikan target pekerjaannya. Hingga Maret 2012, ada sebanyak 65,3 juta keping blangko KTP elektronik dengan nilai Rp 1,04 triliun yang belum diselesaikan.
”Karena itu, Gamawan Fauzi selaku Menteri Dalam Negeri mengajukan usulan penambahan anggaran dalam APBN Perubahan tahun 2012 kepada Menteri Keuangan. Usulan tersebut ditindaklanjuti dengan rapat pembahasan antara Kemendagri dan Komisi II DPR,” kata jaksa Eva Yustisiana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (9/3/2017).
Permintaan penambahan anggaran tersebut tidak semestinya diterima karena target yang tidak terealisasi. Namun, faktanya, anggaran tambahan tersebut lolos dalam pembahasan. Sebesar Rp 1,04 triliun untuk merampungkan pengadaan blangko KTP elektronik tersebut dimasukkan dalam daftar APBN tahun 2013 bukan APBN Perubahan 2012 seperti yang dikehendaki Kemendagri.
Persetujuan untuk menambahkan anggaran tersebut dikabulkan oleh Komisi II DPR, setelah ada Rp 5 miliar mengalir ke sejumlah nama, seperti Miryam Haryani, Chaeruman Harahap, Gandjar Pranowo, Teguh Juwarno, Taufik Effendi, dan anggota Komisi II DPR lainnya.
Seperti diketahui, perkara pengadaan KTP elektronik bernilai Rp 5,9 triliun ini mulai disidik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2015. Dua orang bekas pejabat Kementerian Dalam Negeri, yaitu Irman yang saat itu selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri dan Sugiharto selaku Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, ditetapkan sebagai tersangka. Kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 2,3 triliun.
(IAN)