Sebanyak 1.298 guru honorer di NTT yang lulus ”passing grade” 1 tahun 2021 tetap bersabar menunggu pengangkatan oleh pemerintah. Sebagian dari mereka sudah mengabdi lebih dari 30 tahun.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sebanyak 1.298 guru honorer SMA/SMK atau sederajat yang lulus passing grade pertama tahun 2021 masih menunggu diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja pada 2023 ini. Sebagian dari mereka sudah puluhan tahun mengabdi.
Koordinator Guru Honorer Lulus Passing Grade 1 (P1) tahun 2021, Dina Nomleni, di Kupang, Rabu (20/9/2023), mengatakan, jumlah guru honor lulus P1 2021 total ada 1.345 orang. Namun, 47 di antaranya sudah diangkat menjadi guru PPPK di tingkat SMP dan SLB. Ada pula yang meninggal dunia atau mengundurkan diri sebagai guru.
”Sisa kami berjumlah 1.298 orang. Memang belum pegang surat keputusan atau SK pengangkatan di tangan, juga belum mendapatkan NIP sebagai guru PPPK, tetapi kami optimistis karena kami mengikuti perkembangan atau proses pengangkatan melalui pemprov, Kementerian Pendidikan, dan anggota DPR RI daerah pemilihan NTT,” kata Nomleni.
Sebagai koordinator guru honorer lulus P1 2021, Nomleni dipercaya pemerintah untuk mengikuti setiap tahapan pemberkasan 1.298 guru honor tersebut. Di lain sisi, anggota DPR I daerah pemilihan NTT yang membidangi masalah pendidikan, Anita Gah, pun terus mengawal proses pengangkatan para guru honorer ini menjadi guru PPPK.
Ia membenarkan informasi awal yang diterima dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bahwa 11 September 2023, 1.298 guru honor lulus P1 2021 akan diumumkan. Lengkap dengan penyampaian NIP dan penempatan wilayah kerja. ”Urusan birokrasi tidak mudah seperti dibayangkan. Apalagi, harus memberkas data sejumlah 1.298 orang guru. Belum termasuk tenaga PPPK di sektor lain,” katanya.
Terpenting, menurut Nomleni, para guru lulus P1 2021 itu sudah jelas diangkat menjadi tenaga guru PPPK. Melalui WA grup guru honorer pun sudah diberitakan kabar pengangkatan itu. Dengan jaminan kepastian itu, mereka tidak lagi melakukan aksi protes menuntut hak pengangkatan menjadi PPPK.
Ia memprediksi, pengumuman, penyerahan SK, lengkap dengan NIP dan penempatan kerja dilaksanakan pada Januari 2024. ”Tetapi lebih bagus lagi kalau diumumkan menjelang hari Natal 2023 sebagai hadiah para guru honorer yang sudah puluhan tahun bekerja,” katanya.
Sebanyak 1.298 tenaga honor lulus P1 2021 itu sudah mengabdi antara 10 dan 30 tahun. Bahkan, beberapa di antara mereka ada yang hanya menikmati pekerjaan sebagai guru PPPK sampai 3 tahun. Juga beberapa di antara mereka sudah punya cucu. Nomleni sendiri sudah 16 tahun mengajar sebagai guru honorer.
Alexander Sean Jemat, koordinator guru honor lulus P1 2021 wilayah Manggarai, mengatakan sangat bersyukur atas pengangkatan ini. Meski belum ada SK ditangan, semua data sudah diakomodasi Kementerian Pendidikan.
”Kami tinggal menunggu pembukaan portal dari BKN pusat. Masih proses verifikasi dan validasi data-data guru honorer dari seluruh Indonesia. Khusus NTT, semua data itu sudah masuk di kementerian, terutama guru honorer lulus P1 2021,” tutur Alexander.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Alor Ferdy Isak mengatakan, kabupaten Alor mendapat alokasi guru PPPK tingkat SD dan SMP tahun 2023 sebanyak 713 orang, dengan rincian tingkat SMP sebanyak 321 dan SD 392 orang. Mereka akan ditempatkan di sekolah-sekolah negeri yang masih kekurangan guru.
Guru-guru honorer yang selama ini mengajar di sekolah swasta, kemudian diangkat menjadi guru PPPK, akan ditarik ke sekolah negeri. Ini sesuai keputusan pemerintah pusat. Sekolah swasta bisa mendapatkan guru negeri setelah sekolah pemerintah kecukupan guru PPPK.
Sekretaris Majelis Pendidikan Katolik Keuskupan Agung Kupang Bone Kia mengatakan, sebelum masa kemerdekaan RI, pendidikan di NTT dinakhodai misi Katolik dan Kristen. Pada 1930-an, sudah ada sejumlah sekolah swasta di Flores, Timor, dan Sumba. Bahkan, sampai tahun 1990-an, lembaga pendidikan swasta masih mendominasi.
Baik swasta maupun negeri sama-sama berjuang mencerdaskan anak-anak bangsa ini.
Memasuki tahun 2000-an diskriminasi terhadap sekolah swasta mulai terasa. Pemerintah mengalokasikan anggaran dalam jumlah besar bagi sekolah-sekolah negeri. Membangun gedung, mengadakan sarana dan prasarana gedung, dan fasilitas pendukung lain, sementara pendidikan swasta diabaikan.
”Puncak dari semua itu adalah kebijakan pemerintah menarik guru-guru negeri dari sekolah swasta sekitar lima tahun silam. Penarikan itu dengan alasan untuk mengisi kekurangan tenaga guru di sekolah-sekolah negeri. Padahal, mereka itu sangat dibutuhkan di sekolah swasta,” kata Bone.
Calon guru PPPK sebelumnya adalah guru yayasan, mengajar di sekolah swasta. Oleh yayasan, mereka dididik dengan disiplin tinggi, berintegritas, menguasai bidang pengetahuan yang ditekuni, dan bertanggung jawab atas semua tugas yang dipercayakan.
Majelis Pendidikan Katolik membawahkan lebih dari 100 lembaga pendidikan, yang dikelola yayasan pendidikan di bawah Keuskupan Agung Kupang, kongregasi Katolik, dan awam Katolik. Belum termasuk yayasan pendidikan swasta lain di bawah Gereja Kristen Masehi Injili di Timor, yayasan pendidikan Islam, dan yayasan pendidikan Hindu dan Buddha. Sekolah-sekolah swasta ini tengah mengalami masalah, terkait penarikan guru negeri ini.
”Baik swasta maupun negeri, sama-sama berjuang mencerdaskan anak-anak bangsa ini. Jumlah sekolah swasta dan sekolah negeri di NTT hampir seimbang, bahkan di beberapa kabupaten, sekolah swasta jauh lebih dominan dibandingkan sekolah negeri. Akan tetapi, belakangan dengan sejumlah kebijakan yang seakan mendiskriminasikan swasta, minat masyarakat terhadap swasta terus menurun,” paparnya.