Sekitar 150 Warga di Lereng Barat Daya Merapi di Sleman Mengungsi
Sekitar 150 warga di lereng barat daya Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, DIY, mengungsi dari rumah, Rabu (27/1/2021) sore. Warga mengungsi setelah Gunung Merapi mengeluarkan rangkaian awan panas.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Sekitar 150 warga yang tinggal di lereng sisi barat daya Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), mengungsi dari rumah mereka pada Rabu (27/1/2021) sore. Warga mengungsi setelah Gunung Merapi mengeluarkan rangkaian awan panas guguran dengan jarak luncur maksimal 3 kilometer pada Rabu siang.
Warga yang mengungsi itu berasal dari Dusun Turgo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman. Dusun Turgo berada di sisi barat daya Gunung Merapi dengan jarak sekitar 6 km dari puncak gunung api tersebut.
”Mereka yang mengungsi sebagian besar berasal dari RT 003 dan RT 004 dari Dusun Turgo. Tetapi, ada sebagian warga dari RT lainnya yang merasa khawatir juga kami perbolehkan mengungsi,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Joko Supriyanto, Rabu sore, di Sleman.
Joko menyatakan, jumlah warga yang mengungsi belum bisa dihitung secara pasti. Namun, diperkirakan ada sekitar 150 warga yang mengungsi. Sebagian dari mereka merupakan warga yang tergolong kelompok rentan, misalnya lanjut usia dan anak-anak.
Untuk menampung warga Dusun Turgo yang mengungsi, BPBD Sleman telah menyiapkan dua tempat pengungsian, yakni Barak Purwobinangun di Desa Purwobinangun dan Barak Pandanpuro di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem. Tiap-tiap barak itu berkapasitas sekitar 150 orang.
Meski demikian, saat ini, para pengungsi ditempatkan di barak Purwobinangun terlebih dahulu. Jarak barak tersebut sekitar 13 km dari puncak Merapi sehingga aman dari bahaya akibat erupsi Gunung Merapi saat ini.
Berdasarkan pantauan Kompas, warga mulai mendatangi barak Purwobinangun sekitar pukul 17.00. Mereka diangkut dengan truk milik BPBD Sleman, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sleman, kepolisian, hingga Badan SAR Nasional.
Untuk mengurangi risiko penularan penyakit Covid-19, barak Purwobinangun sudah dilengkapi papan penyekat sehingga ruangan di sana terbagi dalam bilik-bilik kecil. Setiap bilik hanya boleh ditempati warga dari satu keluarga. Selain itu, setiap pengungsi juga diharuskan mengenakan masker dan dicek suhu tubuhnya.
”Belum tahu berapa lama warga akan menempati pengungsian ini. Ini tergantung dari aktivitas Merapi, akan naik atau turun,” kata Joko.
Joko menambahkan, secara keseluruhan, warga Dusun Turgo berjumlah 500 orang. Dengan demikian, belum semua warga dari dusun tersebut mengungsi. Warga yang sudah lebih dahulu mengungsi merupakan warga yang tinggal paling dekat dengan Kali Boyong yang merupakan salah satu sungai yang berhulu ke Gunung Merapi.
Setiap bilik hanya boleh ditempati warga dari satu keluarga. Selain itu, setiap pengungsi juga diharuskan mengenakan masker dan dicek suhu tubuhnya.
Awan panas
Sementara itu, berdasarkan data BPPTKG, pada Rabu pukul 06.00-18.00, telah terjadi 44 kali awan panas guguran di Gunung Merapi. Dari 44 kali awan panas guguran itu, 22 kali di antaranya terjadi pukul 06.00-12.00, sedangkan 22 kali awan panas terjadi pada pukul 12.00-18.00.
Rangkaian awan panas guguran di Merapi pada pukul 06.00-12.00 itu tercatat di seismogram dengan amplitudo 15 milimeter (mm) sampai 60 mm dan durasi 83 detik hingga 197 detik. Adapun jarak luncur maksimal rangkaian awan panas tersebut adalah 1,6 km ke arah barat daya atau menuju ke hulu Kali Krasak dan Kali Boyong.
Sementara itu, 22 kali awan panas yang terjadi di Gunung Merapi pukul 12.00-18.00 memiliki amplitudo 45 mm sampai 75 mm, durasi 81,6 detik hingga 317,8 detik, serta jarak luncur terjauh 3 km. Rangkaian awan panas itu juga masih mengarah ke barat daya atau ke wilayah hulu Kali Krasak dan Kali Boyong.
Berdasarkan data BPPTKG, awan panas dengan jarak luncur 3 km terjadi pada Rabu pukul 12.53. Awan panas itu tercatat memiliki amplitudo 55 milimeter (mm) dan durasi 317,8 detik. Jarak luncur awan panas tersebut merupakan yang terjauh selama erupsi Merapi tahun 2021. Sebelumnya, jarak luncur terjauh awan panas pada erupsi tahun ini adalah 1,8 km.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida memaparkan, Gunung Merapi memang telah memasuki fase erupsi sejak 4 Januari. Dia menyebut, erupsi yang terjadi di Gunung Merapi saat ini merupakan erupsi yang bersifat efusif.
Dalam erupsi efusif, magma dari dalam tubuh gunung api keluar secara perlahan dan tidak disertai ledakan. Hal ini berbeda dengan erupsi eksplosif, yakni keluarnya magma disertai ledakan seperti terjadi pada erupsi Merapi tahun 2010.
”Sejak tanggal 4 Januari, Gunung Merapi telah memasuki fase erupsi yang bersifat efusif dan kita kenal juga sebagai erupsi tipe Merapi, yaitu erupsi dengan aktivitas berupa pertumbuhan kubah lava, kemudian disertai dengan guguran lava dan awan panas guguran,” kata Hanik.
Dalam erupsi efusif, magma dari dalam tubuh gunung api keluar secara perlahan dan tidak disertai ledakan.
Hanik menambahkan, sampai sekarang, jarak luncur terjauh awan panas dari Gunung Merapi masih berada dalam radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG, yakni 5 km ke arah selatan-barat daya yang meliputi wilayah Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Sungai Putih. Oleh karena itu, BPPTKG belum menaikkan status Gunung Merapi.
Sampai saat ini, Gunung Merapi masih berstatus Siaga (Level III) sejak 5 November 2020. ”Masyarakat diminta tidak melakukan aktivitas di daerah dalam radius bahaya tersebut,” papar Hanik.