Hasil Validasi dengan ”Drone”, Jarak Terjauh Awan Panas Merapi 3,5 Km
BPPTKG merevisi informasi jarak luncur terjauh awan panas yang dikeluarkan Gunung Merapi pada Rabu (27/1/2021). Jarak luncur terjauh awan panas yang sebelumnya disebut 3 km, kini direvisi menjadi 3,5 km.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi merevisi informasi mengenai jarak luncur terjauh awan panas yang dikeluarkan Gunung Merapi pada Rabu (27/1/2021). Berdasarkan hasil validasi menggunakan drone atau pesawat nirawak, jarak luncur terjauh awan panas yang sebelumnya disebut 3 kilometer, kini direvisi menjadi 3,5 kilometer.
Pada Kamis (28/1/2021), petugas Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menerbangkan drone untuk mengambil foto udara di alur Kali Boyong, salah satu sungai yang berhulu di Merapi. Pengambilan foto udara itu dilakukan untuk memvalidasi atau memastikan jarak luncur terjauh dari awan panas yang diluncurkan Merapi pada Rabu kemarin.
”Hasil foto udara menunjukkan jarak luncur awan panas pada 27 Januari 2021 mencapai 3,5 km untuk jarak miring atau 3,2 km jika dihitung jarak horizontal,” kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida, melalui keterangan tertulis, Jumat (29/1/2021) di Yogyakarta.
Pada Rabu kemarin, Merapi meluncurkan 52 kali awan panas guguran. Saat itu, BPPTKG menyatakan, jarak luncur terjauh dari rangkaian awan panas adalah 3 km ke arah barat daya atau menuju ke hulu Kali Krasak dan Kali Boyong. Luncuran awan panas itu terjadi pada Rabu pukul 12.53 dengan amplitudo 55 milimeter serta durasi 317,8 detik.
Jarak luncur sejauh 3 km itu diperkirakan berdasarkan sejumlah data pemantauan yang dimiliki BPPTKG waktu itu. Namun, untuk memvalidasi perkiraan jarak luncur tersebut, kemudian diambil foto udara dengan drone. Melalui foto udara tersebut, jarak luncur awan panas bisa dipastikan karena area yang terkena luncuran awan panas akan kelihatan secara visual.
Berdasarkan hasil foto udara itu, jarak luncur awan panas pada Rabu kemarin ternyata lebih jauh dari perkiraan awal. Meski begitu, jarak luncur terjauh awan panas itu belum melebihi radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG pada waktu sebelumnya, maksimal 5 km dari puncak Merapi.
Oleh karena itu, BPPTKG belum menaikkan status Merapi. Status gunung api di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta itu masih Siaga (Level III), sejak 5 November 2020. Selain itu, radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG juga belum berubah.
Potensi ke depan
Hanik memaparkan, ke depan, Merapi masih berpotensi meluncurkan awan panas guguran serta guguran lava. Menurut pemetaan BPPTKG, daerah yang berpotensi terkena awan panas guguran dan guguran lava itu adalah di arah selatan-barat daya. Kawasan itu mencakup wilayah Sungai Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Sungai Putih sejauh maksimal 5 km dari puncak Merapi.
Hanik menuturkan, sejak 4 Januari, Gunung Merapi memang sudah erupsi efusif. Dalam erupsi efusif, magma dari dalam tubuh gunung api keluar secara perlahan dan tidak disertai ledakan. Hal ini berbeda dengan erupsi eksplosif atau magma keluar disertai ledakan, seperti erupsi tahun 2010.
Dalam dunia vulkanologi, erupsi yang terjadi saat ini juga dikenal sebagai tipe erupsi Merapi, karena menjadi salah satu ciri khas Merapi. Erupsi tipe Merapi ditandai dengan pertumbuhan kubah lava disertai munculnya awan panas guguran dan guguran lava.
”Sejak 4 Januari, Merapi telah memasuki fase erupsi yang bersifat efusif dan kita kenal juga sebagai erupsi tipe Merapi, yaitu erupsi dengan aktivitas berupa pertumbuhan kubah lava, kemudian disertai dengan guguran lava dan awan panas guguran,” kata Hanik.
Meski saat ini erupsi yang terjadi bersifat efusif, Hanik menuturkan, potensi terjadi erupsi eksplosif di Merapi masih ada. Berdasarkan data hasil pemantauan aktivitas vulkanik, potensi bahaya akibat erupsi eksplosif itu berupa lontaran material vulkanik dengan radius 3 km dari puncak.
Oleh karena itu, Hanik masih mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas di dalam radius bahaya yang ditetapkan. Masyarakat juga diharapkan terus memantau informasi mengenai aktivitas Merapi dari sumber-sumber resmi, misalnya BPPTKG dan pemerintah daerah.
”Jika terjadi perubahan aktivitas Merapi yang signifikan, status aktivitas akan segera kami tinjau kembali,” ujar Hanik.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Eko Budi Lelono mengatakan, masyarakat juga diimbau mewaspadai terjadinya lahar hujan dari Merapi. Lahar hujan terjadi saat material vulkanik mengalir ke bawah karena terbawa air hujan.
”Bulan-bulan ini, hujan masih terus terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Untuk itu, masyarakat perlu mewaspadai bahaya lahar, terutama saat terjadi hujan di puncak gunung,” kata Eko, dalam keterangan video yang disampaikan secara daring, Kamis.
Bulan-bulan ini, hujan masih terus terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Untuk itu, masyarakat perlu mewaspadai bahaya lahar, terutama saat terjadi hujan di puncak gunung.
Eko menambahkan, Badan Geologi melalui BPPTKG terus melakukan mitigasi bahaya erupsi. Upaya mitigasi itu dilakukan melalui pemantauan, penilaian bahaya, penyebaran informasi, dan sosialisasi aktivitas terkini.
”Masyarakat diimbau menjauhi daerah bahaya serta selalu mengikuti informasi aktivitas terkini dan rekomendasi dari BPPTKG, pemerintah daerah, dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) setempat,” ujar Eko.