Volume Kubah Lava Merapi Susut Signifikan, Potensi Awan Panas Menurun
Setelah munculnya rangkaian awan panas guguran beberapa hari lalu, volume kubah lava di puncak Gunung Merapi mengalami pengurangan signifikan. Meski potensi awan panas turun, belum bisa dipastikan erupsi rampung.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Setelah rangkaian guguran awan panas beberapa hari lalu, volume kubah lava di puncak Gunung Merapi berkurang signifikan. Meski kondisi tersebut mengurangi potensi luncuran awan panas, belum bisa dipastikan apakah proses erupsi di Gunung Merapi sudah selesai.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), volume kubah lava di Gunung Merapi pada Senin (25/1/2021) mencapai 157.000 meter kubik. Namun, pada Kamis (28/1), berkurang menjadi 62.000 meter kubik.
”Pengurangan volume kubah lava itu karena memang sebagian materialnya sudah terlontar pada saat awan panas,” ujar Kepala BPPTKG Hanik Humaida dalam konferensi pers secara daring, Jumat (29/1/2021), di Yogyakarta.
Hanik mengatakan, pengurangan volume kubah lava itu terjadi setelah munculnya rangkaian awan panas guguran di Merapi pada Selasa (26/1) dan Rabu (27/1) lalu. Pada Selasa lalu, Merapi tercatat mengeluarkan 12 kali awan panas guguran dengan jarak luncur terjauh 1,5 kilometer (km) ke arah barat daya atau menuju hulu Kali Krasak dan Kali Boyong.
Sementara itu, pada Rabu, Merapi memuntahkan 52 kali awan panas guguran dengan jarak luncur terjauh 3,5 km ke barat daya. Sejak dimulainya fase erupsi pada 4 Januari lalu, jarak luncur 3,5 km itu merupakan jarak luncur terjauh awan panas yang dikeluarkan gunung api di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta itu.
Hanik memaparkan, berkurangnya volume kubah lava secara signifikan menunjukkan potensi awan panas di Gunung Merapi juga menurun. Kondisi itu juga terlihat dari minimnya kejadian awan panas di Merapi selama dua hari terakhir. Pada Kamis kemarin, Merapi tercatat hanya mengeluarkan satu kali awan panas guguran dengan jarak luncur 2 km.
Sementara itu, pada Jumat hingga pukul 18.00, Merapi belum tercatat mengeluarkan awan panas guguran. Meski begitu, BPPTKG belum bisa memastikan apakah proses erupsi yang terjadi di Merapi sudah selesai. ”Apakah erupsi sudah selesai, kita tunggu perkembangannya. Ini kan baru beberapa hari, jadi belum bisa kita simpulkan dalam waktu sesingkat ini,” kata Hanik.
BPPTKG masih terus memantau perkembangan aktivitas Gunung Merapi, termasuk melihat apakah masih ada suplai magma dari dalam tubuh gunung. Sebab, apabila ada suplai magma dari dalam, proses erupsi kemungkinan dapat berlanjut. Hanik menambahkan, ada sejumlah indikator untuk menentukan erupsi sudah selesai atau akan ada lagi suplai magma dari dalam.
BPPTKG mencatat, selama erupsi 2021, volume dan laju pertumbuhan kubah lava Merapi tergolong rendah dibandingkan erupsi-erupsi sebelumnya. Dia mencontohkan, pada erupsi 1997, volume kubah lava Merapi mencapai 2,4 juta meter kubik dengan laju pertumbuhan rata-rata 60.000 meter kubik per hari.
Pada erupsi tahun 2001, volume kubah lava maksimum di Gunung Merapi mencapai 1 juta meter kubik dengan laju pertumbuhan 60.000 meter kubik. Adapun pada erupsi tahun 2006, volume kubah lava mencapai 4,3 juta meter kubik dengan laju pertumbuhan hingga 170.000 meter kubik per hari.
Pengurangan volume kubah lava itu karena memang sebagian materialnya sudah terlontar pada saat terjadi awan panas. (Hanik Humaida)
Laju ekstrusi
Sementara itu, pada erupsi tahun ini, laju pertumbuhan kubah lava di Gunung Merapi rata-rata hanya 8.000 meter kubik per hari. Meski begitu, laju ekstrusi atau keluarnya magma pada erupsi tahun ini jauh lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan kubah lava. Hal ini karena sebagian material magma yang keluar dari dalam tubuh Gunung Merapi langsung runtuh ke bawah sehingga tidak menambah volume kubah lava.
Kondisi itu terjadi karena lokasi keluarnya magma dari Gunung Merapi saat ini berada di pinggir kawah sehingga sebagian material magma yang keluar menjadi tidak stabil. Ketidakstabilan itulah yang membuat sebagian material magma yang keluar langsung runtuh ke bawah.
Berdasarkan perhitungan BPPTKG, rata-rata laju ekstrusi magma di Merapi saat ini sekitar 24.000 meter kubik per hari. Rata-rata laju ekstrusi itu dihitung berdasarkan volume kubah lava ditambah dengan volume endapan material vulkanik yang ada di wilayah lereng Merapi.
Menurut Hanik, perhitungan laju ekstrusi magma itu penting untuk melihat potensi bahaya yang ditimbulkan. Semakin besar laju ekstrusi magma, makin besar pula potensi bahaya yang muncul. ”Yang memengaruhi potensi bahaya dari aktivitas saat ini adalah ekstrusi magma,” ungkapnya.
Hanik menambahkan, hingga sekarang, status Gunung Merapi masih Siaga (Level III). Potensi bahaya akibat erupsi Merapi juga masih sama, yakni berupa guguran lava dan awan panas ke wilayah selatan-barat daya meliputi wilayah Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Sungai Putih sejauh maksimal 5 km.
Meski demikian, BPPTKG juga mengingatkan, lontaran material vulkanik apabila terjadi erupsi eksplosif bisa menjangkau radius 3 km dari puncak. ”BPPTKG terus melakukan pemantauan aktivitas Gunung Merapi. Jika terjadi perubahan aktivitas Gunung Merapi yang signifikan, status aktivitas Gunung Merapi akan segera kami tinjau kembali,” ujar Hanik.
Secara terpisah, Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Eko Budi Lelono mengingatkan, masyarakat juga mesti mewaspadai terjadinya lahar hujan dari Gunung Merapi. Lahar hujan terjadi saat material vulkanik dari Gunung Merapi mengalir ke bawah karena terbawa air hujan.
”Bulan-bulan ini, hujan masih terus terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Untuk itu, masyarakat perlu mewaspadai bahaya lahar, terutama saat terjadi hujan di puncak Gunung Merapi,” kata Eko dalam keterangan video yang disampaikan secara daring, Kamis kemarin.
Badan Geologi melalui BPPTKG terus melakukan mitigasi bahaya erupsi Gunung Merapi. Upaya mitigasi itu dilakukan melalui pemantauan, penilaian bahaya, penyebaran informasi, dan sosialisasi aktivitas Gunung Merapi terkini.
”Masyarakat diimbau menjauhi daerah bahaya serta selalu mengikuti informasi aktivitas terkini dan rekomendasi dari BPPTKG, pemerintah daerah, dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) setempat,” ujar Eko.