Makna ”Negeri Jiran” dan Penulisannya
Frasa ”negeri jiran” kerap disalahartikan sebagai nama lain dari Malaysia. Harap diingat, ”negeri jiran” maknanya sama dengan ”negeri tetangga”.
Frasa negeri jiran kerap kita temukan dalam banyak tulisan. Baik dalam tulisan berita, artikel, maupun dalam ragam tulisan lain.
Jika menghadapi frasa ini, kita biasanya langsung berasumsi bahwa negeri jiran adalah Malaysia. Hal itu tak mengherankan, karena dari dulu sampai sekarang, pemberitaan yang mengandung frasa negeri jiran selalu dikaitkan dengan Malaysia.
Hal itu, misalnya, dapat kita temukan jika kita membaca beberapa tulisan yang mengandung negeri jiran: ”Mengukir Sebuah Mimpi dari Negeri Jiran” (Kumparan.com, April 2018), ”Pasutri Kuli Bangunan Berjuang Cari Uang di Negeri Jiran demi Daftar Haji Khusus” (Merdeka.com, Juni 2022), dan ”Kisah dari Perbatasan, Saat Warga Lebih Mengandalkan Negeri Jiran” (Tempo.co, November 2018).
Dengan demikian, negeri jiran sama dengan negara tetangga, dan negara tetangga yang dekat dengan Indonesia bukan hanya Malaysia.
Yang membedakan dari ketiga tulisan itu adalah penulisan frasa tersebut. Ada yang menuliskan Negeri Jiran, negeri Jiran, dan negeri jiran. Manakah penulisan yang benar, dan apa sebenarnya makna dari frasa tersebut?
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), negeri jiran berarti ’negara tetangga’. Kata jiran, sesuai dengan KBBI, memiliki arti orang yang tinggal sebelah-menyebelah. Arti yang kedua, ’negara tetangga, misalnya Malaysia atau Brunei Darussalam’.
Dengan demikian, negeri jiran sama dengan negara tetangga, dan negara tetangga yang dekat dengan Indonesia bukan hanya Malaysia. Masih ada Brunei Darussalam, Singapura, Thailand, atau Timor Leste yang sah juga untuk disebut negeri jiran.
Baca juga : Dari "Demam Bola" Hingga "Demam Cinta"
Ihwal ungkapan negeri jiran ini pernah juga dilontarkan wartawati Kompas, Diah Marsidi (alm), ketika meliput perkeretaapian di Malaysia (Kompas, 28 September 1988). Lontaran itu juga menandakan untuk pertama kalinya kemunculan frasa negeri jiran di Kompas, bahkan mungkin juga di Tanah Air.
Kala itu, Diah menyatakan bahwa jiran, menurut logika, berarti ’tetangga’.
Berikut kutipan dari berita Kompas tersebut.
”Dari bicara Saudari, tampaknya Saudari datang dari negeri jiran, Indonesia?” tanyanya teramat sopan.
Saya mengiyakan. Padahal beberapa detik sebelumnya dalam otak saya sudah terpikir untuk mengatakan tidak. Sebelum mendengar kata Indonesia, saya mengira ”Negeri Jiran” adalah nama suatu negara tertentu, sebutan orang Malaysia, sebagaimana ia menyebut Jepun untuk Jepang. Karena ia menyebut Indonesia, menurut logika kata jiran tentulah berarti tetangga atau semacamnya.
Baca juga : Pertarungan Alot "Amendemen" dan "Amandemen"
Jadi, sesungguhnya, dan hal itu terbukti beberapa puluh tahun kemudian, saat dimuat dalam KBBI, negeri jiran berarti ’negara tetangga’. Negeri jiran tidak identik dengan Malaysia, atau bukan sebutan lain atau julukan untuk Malaysia.
Tambahan pula, Kamus Bahasa Melayu mengartikan jiran sebagai ’berdekatan’ atau ’bersebelahan’. Adapun negeri jiran diartikan sebagai ’negeri asing, bukan negeri sendiri’, atau ’negeri yang berhampiran (berdekatan), berjirankan’.
Lalu, bagaimana dengan penulisannya?
Jelaslah, karena frasa negeri jiran bukanlah nama negara atau nama geografis, tentu saja penulisannya cukup dengan huruf kecil: negeri jiran, bukan Negeri Jiran atau negeri Jiran.
Baca juga : Telaah Kata "Auto" yang Digemari Anak Muda
”Hotel prodeo” dan ”dewi fortuna”
Selain frasa negeri jiran, kesalahan dalam penggunaan huruf kapital juga terjadi pada frasa hotel prodeo. Saya tidak akan membahas asal-usul kata prodeo karena hal itu sudah pernah ditulis dengan detail oleh Antonius Galih Rudanto pada Ulas Bahasa edisi 30 Oktober 2021.
Hotel prodeo, menurut KBBI, berarti ’penjara’ atau ’lembaga pemasyarakatan’. Namun, kadang ungkapan ini dituliskan dengan huruf kapital, seperti dalam penulisan nama hotel yang mengacu pada nama geografis.
Penulisan seperti itu tidak tepat. Hotel prodeo bukanlah nama, hanya idiom yang berarti ’penjara’, sehingga penulisan yang tepat adalah hotel prodeo, dengan huruf kecil.
Ungkapan lain yang tentu saja juga tidak asing ialah dewi fortuna. Ungkapan ini biasanya kerap disebut-sebut dalam berita olahraga. Siapah dewi fortuna? Apakah penulisannya dengan huruf kapital atau huruf kecil? Dewi Fortuna atau dewi fortuna?
Dalam KBBI, penulisan dewi fortuna menggunakan huruf kecil.
Di laman KKBI daring disebutkan bahwa dewi fortuna adalah ’dewa perempuan yang memberi keberuntungan’ atau ’keberuntungan’. Dalam KBBI, penulisan dewi fortuna menggunakan huruf kecil.
Hal itu berbeda dengan nama dewa yang lain, seperti Brahma atau Syiwa, yang ditulis dengan huruf kapital. Ini karena dewi fortuna adalah sebutan lain dari ’keberuntungan’, bukan mengacu pada nama orang.
Demikian beberapa contoh frasa atau ungkapan yang cukup familiar, tetapi sering keliru dituliskan dengan huruf kapital. Seperti biasa, saya tidak bisa berpanjang-panjang kata. Semoga ada manfaatnya.
Nanik Dwiastuti, Penyelaras Bahasa Kompas