Diam-diam virus penyebab penyakit mulut dan kuku terus menyebar luas. Selain menjangkiti hewan ternak, keberadaannya mengancam sumber penghidupan peternak. Upaya pengendaliannya tak bisa ditempuh dengan cara biasa lagi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·6 menit baca
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Peternak menyemprot kuku sapi yang melepuh dengan antiseptik setelah terjangkit penyakit mulut dan kuku di Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara Jumat (3/6/2022). Para peternak merugi dan tidak mendapat bantuan pemerintah.
Diam-diam, penyakit mulut dan kuku atau PMK yang menyerang hewan berkuku belah, seperti sapi, kambing, dan domba, terus meluas. Pusat Krisis Penanganan dan Pengendalian PMK Kementerian Pertanian mencatat, per 6 Juni 2022, sedikitnya 81.880 ekor ternak di 163 kota/kabupaten di 18 provinsi dilaporkan sakit.
Jumlah itu jauh berlipat dibandingkan situasi akhir April 2022 ketika kasus pertama dilaporkan terjadi di dua provinsi, yakni Jawa Timur dan Aceh. Virus terus menyebar semakin masif.
Sejak awal kasus dilaporkan di Jawa Timur, pemerintah sebenarnya langsung merespons. Sejumlah surat edaran dikeluarkan oleh menteri, gubernur, dan bupati/wali kota. Mereka juga turun ke peternakan-peternakan guna mengecek kesehatan hewan. Namun, virus terus menular dan kasus-kasus baru PMK dilaporkan di wilayah yang semakin luas.
Dosen Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis IPB University, Denny Widaya Lukman, berpendapat, PMK memang tidak memiliki dampak pada kesehatan manusia lantaran PMK merupakan penyakit hewan murni. Namun, kecepatan penularan dan penyebaran virus membuatnya tidak bisa dianggap remeh.
”Bayangkan, dari data yang saya dapat, selama empat hari saja, 21-24 Mei 2022, ada kenaikan kasus (kumulatif nasional) dari 17.000 ekor menjadi 27.000 ekor. Ini ditambah lagi ketidakpahaman para pedagang, jagal, dan blantik hewan karena ini memang momen mereka berjualan menjelang Hari Raya Idul Adha. Idealnya ada satu komando dari pemerintah pusat,” katanya.
Menurut Denny, sapi perah merupakan hewan paling sensitif terhadap PMK. Gejala biasanya muncul 3-4 hari setelah sapi tertular virus. Padahal, secara umum gejala baru muncul 1-14 hari. Ia mencontohkan ratusan sapi perah di Jawa Barat yang seketika tertular virus dari pemasukan sapi potong. Pemahaman bersama guna menekan laju penularan virus dinilai mesti ditingkatkan lebih baik.
WWW.WOAH.ORG.
Tangkapan layar sebaran PMK di pada situs www.woah.org atau Organisasi Kesehatan Hewan Dunia.
Apalagi, pada kambing dan domba, gejala PMK sangat jarang terlihat. ”Kalau pada Covid-19 itu ada orang tanpa gejala (OTG), pada PMK ada hewan tanpa gejala, yakni pada kambing domba. Jadi, sebenarnya membawa virus dan bisa menularkan, seperti dari air liur dan kotoran. Pada kambing dan domba ini, dokter hewan pun bisa terkecoh,” lanjut Denny.
Kini, nasi sudah menjadi bubur. Denny mengatakan, masuknya PMK kembali ke Indonesia setelah bebas PMK tahun 1983 dan diakui sebagai negara bebas PMK oleh World Organisation for Animal Health atau WOAH (dulu Office International des Epizooties/OIE) tahun 1990, jadi pembelajaran bagi semua pihak.
Menurut dia, penyebaran penyakit hewan di mana pun kerap kali terkait dengan perdagangan, sementara untuk menutup perdagangan itu sendiri kini tidak mungkin. Satu hal yang pasti, pengetatan kewaspadaan menjadi catatan berharga bagi semua pihak.
Ia menambahkan, hal terpenting saat ini dan ke depan adalah terus berupaya memerangi PMK. Hal lain yang penting diperhatikan adalah biosekuriti atau ketahanan dari penularan penyakit hewan.
”Pemerintah juga sudah fokus untuk menyediakan vaksin. Selain impor untuk kebutuhan darurat, vaksin juga diproduksi di Pusvetma (Pusat Veteriner Farma) Surabaya, Jawa Timur. Saya yakin karena di sana sudah modern dan terbiasa dengan teknologi baru,” jelasnya.
Dalam rapat dengan Komisi IV DPR, di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (2/6/2022), Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pihaknya berkomitmen memproduksi vaksin sendiri selama 2-3 bulan. Sementara untuk keperluan darurat, vaksin direncanakan bakal dipenuhi melalui impor dari Perancis sebanyak 3 juta dosis. Rinciannya, pada tahap awal 1 juta dosis dan ditargetkan sudah dapat diberikan ke ternak sebelum Idul Adha.
Ternak sapi di Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara tampak lemas dan mengeluarkan air liur setelah terjangkit penyakit mulut dan kuku, Jumat (3/6/2022). Para peternak merugi dan tidak mendapat bantuan pemerintah.
Dosen Departemen Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang, Daud Samsudewa, berpendapat, prosedur standar operasi (SOP) penting diterapkan menjelang Idul Adha. Perpindahan hewan kurban dari satu daerah ke daerah lain berpotensi menyebabkan penularan virus antarternak. Demikian pula di kandang atau tempat penjualan hewan.
Daud mengemukakan, biosekuriti petugas inseminasi buatan dan pemeriksa kebuntingan ternak dilakukan, antara lain, dengan mencuci tangan, mengeringkan tangan, menerapkan SOP seragam, disinfeksi alat, penyiapan kantong limbah, pemusnahan limbah, dan sterilisasi peralatan. Hal-hal tersebut juga perlu diedukasi kepada peternak.
”Itu harus dilakukan sesegera mungkin dan tidak hanya untuk daerah yang kena wabah, tetapi juga di daerah yang masih hijau. Sebab, penularan PMK ini sangat cepat. Jadi, biosekuriti harus terus diedukasikan,” kata Daud.
Dinilai kecil
Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Kamis (2/6/2022), Syahrul mengakui, sebaran PMK memang bertambah dan secara kumulatif telah menjangkiti 40.000 hewan ternak di 17 provinsi. Namun, menurut dia, angka tersebut relatif kecil jika dibandingkan dengan total populasi yang sekitar 30 juta ekor. Angka kesembuhan pun disebutnya tinggi.
Syahrul mengungkap alasan tidak jorjoran terkait penanganan dan pengendalian PMK. ”Kalau sekarang kami tidak jorjoran dengan publik, (karena) kami takut ini akan menjadi konsumsi yang negatif bagi peternak kita yang sebenarnya masih sangat oke. Masih bisa jalan. Yang agak naik intensitas adalah di Jawa, tetapi di luar Jawa kelihatannya makin surut,” ujarnya.
Akan tetapi, dalam rapat itu, sejumlah anggota Komisi IV DPR mengkritik pendekatan penanganan dan pengendalian PMK oleh Kementerian Pertanian. Pemerintah diminta tidak hanya melihat dari sisi mortalitas (kematian) yang rendah atau kesembuhan tinggi, tetapi juga bagaimana langkah konkret pencegahan agar PMK tidak semakin meluas. Sebab, dampak PMK luar biasa.
”Mendengar penjelasan Pak Menteri (Syahrul), saya simpulkan, bagi Kementerian Pertanian, PMK ini tidak penting atau sederhana. Namun, perlu melihat PMK ini tak semata dari aspek mortalitasnya, tetapi melihat dampaknya yang multidimensional. Kalau menurut Pak Menteri 40.000 (ekor) itu kecil, menurut saya besar karena dari sifat PMK yang air borne disease (menular via udara)," ujar anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PDI-P, Yohanis Fransiskus Lema.
Syahrul membantah bahwa pihaknya menyederhanakan PMK. Menurut dia, jajaran Kementerian Pertanian serius dalam menangani PMK. Ia juga menjamin ternak dari daerah-daerah hijau bisa keluar untuk keperluan Idul Adha. Sementara dari daerah-daerah wabah, ia memastikan akan memperketat lalu lintas serta menjamin produksi.
Dalam rapat itu, Komisi IV DPR juga menyoroti kunjungan rombongan Kementerian Pertanian ke Brasil, beberapa waktu lalu, dalam rangka bekerja sama terkait pengalaman menangani PMK. Padahal, Brasil sendiri tidak bebas PMK secara negara, tetapi secara zona. Sejumlah anggota Komisi IV DPR menilai Kementerian Pertanian seharusnya belajar dari negara yang sudah bebas PMK secara negara, salah satunya Australia.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pemeriksa kesehatan hewan dari Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) memeriksa sapi di peternakan milik Pak Jaelani atau Pak Eeng di Jalan Pulokambing II, Kawasan Industri Pulogadung, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (12/5/2022).
Terkait itu, Komisi IV DPR meminta pemerintah serius menanggulangi wabah, termasuk agar melaporkan situasi riil di lapangan sehingga diharapkan ada penetapan situasi darurat di tingkat nasional.
Menurut data Pusat Krisis Penanganan dan Pengendalian PMK Kementerian Pertanian, per 6 Juni 2022, terdapat 81.880 hewan yang dinyatakan sakit. Dari jumlah hewan sakit itu, sebanyak 28.538 ekor dilaporkan telah sembuh, 607 ekor dipotong bersyarat, 524 ekor mati, dan 52.211 ekor belum sembuh. Kasus terdeteksi di 163 kabupaten/kota di 18 provinsi.
Dalam senyap, virus PMK mengancam ternak dan sumber penghidupan peternak. Upaya pengendalian tidak bisa ditempuh dengan cara-cara biasa lagi.