PGI Berharap IKN Tidak Menyisihkan Masyarakat Adat
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia atau PGI mendukung pemindahan IKN. Kendati demikian, PGI meminta pembangunan IKN tidak menyisihkan masyarakat adat ataupun masyarakat yang lebih dulu tinggal.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia atau PGI meminta pembangunan Ibu Kota Nusantara atau IKN tidak menyisihkan masyarakat adat ataupun masyarakat yang lebih dulu tinggal. Megaproyek ini juga diharapkan bisa memberikan kedamaian bagi masyarakat sekaligus menyokong kebebasan beragama dan beribadah.
Anggota Majelis Pekerja Harian (MPH) PGI, Pendeta Bambang Widjaja, mengatakan, Kalimantan Timur, yang beberapa hektar (ha) lahannya ditetapkan menjadi IKN adalah daerah yang penghuninya majemuk. Sudah puluhan, bahkan ratusan, tahun masyarakat tinggal berdampingan dan menjalin hubungan di Kaltim.
”Sehingga keberadaan IKN benar-benar mencerminkan budaya Nusantara kita. Majemuk dan kasih persaudaraan. Walaupun merupakan ibukota negara, bukan berarti dengan demikian keberadaan IKN menyisihkan masyarakat adat, seperti masyarakat adat Dayak, masyarakat adat Paser, Kutai, Tidung, Banjar, dan kelompok adat lain,” kata Bambang di Balikpapan, Kaltim, Selasa (31/1/2023).
Bambang mengatakan hal itu di sela-sela kegiatan Sidang Majelis Pekerja Lengkap PGI 2023 yang dilaksanakan di Balikpapan pada 27-31 Januari. Kegiatan tersebut bertajuk ”Spiritualitas Keugaharian: Mewujudkan Masyarakat Majemuk yang Adil, Damai, dan Makmur dengan Kasih Persaudaraan”. Bernuansa dayak, sidang ini dihadiri perwakilan PGI dari seluruh Indonesia.
Bambang mengajak seluruh masyarakat dan pemerintah bersama-sama menjaga persaudaraan dalam perbedaan di masyarakat. Menurut dia, hanya dengan hidup berdampingan, saling menjaga, dan saling menghargai bisa tumbuh perdamaian dan kemakmuran warga.
Ia mencontohkan, di Pulau Kalimantan terdapat rumah adat suku Dayak, yakni rumah betang yang banyak ditemui di Kalimantan Tengah. Filosofi rumah betang, kata Bambang, merupakan tempat yang menjunjung kesetaraan, kekeluargaan, dan kerukunan.
Sebab, salah satu fungsi rumah betang adalah tempat berkumpul untuk membahas persoalan warga dengan bermusyawarah. Nilai-nilai luhur yang sudah eksis sejak lama di Kalimantan itu, kata Bambang, perlu dirawat bersama. Ia juga berharap seluruh umat menjaga nilai-nilai itu di tahun politik pada 2024.
Dukung pembangunan
Sementara itu, Ketua Umum PGI Pendeta Gomar Gultom menyatakan, pihaknya mendukung pembangunan IKN. Ia berharap pemindahan ibu kota ke Kalimantan bisa mempercepat pembangunan, yang selama ini terpusat di Pulau Jawa, menjadi lebih merata ke wilayah timur Indonesia. Dalam konteks pembangunan di IKN, ia meminta pemerintah belajar dari pembangunan-pembangunan sebelumnya.
”Kita belajar dari pembangunan dari beberapa tempat, misalnya Kedung Ombo. Atas nama pembangunan, banyak rakyat yang dikorbankan. Kalau mau dikorbankan, yang berkorban mestinya mereka yang kuat, yang kaya. Itu yang seharusnya berkorban demi pembangunan ini,” ujar Gomar.
Selain itu, PGI berharap pemerintah bisa menjamin masyarakat dalam kebebasan beragama dan beribadah. Gomar menyatakan, hal ini perlu menjadi perhatian bersama bagi pemerintah ataupun Kementerian Agama agar benar-benar terlaksana di lapangan, baik di IKN kelak maupun di seluruh Indonesia.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama Jeane Marie Tulung hadir dalam pembukaan kegiatan PGI. Dalam kesempatan itu, ia sepakat untuk menjaga persatuan umat beragama di Indonesia. Hal itu akan menjadi catatan agar pemerintah benar-benar memastikan kebebasan beragama dan beribadah.
”Kita menyadari adanya perbedaan dan keberagaman. Di saat bersamaan, kita menyadari pula bahwa justru berbeda dan beragam itu penting untuk menyatu dan bersatu,” katanya.