Ketenangan yang Mewujudkan Mimpi
Karakter yang paling menonjol dari Emma Raducanu adalah ketenangannya di lapangan. Sumber ketenangan itu adalah hasil didikan sang ayah yang berasal dari Romania dan terutama sang ibu yang berasal dari China.
Dalam usia 18 tahun, Emma Raducanu menjuarai Grand Slam, gelar yang diimpikan semua petenis. Selama tiga pekan tampil di Flushing Meadows, New York, hingga akhirnya membawa trofi juara tunggal putri Amerika Serikat Terbuka, satu karakter yang paling menonjol darinya adalah ketenangan.
Saya tidak merasakan tekanan apa pun. Usia saya masih 18 tahun, jadi saya hanya berusaha bermain lepas, tanpa beban, apa pun tantangan yang ada di hadapan saya.
”Saya tidak merasakan tekanan apa pun. Usia saya masih 18 tahun, jadi saya hanya berusaha bermain lepas, tanpa beban, apa pun tantangan yang ada di hadapan saya. Itu yang saya lakukan selama bermain di sini, hingga bisa mendapat trofi ini,” ujar Raducanu.
Petenis Inggris Raya kelahiran Kanada, 3 November 2002, itu menjuarai AS Terbuka setelah mengalahkan Leylah Fernandez (Kanada) yang berusia 19 tahun. Dalam laga sesama finalis baru di arena Grand Slam itu, Raducanu menang, 6-4, 6-3. Dia pun menjadi tunggal putri pertama Inggris yang menjuarai Grand Slam sejak Virginia Wade menjuarai Wimbledon 1977.
Baca juga: Persembahan Rekor Dari Emma Raducanu
Pertandingan yang berlangsung di Stadion Arthur Ashe, Sabtu (11/9/2021) sore waktu setempat atau Minggu dini hari, itu menjadi pusat perhatian penggemar tenis. Mereka menempuh perjalanan ke final dengan kejutan demi kejutan meski melalui jalur berbeda.
Fernandez menyingkirkan empat petenis top dunia dengan status peringkat lima besar dunia dan juara Grand Slam, yaitu Naomi Osaka, Angelique Kerber, Elina Svitolina, dan Aryna Sabalenka. Adapun Raducanu tampil sejak babak kualifikasi. Dalam sepuluh pertandingan sejak tahap itu, tiga pekan lalu, Raducanu memenangi 20 set tanpa kehilangan satu set pun.
Di bawah perhatian penonton di Arthur Ashe yang berkapasitas 23.771 penonton, serta sorotan 360 lampu LED dari atap yang bisa dibuka-tutup, Raducanu tampil tenang seperti pada sembilan laga sebelumnya. Berada di antara penonton itu adalah para legenda tenis, seperti Billie Jean King, Tracy Austin, Andy Roddick, dan Kim Clijsters.
Dalam setiap sesi wawancara di lapangan setelah pertandingan, beberapa kali Raducanu ditanya tentang sumber ketenangannya. ”Ketenangan dan kekuatan mental ini adalah hasil didikan orangtua. Sejak saya berusia lebih muda, orangtua selalu mengajarkan agar saya selalu membawa pola pikir positif ke lapangan,” tuturnya, dalam BBC.
Baca juga: Duel Dua Keajaiban
Ayah Raducanu, Ian, adalah orang Romania, sementara ibunya, Renee, berasal dari China. ”Saat saya mengunjungi keluarga ibu di China, saya melihat mental ulet mereka. Jadi, bisa saya katakan bahwa ibu telah menjadi inspirasi terbesar karena dia adalah pekerja keras,” tutur Raducanu dalam Independent.
Sayangnya, mereka tak bisa mendampingi putrinya di New York. Banyaknya kasus Covid-19 varian Delta membuat perjalanan ke AS mensyaratkan visa khusus. Pembuatannya harus melewati birokrasi pelik hingga memakan waktu lebih banyak.
Meski selalu terlihat tenang, petenis yang akan menempati peringkat ke-24 dunia dari sebelumnya ke-150 setelah menjuarai AS Terbuka ini tak luput dari rasa gugup. Itu terjadi pada sehari sebelum final. Namun, ketika kakinya mulai melangkah ke lapangan, apalagi dengan sambutan meriah penonton bagi dua remaja itu, dia kembali pada kebiasaannya, fokus pada setiap perebutan poin.
Senang olahraga
Ian dan Renee bekerja di bidang keuangan. Pekerjaan itu membuat mereka, bersama Raducanu yang berusia dua tahun, pindah dari Toronto, Kanada, ke Bromley, Inggris.
Baca juga: Puncak Sensasi Remaja di Flushing Meadows
Di tempat barunya ini, Raducanu mulai belajar tenis pada usia lima tahun dan berlatih di Akademi Tenis Bromley pada usia 10-16 tahun. Melihat potensi Raducanu, Lawn Tennis Association (LTA), yang merupakan Asosiasi Tenis Inggris, membinanya. Di sini dia mendapat pelatihan khusus dan diberi kesempatan bertanding dalam ajang internasional. Pelatihan tersebut memperkuat potensinya selain sentuhan psikologi dari orangtua.
Selain tenis, ayahnya mendorong Raducanu aktif pada olahraga lain. Dia pun menekuni balet, renang, bola basket, menunggang kuda, termasuk olahraga bermotor. Dorongan ayahnya ini membuat Raducanu belajar tentang ketangguhan mental.
”Saya mengikuti lomba go-kart sekitar satu sampai dua tahun ketika berusia delapan tahun. Lalu, saat berusia 10 tahun, saya pindah ke motokros. Saya masih suka pada olahraga bermotor, tetapi seiring perkembangan di tenis, saya tak bisa menjalani keduanya,” ujar Raducanu dalam Amazon Prime.
Baca juga: Ke Semifinal, Raducanu Batalkan Tiket Pesawat Pulang
Pada level yunior, posisi terbaiknya dalam peringkat dunia adalah ketika menempati urutan ke-20. Dia mendapat tujuh gelar juara dalam rentang 2015-2018.
Di ajang Grand Slam yunior, dia mencapai perempat final Wimbledon 2018. Turnamen di lapangan rumput itu menjadi satu-satunya ajang yang mempertemukan Raducanu dan Fernandez pada masa yunior, sebelum bertemu kembali di panggung yang jauh lebih besar, tiga tahun kemudian. Pertemuan dalam babak kedua itu dimenangi Raducanu, 6-2, 6-4.
Baru dua tahun memasuki arena profesional (sejak 2018), perjalanan kariernya berhenti selama 15 bulan sejak Maret 2020. Selain karena pandemi Covid-19, yang membuat sebagian besar turnamen tenis 2020 dibatalkan, Raducanu juga diminta menyelesaikan sekolah oleh orangtuanya. Dia mendapat nilai A untuk matematika dan ekonomi.
Sangat jarang ada petenis juara berusia 18 tahun berbicara tentang Wall Street.
Memiliki ketertarikan dengan angka, salah satu hal yang ingin dilakukannya selama di New York adalah mengunjungi Wall Street. ”Petenis muda yang baru juara Grand Slam biasanya akan berbicara tentang kehidupan setelah ini. Kehidupan mereka pasti berubah, termasuk setelah mendapat hadiah besar. Sangat jarang ada petenis juara berusia 18 tahun berbicara tentang Wall Street,” ujar Chris McKendry, pembawa acara ESPN. Dengan gelar juara dari Flushing Meadows, Raducanu mendapat hadiah 2,5 juta dollar AS (Rp 35,6 miliar), sekitar 7,5 kali lebih besar dari total hadiah yang diperolehnya selama ini.
Baca juga: Leylah Fernandez, Si Pembunuh Raksasa
Manajer fasilitas Akademi Tenis Bromley James Carlton mengingat Raducanu sebagai sosok yang bisa menyeimbangkan pendidikan dan tenis. ”Saya sering melihat dia mengerjakan tugas sekolah di antara sesi latihan tenis. Berada di sini setiap hari, berlatih dengan keras sambil tetap sekolah adalah hal impresif dari dia,” tutur Carlton pada Sky News.
Kejutan di Wimbledon
Hanya bisa berlatih tenis dengan memukulkan bola ke dinding di rumahnya pada masa pendemi, Raducanu tampil kembali dalam turnamen pada Juni, menjelang Wimbledon. Dia membuat kejutan dengan menembus babak keempat meski akhirnya tak bisa menyelesaikan pertandingan ketika berhadapan dengan Ajla Tomljanovic. Bintang baru tuan rumah itu mundur pada set kedua karena kesulitan bernapas.
”Saat itu saya tak terbiasa bertanding dalam intensitas tinggi. Itu adalah pengalaman baru, apalagi melawan petenis-petenis yang telah memiliki pengalaman lebih dari sepuluh tahun di tur,” tuturnya dalam sesi latihan pertama di New York.
Setelah memanfaatkan waktu kosong sekitar tiga pekan setelah Wimbledon, perjalanan menuju Flushing Meadows dimulai dengan mengikuti tiga turnamen dalam tiga pekan beruntun. Dia mempraktikkan latihan daya tahan fisik yang menjadi fokus setelah Wimbledon bersama Will Herbert, pelatih fisik yang pernah berada dalam tim Alexander Zverev.
Baca juga: Leylah Fernandez Singkirkan Lagi Juara Grand Slam
Pada dua turnamen terakhir menjelang AS Terbuka, Raducanu harus bermain dalam total 10 pertandingan. Salah satunya ketika mencapai final WTA 125K Chicago, tiga hari sebelum memulai babak kualifikasi AS Terbuka.
Tim pelatih pun khawatir dengan kondisi fisik yang terkuras. Tiket pulang menuju London dipesan pada tanggal akhir babak kualifikasi, 27 Agustus. Tetapi, perjalanan di New York akhirnya menjadi perjalanan terlama Raducanu dalam sebuah turnamen.
Petenis yang selalu berbicara pada media dengan tata bahasa teratur ini membiasakan diri hidup di New York dengan caranya sendiri dan sering kali tanpa didampingi tim pelatih, kecuali saat latihan dan bertanding. Raducanu berbelanja sendiri dan membuat sarapan sendiri. Pilihan utamanya adalah lox bagel, yaitu bagel berisi salmon dan krim keju. Dia juga selalu membeli yoghurt beku di Times Square.
”Saya beberapa kali makam malam bersama pelatih dan agennya, tetapi tidak bersama Emma. Dia melakukan semuanya sendiri di kamar hotel, seperti yang dia inginkan,” ujar ketua bidang tenis putri LTA Iain Bates.
Baca juga: Djokovic dan Medvedev Wujudkan Final Ideal Tunggal Putra
Selain Bates, pelatih Andrew Richardson, Herbert, dan agen dari IMG Chris Helliar, Raducanu juga mendapat dukungan para mantan petenis Inggris. Wade selalu ada di tribune saat Raducanu tampil. Tim Henman, mantan petenis peringkat keempat dunia yang menjadi pembawa acara untuk ESPN, sering memberi masukan sebelum pertandingan.
Ucapan selamat pun berdatangan, dari sesama petenis, pesepak bola Inggris, Manchester United, Pemerintah Inggris, termasuk dari Ratu Elizabeth. Teman-teman sekolah juga mengirimkan ucapan selamat.
”Orangtua seperti ’menghilang’ setiap saya selesai bertanding, ha-ha-ha. Saya mengirim pesan, tetapi mereka tidak membalas meskipun online. Mungkin ada sebabnya mereka seperti itu,” ujar Raducanu.
Meski tak bisa merayakan momen spesial itu secara langsung bersama orangtuanya, Raducanu selalu mengingat kalimat penyemangat yang selalu disampaikan ayahnya. ”Dia mengatakan bahwa saya lebih baik dari yang ayah pikirkan. Ayah saya sangat sulit untuk dibuat senang, tetapi saya bisa melakukannya hari ini,” kata bintang baru tenis dunia itu. (AP/AFP/REUTERS)