Kasus TPPU Bupati Probolinggo Terus Berkembang, Plt Bupati Diperiksa KPK
KPK terus mengembangkan kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati Probolinggo nonaktif Puput Tantriana Sari, suaminya, berikut jajaran Pemkab Probolinggo. Sejumlah pejabat setempat diperiksa KPK.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Pelaksana Tugas Bupati Probolinggo Ahmad Timbul Prihanjoko, Senin (18/10/2021), bersama sejumlah orang diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi di kantor Kepolisian Resor Probolinggo. Pemeriksaan terkait dengan perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang atau TPPU yang dilakukan Bupati Probolinggo nonaktif Puput Tantriana Sari.
Timbul merupakan satu dari total delapan saksi yang diperiksa KPK. Mereka diperiksa atas dugaan tiga pelanggaran yang dilakukan Puput Tantriana Sari.
Selain Timbul, tujuh orang yang diperiksa berasal dari dua dinas, yaitu Dinas Kesehatan Probolinggo serta Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Probolinggo. Para terperiksa menjabat kepala dinas, kepala bidang, dan kepala seksi.
”Pemeriksaan dilakukan terkait seleksi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo tahun 2021, dugaan gratifikasi, dan dugaan TPPU untuk tersangka PTS,” kata Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dihubungi dari Malang. Awalnya, kasus tangkap tangan Puput Tantriana Sari hanya terkait dengan kasus suap seleksi pejabat di lingkungan Pemkab Probolinggo.
Puput Tantriana adalah Bupati Probolinggo dua periode, yakni 2013-2018 dan 2018-2023. Pada Senin (30/8/2021), Puput Tantriana tertangkap tangan oleh KPK terkait dengan jual beli jabatan penjabat kepala desa di Kabupaten Probolinggo.
Ia saat itu ditangkap di Probolinggo bersama suaminya, Hasan Aminuddin, yang merupakan anggota DPR, beserta delapan orang lainnya. Mereka yang juga ditangkap ialah DK (Camat Krejengan), PR (Camat Kraksaan), SO (penjabat Kades Karangren), IS (Camat Banyuanyar), MR (Camat Paiton), HT (Camat Gading), dan dua ajudan.
Dalam siaran pers pada Sabtu (4/9/2021), KPK menyebut ada 17 aparatur sipil negara (ASN) yang telah ditetapkan sebagai tersangka pemberi uang kepada Puput Tantriana Sari. Para tersangka itu ditahan di Jakarta.
Ada tiga perkara, yaitu dugaan suap, gratifikasi, dan TPPU. (Ali Fikri)
Belasan tersangka yang merupakan calon penjabat kepala desa di Kabupaten Probolinggo itu disebut sebagai pemberi uang. Mereka dinilai melanggar Pasal 5 Ayat (1A) dan (1B), Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah menjadi UU No 20/2021, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun Puput Tantriana, Hasan Aminuddin, DK (Camat Krejengan), dan MR (Camat Paiton) dinilai melanggar Pasal 12 huruf A dan B atau Pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah menjadi UU No 20/2021, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
”KPK sangat menyesalkan perbuatan ini. Pejabat yang menyuap tidak akan berintegritas dan membangun masyarakatnya, tapi akan lebih fokus bagaimana mengembalikan suap yang diberikan,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, waktu itu.
Penyidikan KPK terkait dengan perkara dugaan jual beli jabatan oleh bupati terus berkembang. Hingga saat ini ada tiga perkara dikenakan terhadap mantan staf di sebuah bank tersebut. ”Ada tiga perkara, yaitu dugaan suap, gratifikasi, dan TPPU,” kata Ali Fikri menambahkan.
Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian Kabupaten Probolinggo Yulius Christian membenarkan bahwa KPK masih memintai keterangan sejumlah pejabat Pemkab Probolinggo hingga saat ini. ”Kami ikuti saja proses hukum yang berlaku. Semoga segera tuntas semua ini,” katanya.
Sebenarnya barang bukti kasus terkait dengan OTT Puput Tantriana tidak terlalu besar dibandingkan dengan kasus lain yang ditangani KPK. Nilai uangnya Rp 362 juta. KPK telah menetapkan 22 tersangka dalam kasus tersebut dan menahan mereka.
Uang itu merupakan upeti dari sejumlah ASN kepada Bupati Probolinggo untuk bisa ditetapkan sebagai penjabat kepala desa, dengan perantara suami bupati, yaitu Hasan Aminuddin. Hasan juga merupakan bekas Bupati Probolinggo.
Modus dugaan tindak pidana dalam kasus itu sebagaimana rilis KPK sebelumnya ialah Hasan Aminuddin memanfaatkan celah mundurnya pemilihan kepala desa di 252 desa di Kabupaten Probolinggo untuk mengeruk uang. Setiap calon penjabat kepala desa (PJ kepala desa) diminta menyetor uang Rp 20 juta per orang dan memberikan upeti sewa lahan kas desa Rp 5 juta per hektar.
Meski nominal uang negara diamankan dalam praktik jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Probolinggo tidak besar, hal itu juga menyita perhatian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dalam akun Instagram-nya, ia menyoroti bahwa transfer anggaran dari APBN ke Kabupaten Probolinggo terus naik. Namun, hal itu tidak sebanding dengan hasil capaian pembangunan di sana.
Menurut Sri Mulyani, jumlah transfer keuangan dari APBN ke Kabupaten Probolinggo sejak tahun 2012-2021 mencapai Rp 15,2 triliun. Tahun 2012, transfer keuangan ke Kabupaten Probolinggo Rp 959 miliar, sedangkan pada 2021 menjadi Rp 1,857 triliun.
Selain itu, pemerintah juga mengucurkan dana desa sejak tahun 2015-2021 dengan total Rp 2,15 triliun untuk 325 desa di Probolinggo. Tiap-tiap desa mendapat Rp 291 juta pada 2015 dan naik hingga 3,3 kali tahun 2021 menjadi Rp 1,32 triliun.
Sayangnya, menurut Sri Mulyani, jumlah anak usia di bawah 2 tahun yang mengalami tengkes di Kabupaten Probolinggo justru naik dari 21,99 persen (2015) menjadi 34,04 persen (2019). Bahkan, pengangguran terbuka juga naik dari 2,89 persen (2015) menjadi 4,86 persen (2021).