Nasib Perih Peternak Sapi Perah Jabar Dihajar Penyakit Mulut dan Kuku
Penyakit mulut dan kuku membuat peternak sapi perah di Jawa Barat, bernasib perih. Tanpa upaya penyelamatan, penyakit menular mematikan masa depan.

Suasana sebuah kandang sapi di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Selasa (17/5/2022). Hingga kini, petugas menemukan tujuh sapi yang mengalami penyakit mulut dan kuku. Selain mengisolasi ternak itu, Dinas Perikanan dan Peternakan Kuningan juga akan membagikan vitamin untuk hewan tersebut.
Penyakit mulut dan kuku membuat peternak sapi perah di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, bernasib perih. Penghasilan mereka menurun drastis, sedangkan ongkos perawatan melonjak. Tanpa upaya penyelamatan, penyakit menular tersebut mengancam produksi susu nasional.
Petrus Wigarna (63) kerap tertunduk saat menghadiri pertemuan dengan Dinas Perikanan dan Peternakan Kuningan di Kantor Koperasi Serba Usaha Karya Nugraha Jaya, Kelurahan Cigugur, Kamis (2/6/2022). Kegiatan itu untuk membahas wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).
Menurut rencana, rapat itu akan dihadiri langsung Bupati Kuningan Acep Purnama. Selain menyerahkan obat-obatan dan vitamin, Acep dijadwalkan juga berdiskusi dengan perwakilan peternak. Akan tetapi, setelah lebih dua jam, bupati batal berkunjung karena ada agenda lainnya.
”Saya ke sini cari solusi untuk ternak yang kena PMK,” harap Petrus.
Dari 11 sapi perah miliknya, 7 ekor di antaranya mengalami PMK dalam dua pekan terakhir. Mulanya, Minggu (22/5/2022), hanya ada satu sapi yang terpapar. Lalu, bertambah menjadi dua, tiga, hingga tujuh ekor.
”Awalnya, yang kena sapi keponakan saya. Kandangnya berdekatan, hanya sekitar 7 meter,” ucapnya.
Penularan tersebut tampak pada mulut sapi yang berbusa dan luka. Ada juga borok di kuku kaki ternak. Sapi Petrus pun enggan makan dan lemas. Bahkan, beberapa sapi sulit berdiri.
Baca juga : Cegah Penurunan Produktivitas hingga Jaga Plasma Nutfah Indonesia

Warga menyemprotkan cairan disinfektan ke mobil pengangkut pakan sapi di Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Kamis (2/6/2022). Upaya itu untuk mengurangi potensi penularan penyakit mulut dan kuku pada ternak. Hingga kini tercatat 323 kasus PMK di Kuningan, sebanyak 264 ekor di antaranya berada di Cigugur.
Akibat PMK, produksi susu sapi Petrus terjun bebas. Dalam kondisi normal, seekor sapinya bisa menghasilkan 15-20 liter susu per hari. Akan tetapi, sapi yang sakit kini hanya mampu mengucurkan 4-5 liter susu per hari. Peternak biasanya memerah sapi setiap pagi dan sore.
Jika biasanya Petrus mampu meraup hingga Rp 120.000 per hari untuk seekor sapi, kini pendapatannya anjlok hanya Rp 30.000 dari seekor sapi. ”Produksi susu menurun, otomatis penghasilan juga turun. Kalau dikaitkan dampak Covid-19, lebih parah sekarang,” ungkap bapak lima anak ini.
Kakek dua cucu ini sudah berupaya membentengi ternaknya dari PMK. Selain obat dari KSU Karya Nugraha Jaya dan Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Cigugur, ia juga membuat jamu. Ramuan sejak puluhan tahun itu berisi aneka rempah, seperti bawang putih dan sahang (lada).
”Untuk jamu, seekor biayanya Rp 50.000. Diberikan tiga hari sekali. Harapannya, sapi mau makan dan sehat,” ucapnya. Dengan 11 ternak, sedikitnya ia harus merogoh Rp 550.000 untuk jamu. Soal obat-obatan dan vitamin, ia sudah angkat tangan, menyerah.
Menurut Petrus yang beternak sejak 2002, pemberian jamu cukup efektif. Tiga dari 7 sapi miliknya mulai membaik. Namun, ia masih khawatir PMK menyebar. Apalagi, tidak ada kandang khusus untuk mengarantina sapi yang sakit. Butuh biaya besar membikin kandang.
Junen, Sekretaris KSU Karya Nugraha Jaya, mengatakan, PMK telah memukul peternak sapi perah. Hingga Kamis, sebanyak 316 ekor sapi atau hampir 50 persen dari populasi 661 ekor di Cigugur diduga menderita PMK. Penularan tersebut berlangsung hanya sekitar dua pekan.
Dari 316 ekor suspek PMK, menurut dia, 11 sapi afkir atau terpaksa dipotong dan 9 ekor lainnya mati. Adapun sapi yang sembuh tercatat 90 ekor. Kasus PMK tersebar di Blok Cigeureung dengan jumlah 286 ekor, Mulya Asih (17 ekor), Cipari (9 ekor), dan Cibapang (4 ekor).
Junen khawatir, produksi susu sapi di Cigugur menurun akibat PMK. Sebelum wabah, sekitar 7.000 ekor sapi di Kecamatan Cigugur mampu menghasilkan 25.000 liter per hari.
”Kalau lihat produksi satu sapi hanya 2 liter, sekarang, produksi paling 23.000 liter per hari,” ungkapnya.

Warga membungkus produk olahan susu sapi di Toko Yola Yoghurt di Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Rabu (2/3/2022). Toko itu mampu memproduksi 60 liter hingga 100 liter yoghurt aneka rasa per hari. Bahan bakunya, yakni susu, berasal dari peternak sapi setempat.
Padahal, Cigugur yang juga sentra sapi perah Kuningan memasok ke perusahaan susu di Bandung. Sekitar 10 persen dari produksi susu sapi juga disalurkan ke usaha mikro kecil menengah, seperti toko oleh-oleh dam kafe. Susu disulap jadi yoghurt, es krim, bahkan brownis.
Sapi perah telah menghidupi 1.050 peternak yang bernaung di bawah KSU Karya Nugraha Jaya. Dari susu sapi, mereka bisa membangun rumah, menyekolahkan anak, hingga membuat toko. Warga yang sebelumnya menganggur pun kini punya kerjaan.
”Susu sapi di dalam negeri baru bisa memenuhi sekitar 20 persen kebutuhan susu nasional. Artinya, masih terbuka lebar untuk susu lokal. Tidak ada pembatasan. Semua susu kami terserap. Tapi, karena PMK, produksi susu berkurang dan ongkos perawatannya naik,” paparnya.
Kementerian Pertanian mencatat, produksi susu segar nasional tahun lalu sebanyak 996.442 ton atau sekitar 22 persen dari kebutuhan dalam negeri. Padahal, Cetak Biru Persusuan 2013-2025 menargetkan kontribusi susu segar untuk kebutuhan susu nasional sebesar 60 persen pada 2025.
Di tengah ancaman penurunan produksi akibat PMK, lanjutnya, tersebar kabar susu sapi tidak bisa dikonsumsi. ”Sudah ada edaran dari kementerian (pertanian). Susu sapi kami aman asal olahannya baik. Jangan sampai ada hoaks. Peternak kami sudah kesulitan,” ungkapnya.
Junen berharap, pemerintah membantu obat-obatan, vitamin, hingga bantuan sosial bagi peternak yang terdampak PMK. ”Enggak semua sapi peternak itu modal sendiri. Banyak yang pinjam ke bank. Kami berharap, ada penangguhan kredit. Satu ekor sapi itu harganya Rp 22 juta,” ujarnya.
Baca juga : Kasus PMK Bertambah, Peternak Sapi Perah Jabar Butuh Obat hingga Vitamin

Suasana sebuah kandang sapi di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Selasa (17/5/2022). Hingga kini, petugas menemukan tujuh sapi yang mengalami penyakit mulut dan kuku. Selain mengisolasi ternak itu, Dinas Perikanan dan Peternakan Kuningan juga akan membagikan vitamin untuk hewan tersebut.
John Nais, Koordinator Lapangan Unit Respons Cepat PMK KSU Karya Nugraha Jaya, mengatakan, kondisi kandang yang berdekatan di Cigugur mempercepat penularan PMK. Bahkan, ada satu kandang sapi yang pemiliknya dua peternak. Tempat karantina juga tiada.
Lonjakan kasus PMK, lanjutnya, juga dipicu minimnya pakan rumput. ”Peternak di Cigugur biasanya mencari rumput di kecamatan lain. Lahan di sini sudah berkurang karena pariwisata,” katanya sambil menunjuk sejumlah penginapan dan kafe di lereng Gunung Ciremai tersebut.
Perawatan untuk sapi terkena PMK pun terkendala. ”Obat-obat tidak mencukupi karena penyakit ini tidak diduga. Kami hanya gunakan anggaran yang ada. Kami bagi 50 persen untuk puskeswan dan sisanya untuk PMK,” kata Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kuningan Dadi Hariadi.
Pejabat Otoritas Veteriner Kabupaten Kuningan Rofiq menambahkan, obat dan vitamin yang tersedia hanya cukup untuk 200 sampai 300 ternak. ”Ini sangat minim. Di Blok Cigeureung saja ada sekitar 1.500 sapi. Jadi, obat yang ada sekarang hanya untuk sapi yang sakit,” ucapnya
Padahal, populasi sapi potong mencapai 29.000 ekor, sapi perah 7.000 ekor, dan domba 120.000 ekor. Rofiq pun berharap pemerintah provinsi dan pusat memberikan bantuan obat serta vitamin untuk ternak. “Kami juga mengajukan anggaran BTT (belanja tak terduga) kepada bupati,” ucapnya.

Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Prof Roostita L Balia mengatakan, setelah sekitar 36 tahun tidak muncul kasus, PMK kini membuat banyak pihak lengah. Pencegahan, seperti membuat standar prosedur kasus hingga meningkatkan produksi ternak untuk meminimalkan impor, belum ideal.
Kini, agar kasus tidak bertambah, Roostita mengatakan, kebersihan dan higienitas dari daging hingga perlakuan di kandang sapi harus lebih ketat. Dia mencontohkan, saat pembagian daging kurban saat Idul Adha. Sebelum diberikan, daging sapi dari daerah tertular PMK harus direbus terlebih dahulu. Virus diyakini akan mati bila dipanaskan di suhu di atas 70 derajat celsius.
”PMK tidak akan menular pada manusia. Namun, bila daging yang belum terebus itu terkena ternak lain, maka akan terjadi penularan baru,” katanya.
Perlakuan di kandang juga harus diperhatikan. Semua orang yang mendatangi kandang sapi sebaiknya langsung mengganti baju. Dikhawatirkan, ada virus yang menempel pada baju atau barang lain yang dikenakan orang tertentu. Punya sifat airbone (menyebar melalui udara), virus bisa menular hingga jarak 60 kilometer.
”Ini dilakukan sebagai langkah pencegahan supaya kita tidak menjadi jembatan penularan dari satu ternak ke ternak lain,” katanya.
Tanpa upaya berbagai pihak, wabah PMK akan terus meluas dan mengancam produksi susu nasional. Nasib sapi perah pun bakal semakin perih.
Baca juga : Pengawasan Ternak Diperketat Pasca-penyakit Mulut dan Kuku Ditemukan di Jabar