Pemkab Malang mengedukasi peternak untuk menghindari penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK).
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Meski di tengah pandemi, pedagang hewan kurban dadakan mulai bermunculan di Malang, Jawa Timur, seperti yang terlihat di Jalan Terusan Danau Kerinci, yang ada di perbatasan Kota-Kabupaten Malang, Minggu (11/7/2021).
MALANG, KOMPAS — Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang, Jawa Timur, mengedukasi peternak untuk tidak memasukkan ternak dari daerah terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK). Begitu pula sebaliknya, mereka tidak memasukkan ternak ke daerah terjangkit.
Sejauh ini ada 115 sapi yang dilaporkan terindikasi (suspek) penyakit hewan itu di tiga kecamatan di Kabupaten Malang, yakni Ngantang, Singosari, dan Wajak. Namun, ternak tersebut sembuh setelah diberi antibiotik dan vitamin. Belum bisa dipastikan dari mana sumber penularan berasal.
”Kalau soal konfirmasi (positif atau negatif), yang menyatakan pusat veteriner peternakan. Kami tidak punya laboratorium. Cuma, kalau terindikasi, suspek, ada di wilayah Kabupaten Malang,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kabupaten Malang Nurcahyo, Rabu (11/5/2022).
Nurcahyo tidak merinci jenis sapi yang dilaporkan terindikasi itu. Namun, untuk wilayah Ngantang, kebanyakan sapi perah. Ternak-ternak suspek tersebut akhirnya sembuh 5-6 hari setelah diberikan antibiotik. ”Jadi, begitu terindikasi sakit, langsung diberi obat,” ujarnya.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Aktivitas jual beli sapi di Pasar Hewan Singosari, Kabupaten Malang, Jatim, Senin (20/07/2020).
Menurut Nurcahyo, sejak PMK ditemukan di empat daerah di Jatim, Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan Kepala Polda Jawa Timur Inspektur Jenderal Nico Afinta telah menyelenggarakan rapat koordinasi yang berisi pembatasan lalu lintas ternak dari daerah terjangkit.
DPKH Kabupaten Malang pun menindaklanjuti dengan melakukan pemantauan di tingkat kecamatan sampai ke desa. Petugas turun ke lapangan bersama pihak kepolisian guna memberikan edukasi cara yang benar mencegah PMK, termasuk memberikan biosekuriti dan membatasi orang yang masuk ke kandang.
Malang merupakan salah satu daerah penghasil ternak di Jawa Timur. Jumlah populasi sapi potong di daerah ini mencapai 247.000 ekor dan sapi perah 86.000 ekor. Adapun rata-rata jumlah sapi yang dipotong per hari 40-50 ekor.
Sejauh ini, kata Nurcahyo, belum ada dampak dari isu PMK terhadap jumlah ternak yang dipotong di wilayahnya. Meski begitu, pihaknya berusaha menjamin ketersediaan daging di pasaran dengan cara mengharuskan jagal memotong ternak di rumah potong hewan (RPH) guna memastikan kesehatan hewan.
”Sehingga ada kontrol dari petugas terkait kesehatan hewan. Kalau sudah dikontrol aman, tidak ada masalah. Misalnya, ditemukan ada indikasi PMK, maka ada langkah untuk menjamin kesehatan daging. Kalau ada posisi (infeksi) di mulut dan kaki, harus dimusnahkan. Kalau daging yang lain bisa dikonsumsi,” ujarnya.
DPKH Kabupaten Malang pun berharap masalah ini bisa segera tertangani sehingga suplai ternak bisa tercukupi, termasuk untuk kebutuhan pengiriman antardaerah. Apalagi, permintaan akan meningkat saat Idul Adha pada Juli nanti.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kota Batu Sugeng Pramono mengatakan, pihaknya telah mengirim sampel dari 33 sapi yang terindikasi PMK ke Balai Besar Veteriner Yogyakarta di Wates, DI Yogyakarta. Hasil penelitian laboratorium baru keluar Kamis (12/5/2022).
Menurut Sugeng, pihaknya baru menerima laporan dari peternak di Desa Sumbergondo pada 6 Mei lalu. Setelah itu, pada 7 Mei petugas turun ke lapangan dan pada 9 Mei mengirimkan sampel tersebut ke Balai Veteriner. Selain memberikan vitamin dan antibiotik, DPKP Batu juga melakukan pelacakan, melokalisasi kandang, dan mendirikan posko pelaporan di Desa Sumbergondo. ”Kami mengimbau peternak tidak mengirim dan menerima ternak dari luar daerah guna meminimalisasi penyebaran,” katanya.