Kita dorong Kementerian Dalam Negeri untuk segera merevisi aturan tentang pembagian urusan wajib dan urusan pilihan pemda. Meski kementeriannya tetap di Kementan, urusan kesehatan hewan diubah dari pilihan jadi wajib.
Oleh
drh Iwan Berri Prima
·3 menit baca
Penyakit mulut dan kuku, atau PMK, pada hewan ternak sapi, kerbau, domba, kambing, dan babi muncul kembali di Indonesia. Menteri Pertanian menyatakan sebagai wabah pada 9 Mei 2022 dan kasusnya masih meluas. Terdeteksi hampir di semua pulau besar di Indonesia (Kompas, 15/5/2022).
Apresiasi patut disampaikan kepada Presiden Joko Widodo yang telah meminta pihak kepolisian dan Kementerian Pertanian (Kementan) mengupayakan berbagai pencegahan, termasuk memperketat lalu lintas hewan.
Meski demikian, karena urusan kesehatan hewan masih merupakan pilihan bagi pemerintah daerah, tanggapan setiap daerah berbeda. Terutama tentang otoritas pengambil keputusan tertinggi teknis kesehatan hewan.
Berdasarkan data dari Direktorat Kesehatan Hewan Kementan, hingga 13 Mei 2022, pejabat otoritas veteriner (POV) di tingkat kabupaten/kota hanya terdapat di 59 kabupaten/kota, hanya 11,47 persen dari 514 kabupaten/ kota di Indonesia. Masih banyak daerah belum memiliki POV. Padahal, POV merupakan amanah dari UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang telah direvisi dengan UU Nomor 41 Tahun 2014.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2017, Otoritas Veteriner berfungsi strategis, yakni sebagai pelaksana pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, pelaksana perlindungan hewan dan lingkungannya, pelaksana penyidikan dan pengamatan penyakit hewan, dan sebagainya.
Jika POV saja tidak ada, bagaimana upaya pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan akan optimal?
Oleh sebab itu, kita patut mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk segera merevisi aturan yang mengatur pembagian urusan wajib dan urusan pilihan pemda. Meski kementeriannya tetap di Kementan, urusan kesehatan hewan diubah dari pilihan menjadi wajib.
Terlebih kedokteran hewan sejak 2017 telah dimasukkan dalam rumpun ilmu kesehatan bersama kedokteran, kedokteran gigi, apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya. Rumpun ilmu kesehatan ini wajib bagi pemda.
Selain PMK, banyak penyakit hewan lain yang dapat berdampak luas dan mengancam ketahanan nasional, seperti rabies, antraks, dan flu burung.
drh Iwan Berri PrimaPejabat Otoritas Veteriner, Jl Nusantara, Bintan, Kepri
Peternak dan PMK
Menko PMK menyerahkan lentera berisi api abadi Mrapen kepada Gubernur Jawa tengah Ganjar Pranowo.
Peternak tak berdaya menghadapi penyakit mulut dan kuku. Penyakit yang mewabah lagi di Indonesia adalah kerugian besar.
Biaya mengeradikasi PMK masa lalu menghabiskan ratusan miliar rupiah. Perlu waktu 100 tahun bagi Indonesia untuk membebaskan diri dari PMK, hingga akhirnya muncul pengakuan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties/OIE) pada 1990.
Dari kacamata peternak, penyakit adalah sesuatu yang biasa terjadi. Akan tetapi, penyakit yang sedang ramai diperbincangkan akan menimbulkan kekhawatiran.
Ternak adalah tabungan peternak. Di kala kondisi kesulitan ekonomi, biasanya peternak menjual ternaknya. Begitu juga ketika ada kekhawatiran yang menimbulkan kepanikan. Agar tidak rugi, peternak akan menjual ternaknya dengan harga murah.
Masuknya PMK yang berdekatan dengan Idul Adha juga perlu mendapat perhatian serius. Momen ini biasanya dimanfaatkan peternak, khususnya sapi, untuk menjual sapi yang telah digemukkan beberapa bulan sebelumnya.
Virus penyebab PMK dapat menular melalui udara atau liur hewan terinfeksi dengan perantara pakan dan bahan pangan. Maka, salah satu pencegahannya adalah menghentikan lalu lintas ternak serta produk pertanian mentah dan olahan antarkabupaten/kota. Perlu dibuat pos-pos pemeriksaan lalu lintas hewan ternak serta produk pertanian mentah dan olahan.
drh Richard Alfonsus Saroha SitumorangSekretaris PDHI Kalimantan Utara, Griya Persemaian, Tarakan, Kalimantan Utara