Pasar Hewan Tutup, Peternak Aceh Besar Terjepit
Penyebaran virus PMK di Aceh meluas. Pemerintah menutup pasar hewan, tetappi imbasnya ekonomi peternak limbung.
Cek Drih (50) duduk termangu di atas kap mobil bak terbuka di luar kompleks Pasar Hewan Sibreh, Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Rabu (15/6/2022). Telah empat kali Rabu, Cek Drih tidak membawa sapi ke pasar itu.
Sudah lebih dari sebulan Pasar Hewan Sibreh ditutup. Kini, pasar hewan terbesar di Aceh itu sepi. Pemerintah menutup pasar hewan untuk mencegah penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK).
Biasanya setiap hari Rabu, pasar itu ramai. Transaksi jual beli ternak dalam sehari mencapai ratusan ekor. Perputaran uang setiap Rabu diperkirakan mencapai ratusan juta.
”Ekonomi susah sekali sekarang, seharusnya pemerintah mencari solusi,” kata Cek Drih.
Penutupan pasar hewan itu berimbas pada pendapatan peternak dan pedagang. Cek Drih selain sebagai peternak juga pedagang sapi.
Baca juga: PMK Belum Terkendali, Stok Daging ”Meugang” di Aceh Tercukupi
Untuk kebutuhan keuangan jangka panjang, dia memelihara beberapa ekor sapi dan menjual saat musim tertentu. Sementara untuk pendapatan mingguan dia membeli sapi dari peternak kemudian menjual kembali ke pembeli.
”Dalam satu ekor untung Rp 1 juta. Kalau seminggu, bisa kita jual tiga ekor ada Rp 3 juta,” kata Cek Drih.
Dia telah menjadi penjual sapi sejak 1998. Jauh sebelum Cek Drih menjalani bisnis itu, Pasar Hewan Sibreh telah menjadi pusat jual beli hewan ternak di Aceh.
Para pedagang daging atau warga yang butuh daging untuk hajatan biasanya membeli di Pasar Hewan Sibreh.
Seharusnya dibuat aturan. Periksa semua sapi yang masuk ke pasar ini. Kalau sehat, boleh masuk,
Namun, hari itu, belasan mobil bak terbuka yang dipakai untuk mengangkut sapi diparkir di luar kompleks pasar. Sebuah spanduk berisi pengumuman penutupan pasar terpasang di pagar besi.
Kandang terbuka yang biasa dipakai untuk mengikat sapi kosong melompong. Mereka membiarkan sapi berada di mobil. Sambil menunggu pembeli mereka duduk di pagar besi. Mencoba membuang bosan dengan mengobrol sesama.
”Sampai kapan begini. Kalau pasar terus ditutup, kami tidak ada pendapatan, sementara Lebaran dan tahun ajaran baru di depan mata,” ujar Cek Drih.
Biasanya menjelang Idul Adha, aktivitas jual beli hewan untuk kurban di Pasar Hewan Sibreh sangat ramai. Idul Adha adalah musim yang ditunggu-tunggu oleh peternak. Sapi, kerbau, atau kambing yang dirawat sudah saatnya dijual.
Namun, kini kondisinya benar-benar menyedihkan. PMK merebut harapan peternak. PMK menjadi momok paling menakutkan. Ternak yang terpapar PMK akan kehilangan nafsu makan. Jika tidak dirawat dengan tepat, berujung pada kematian.
Virus PMK menyebar cepat. Aceh Besar kini berstatus zona merah penyebaran PMK. Sebanyak 2.700 sapi dilaporkan telah terpapar. Setiap hari kasus meningkat. Karena alasan itu pula pemerintah menutup pasar hewan.
Baca juga: Ancaman Senyap Penyakit Mulut dan Kuku
Penutupan pasar hewan berimbas pada peternak. Mereka tidak bisa menjual ternaknya dengan lancar. Akhirnya terpaksa menunggu pembeli datang ke kandang.
”Seharusnya dibuat aturan. Periksa semua sapi yang masuk ke pasar ini. Kalau sehat, boleh masuk,” ujar Cek Drih.
Namun, tidak semua peternak mau membawa sapinya ke pasar. Muhammad Jarizal (36), warga Montasik, Aceh Besar, misalnya, dia tidak mau membawa sapinya ke pasar karena takut terpapar PMK.
Dia memiliki empat sapi dan semuanya dikandangkan. Jarizal pernah melihat sapi milik temannya yang mati karena PMK. Oleh karena itu, baginya lebih baik mengurung sapi di kandang.
”Satu ekor sudah ada yang pesan. Sisanya belum laku. Lebih baik saya rawat dulu daripada keluar kandang,” kata Jarizal.
Menurut Jarizal, keuntungan dari penjualan sapi lumayan besar. Dia mencontohkan, jika sapi dibeli dengan harga Rp 12 juta, setelah dipelihara empat bulan dapat dijual Rp 16 juta. Satu ekor bisa memperoleh keuntungan Rp 4 juta. ”Tetapi kalau pelihara jangan satu ekor karena waktu yang kita habiskan untuk merawat sama dengan lima ekor," kata Jarizal.
Jarizal berharap pemerintah segera menemukan solusi untuk penanggulangan wabah PMK. ”Menutup pasar mungkin itu jangka pendek, tetapi sampai kapan peternak menanti solusi jangka panjang," kata Jarizal.
Baca juga: Nasib Perih Peternak Sapi Perah Jabar Dihajar Penyakit Mulut dan Kuku
Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian Aceh Besar Firdaus menyebutkan, pihaknya belum punya solusi konkret dalam menanggulangi PMK. Vaksin PMK belum diproduksi. ”Penyebaran sangat cepat. Harus diakui pemerintah tidak siap, panik. Muncul sangat tiba-tiba,” kata Firdaus.
Firdaus menuturkan, penutupan pasar hewan harus dilakukan agar penyebaran tidak semakin meluas. Sebab, jika sudah menyebar luas, akan lebih sulit untuk ditangani.
Upaya lain, kata Firdaus, adalah dengan memberikan antibiotik dan vitamin untuk ternak yang terpapar. Firdaus berharap petani tidak melepaskan ternak dan merawat dengan baik ternak yang terpapar.
”Persentase sembuh tinggi, tetapi penyebaran juga sangat cepat,” kata Firdaus.
Pada 2 Juni 2022, jumlah yang terpapar 1.500 ekor dan pada 10 Juni telah menjadi 2.773 ekor. Firdaus memperkirakan jumlah yang terpapar lebih banyak daripada yang tercatat.
”Penyebaran virus ini sangat cepat, mengerikan. Kami tidak siap antisipasi karena virusnya hadir sangat tiba-tiba,” kata Firdaus.
Firdaus memprediksi jumlah ternak yang terpapar akan terus bertambah karena hingga kini belum ada vaksin PMK. Upaya yang dilakukan hanya dengan memberikan vitamin, antibiotik, dan perawatan kandang. ”Saya khawatir, saat vaksin selesai diproduksi, ternak kita telah terpapar semua,” ujarnya.
Baca juga: PMK dan Kesehatan Hewan
Sebelumnya, Kepala Dinas Peternakan Aceh Rahmandi mengatakan, penutupan pasar hewan dilakukan di beberapa kabupaten yang masuk zona merah. Pemerintah juga mengawasi ketat perpindahan ternak antarkabupaten.
Kebijakan tersebut terpaksa diambil untuk memutus mata rantai penyebaran PMK. ”Sapi tersebut harus dilengkapi dengan surat keterangan sehat dari dokter hewan setempat,” ujar Rahmandi.
Rahmandi menambahkan, saat ini ternak yang akan dipotong pada hari Meugang, sehari sebelum memasuki bulan puasa dan saat Idul Adha, mulai dikarantina oleh petani. Hal itu dilakukan untuk mencegah ternak dari paparan PMK.
Akan tetapi, tak semua peternak dan pedagang bisa melakukan karantina karena berbagai sebab, termasuk tingginya biaya perawatan. Menjual langsung di pasar masih dinilai menguntungkan meskipun kini hal itu tak memungkinkan. Rasanya bingung dan terjepit seperti yang dirasakan Cek Drih.
Baca juga: Cegah PMK, Malang Gencarkan Edukasi Peternak