Berkas Hutan Adat Kinipan Dikembalikan, Pemerintah Minta Masyarakat Penuhi Syarat
Komunitas Adat Laman Kinipan kini berjuang agar hutan adatnya diakui, disahkan, dan dilindungi. Pemerintah yang menerima usulan itu mengembalikan semua berkas karena dinilai belum memenuhi syarat.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Berkas usulan hutan adat dan komunitas masyarakat hukum adat Lamandau di Kalimantan Tengah dikembalikan. Berkas itu dinilai belum memenuhi syarat. Masyarakat pun berkomitmen memenuhi persyaratan agar pengelolaan lahan lebih jelas.
Ketua Pelaksana Panitia Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Lamandau Sunarto mengungkapkan, berkas dikembalikan lantaran belum memenuhi syarat juga pedoman yang ditentukan pemerintah. ”Ada banyak syarat yang belum dipenuhi dalam usulan tersebut, salah satunya berkas legal dan formal yang harus dipenuhi, makanya kami kembalikan. Ingat, ya, bukan ditolak, melainkan dikembalikan,” kata Sunarto saat dihubungi dari Palangkaraya, Rabu (2/6/2021).
Sunarto menjelaskan, selain berkas legal-formal, terkait luas lahan yang diusulkan menjadi hutan adat belum ada peta indikatifnya. Peta menjadi bagian penting dalam pengesahan hutan adat agar tidak bersinggungan dengan status kawasan lain, termasuk dengan perusahaan perkebunan ataupun batas desa lainnya.
Sunarto mengungkapkan, pihaknya meminta bantuan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Kalimantan Selatan yang menjadi perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam memfasilitasi masyarakat adat mendapatkan hutan adatnya.
Ada banyak syarat yang belum dipenuhi dalam usulan tersebut, salah satunya berkas legal dan formal yang harus dipenuhi, makanya kami kembalikan.
Dalam melengkapi syarat tersebut, lanjut Sunarto, pemerintah memberikan batas waktu hingga 15 hari. ”Kalau tidak cukup waktunya, ya, kami berikan waktu lagi sampai selesai,” kata Sunarto yang juga menjabat Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lamandau.
Sunarto menyatakan, pihaknya berkomitmen tetap membantu masyarakat untuk mendapatkan hak-hak adatnya. Karena itu, mereka berupaya agar usulan bisa diterima.
Sebelumnya, masyarakat adat mengajukan usulan hutan adat dan komunitas masyarakat hukum adat ke Panitia Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Lamandau. Pengajuan ini dilakukan guna menghindari konflik hutan lebih lanjut.
Konflik bermula pada 2012 saat salah satu perusahaan perkebunan sawit diklaim membuka ribuan hektar hutan milik masyarakat adat Kinipan, Kabupaten Lamandau. Konflik itu berujung pada penangkapan Ketua Adat Laman Kinipan Effendi Buhing beberapa waktu lalu. Meski sudah dilepaskan, status hukumnya hingga kini belum jelas.
Masyarakat Kinipian bersama Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) pun memetakan luas hutan adat Kinipan dengan luasan mencapai 16.000 hektar. Setidaknya 3.000 hektar dari kawasan itu diklaim telah dibuka dan ditanami sawit oleh perusahaaan.
Komunitas adat pun sempat menggugat Bupati Lamandau Hendra Lesmana karena mengabaikan usulan mereka soal wilayah kelola adat atau hutan adat. Meski gugatannya ditolak pengadilan, mereka terus mendorong pemerintah untuk memfasilitasi mereka menjadi komunitas adat yang sah beserta hutan adatnya
Kini masyarakat membangun setidaknya tiga rumah jaga di perbatasan antara hutan adat dan wilayah perkebunan sawit. Rumah jaga itu dibangun agar perusahaan menghentikan sementara pembukaan dan perluasan lahan mereka.
Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing mengungkapkan, pihaknya tetap berharap pemerintah bisa menerima usulan untuk hutan adat. Menurut dia, konflik tak akan terjadi jika tanah milik masyarakat adat yang merupakan warisan leluhur itu tidak diganggu, apalagi dialihfungsikan.
”Pemerintah juga harus menunjukkan syarat itu seperti apa, bagaimana membuatnya dan memenuhinya. Kami masih sabar untuk mengikuti keinginan pemerintah, kami akan terus berjuang sampai ini (hutan adat) disahkan, diakui, dan dilindungi,” kata Effendi.