Fernandez Vs Raducanu, Puncak Sensasi Remaja di Flushing Meadows
Perjalanan sensasional dua remaja, Leylah Fernandez dan Emma Raducanu, berlanjut hingga ke puncak. Pertemuan mereka di final AS Terbuka menyamai dua mantan ”ratu” tenis, Serena Williams dan Martina Hingis, pada 1999.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·6 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Semifinal tunggal putri Grand Slam Amerika Serikat Terbuka 2021 menyajikan persaingan empat petenis yang baru kali ini tampil dalam laga empat besar di Flushing Meadows, New York. Di antara mereka, dua remaja, Leylah Fernandez (19) dan Emma Raducanu (18), akhirnya menjadi dua petenis yang berkesempatan meraih gelar pertama di arena Grand Slam.
Dua semifinal yang berlangsung di Stadion Arthur Ashe, Kamis (9/9/2021) malam waktu setempat atau Jumat (10/9/2021) pagi waktu Indonesia, itu menyuguhkan laga antara dua remaja dan petenis yang lebih mapan. Pada laga pertama, Fernandez mengalahkan unggulan kedua, Aryna Sabalenka, 7-6 (3), 4-6, 6-4. Setelah itu, Emma Raducanu (18) menaklukkan unggulan ke-17, Maria Sakkari, dengan skor telak, 6-1, 6-4.
Pertemuan Fernandez versus Raducanu bakal menjadi final pertama sesama remaja di Grand Slam setelah sebelumnya Serena Williams (17) mengalahkan Martina Hingis (18), 6-3, 7-6 (4) pada AS Terbuka edisi 1999. Sepanjang sejarah, hanya ada delapan final sesama remaja di Grand Slam pada era Terbuka sejak 1968.
Fernandez dan Raducanu menempuh perjalanan ke final melalui jalur berbeda. Fernandez langsung tampil di babak utama dan muncul sebagai ”pembunuh raksasa”.
Dia menyingkirkan tiga petenis peringkat lima besar dunia, yaitu Naomi Osaka (peringkat ketiga), Elina Svitolina (5), dan Sabalenka (2), masing-masing pada babak ketiga, perempat final, dan semifinal. Fernandez juga mengalahkan tiga kali juara Grand Slam, Angelique Kerber, pada babak keempat.
Adapun lawan-lawan yang dihadapi Raducanu tidak memiliki reputasi sebesar petenis yang dikalahkan Fernandez. Namun, petenis Inggris Raya ini tampil spektakuler dengan selalu menang straight sets sejak babak kualifikasi dengan jumlah total sembilan pertandingan. Selain Sakkari, unggulan yang dia kalahkan adalah Belinda Bencic, unggulan ke-11 yang juga peraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020, pada perempat final.
Fernandez, yang berusia 19 tahun pada 6 September 2021, menjadi remaja Kanada kedua dalam tiga tahun terakhir yang mencapai final AS Terbuka. Dia bergabung dengan Bianca Andreescu, juara AS Terbuka 2019, ketika berusia 19 tahun. Sementara Raducanu menjadi petenis kualifikasi pertama yang lolos ke final Grand Slam.
Nyaris berakhir
Perjalanan ”ajaib” Fernandez di Flushing Meadows kali ini hampir terlihat berakhir dalam awal laga melawan Sabalenka. Dia langsung tertinggal 0-3 dengan hanya mendapat dua poin. Dia kesulitan mengembalikan servis Sabalenka yang berkecepatan hingga 193 kilometer per jam. Dengan kecepatan rata-rata 176 km/jam pada servis pertama, Sabalenka hanya kehilangan satu poin dalam tiga servis pertamanya.
Fernandez baru beradaptasi dengan servis tersebut pada gim kelima. Namun, servis baik biasanya mempermudah si pemegang servis mengontrol permainan. Inilah yang dilakukan Sabalenka. Meski servisnya bisa dikembalikan Fernandez, dia dengan mudah mendapat poin pada pukulan ketiga. Itu karena pengembalian dari Fernandez tak begitu sempurna.
Momentum pertandingan mulai berubah ketita Fernandez mempertahankan servisnya pada gim keenam dengan 40-0. Dua poin didapat melalui as, termasuk as pada servis kedua. Suasana di stadion yang semula sepi lantas berubah menjadi riuh karena sebagian besar penonton memberikan dukungannya untuk Fernandez.
Kenyamanan bermain yang mulai diperlihatkan petenis peringkat ke-73 dunia itu, ditambah berkurangnya akurasi servis Sabalenka (dia membuat dua double fault pada gim ketujuh), membuat permainan mulai berimbang. Fernandez menyamakan skor menjadi 4-4. Momentum itu dipertahankan hingga Fernandez merebut set pertama melaui tie-break.
Ketangguhan mental
Dalam permainan yang mengharuskan pemain memperoleh tujuh poin, atau berselisih dua poin jika terjadi skor 6-6 tersebut, Fernandez memperlihatkan ketangguhannya dalam bertahan hingga bisa berbalik mendapat poin. Sabalenka juga membuat kesalahan, berupa double fault pada momen kritis, yang membuat Fernandez mendapat set point, 6-3.
Seperti set pertama, Sabalenka langsung unggul ketika mematahkan servis Fernandez pada gim pertama. Namun, keunggulan 2-0 perlahan berubah menjadi 2-3. Sabalenka pun mulai melampiaskan rasa frustrasinya dengan memukul-mukulkan raket ke lapangan hingga patah.
Chandra Rubin, mantan petenis AS yang menjadi komentator pertandingan untuk Fox Sport Asia, menilai Sabalenka terlalu membebani dirinya untuk lolos ke final Grand Slam, bahkan menjadi juara. Apalagi, dia menjadi unggulan tertinggi dari empat semifinalis.
Ini adalah hasil latihan bertahun-tahun dengan keringat, darah, pengorbanan di dalam dan luar lapangan. Saya akan selalu berjuang untuk setiap poin dan bermain tanpa beban. (Leylah Fernandez)
Di kubu sebaliknya, Fernandez bermain tanpa beban meski terlihat gugup di awal. Sabalenka akhirnya merebut set kedua ketika mematahkan servis Fernandez pada gim kesembilan lalu mempertahankan servis pada gim berikutnya.
Penonton di Arthur Ashe dan penggemar tenis yang menyaksikan melalui tayangan langsung di TV akhirnya bisa menyaksikan persaingan menarik hingga set ketiga, apalagi dengan momentum yang selalu berubah. Fernandez unggul 4-2 ketika mematahkan servis Sabalenka pada gim keenam, tetapi langsung dibalas petenis Belarus itu pada gim berikutnya.
Kesalahan Sabalenka pada momen kritis lainnya akhirnya menjadi penentu hasil pertandingan. Dia melakukan dua double fault beruntun pada gim keenam yang membuat Fernandez unggul 40-0. Bola dari forehand yang jatuh di luar lapangan akhirnya menjadi penentu lolosnya Fernandez ke final.
Tanpa beban
”Terima kasih untuk penonton New York. Mereka tidak menyerah untuk mendukung saya,” ujar Fernandez dalam kalimat pertama yang dia ucapkan setelah pertandingan itu.
Seperti penonton yang dinilai tidak menyerah untuk mendukungnya, Fernandez juga memperlihatkan mental itu. Empat laga terakhir adalah laga sulit yang harus dijalani dalam tiga set.
”Ini adalah hasil latihan bertahun-tahun dengan keringat, darah, pengorbanan di dalam dan luar lapangan. Saya akan selalu berjuang untuk setiap poin dan bermain tanpa beban,” tuturnya ketika ditanya tentang ketangguhan mental.
Prinsip itu pula yang diterapkan Raducanu sejak membuat sensasi menembus babak keempat Wimbledon dua bulan lalu. Dia selalu berusaha menanamkan pikiran untuk menikmati setiap momen dalam benaknya.
Cara ini, ditambah dengan pukulan-pukulan yang bisa merusak posisi lawan, membuatnya tak kehilangan satu set pun. Sakkari, misalnya, kesulitan menebak jatuhnya bola yang diarahkan Raducanu. Sebagian di antaranya karena down the line, yaitu pukulan yang diarahkan menyusur garis pinggir. Raducanu juga bisa membuat pukulan dengan sudut tajam sehingga pantulan bola menjauhi lapangan dan sulit dikejar.
Kemenangan itu membuka peluang Raducanu menjadi tunggal putri Inggris Raya yang menjuarai Grand Slam sejak Virginia Wade di Wimbledon 1977. Wade juga menjadi tunggal putri Inggris terakhir yang menjuarai AS Terbuka, yaitu pada 1968.
Dengan peringkat ke-150 dunia, Raducanu menjadi finalis kedua di luar peringkat 100 besar dunia setelah Kim Clijsters menjuarai AS Terbuka 2009. Saat itu, Clijsters bahkan tidak memiliki peringkat dunia karena sempat mengundurkan diri sebagai petenis profesional pada 2007-2009.
”Saya hanya fokus berpikir untuk (laga) per harinya. Tidak diduga, beberapa minggu kemudian bisa lolos ke final. Menjelang pertandingan tadi, saya hanya berpikir untuk diri sendiri tidak berpikir petenis lain,” ujar Raducanu.
Tentang final pertama Grand Slam, melawan petenis seusianya pada laga yang akan berlangsung Sabtu sore waktu setempat atau Minggu dini hari waktu Indonesia, Raducanu berkomentar, ”Saya hanya petenis kualifikasi. Jadi, tak ada tekanan untuk final.” (AFP/REUTERS)