Pemilih Berkurang, KPU Sulut Tetap Tambah Jumlah TPS
Daftar pemilih tetap di Sulawesi Utara telah ditetapkan sebanyak 1.831.867 pemilih. KPU akan mengupayakan peningkatan partisipasi publik dengan menyediakan fasilitas penunjang protokol kesehatan di TPS.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Tempat pemungutan suara dalam Pilkada 2020 di Sulawesi Utara diperbanyak hingga lebih dari 1.000 meskipun jumlah warga yang berhak memilih menurun sekitar 100.000 orang. Komisi Pemilihan Umum Sulut berharap keadaan ini bisa membangkitkan kepercayaan pemilih di tengah pandemi sehingga angka partisipasi di Sulut terdongkrak.
Dihubungi dari Manado, Senin (19/10/2020), Komisioner Divisi Sosialisasi, Partisipasi Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia KPU Sulut Salman Saelangi membenarkan, daftar pemilih tetap (DPT) di Sulut telah disepakati dengan 1.831.867 pemilih. Angka ini menurun dibandingkan dengan Pilkada 2015 dengan 1.949.629 pemilih.
”Ada banyak faktor yang menyebabkan pemilih berkurang, misalnya pemilih pindah domisili, meninggal, atau bergabung dengan TNI dan Polri. Memang dari jumlah pemilih dalam DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan) yang kami jadikan acuan, jumlahnya juga berkurang,” kata Salman.
Pemilih terkonsentrasi di Manado dengan 328.539 orang, sedangkan Bolaang Mongondow Selatan memiliki jumlah pemilih paling sedikit, yaitu 47.383 orang. Namun, Manado juga mengalami penurunan drastis jumlah pemilih ketimbang saat Pilkada 2015, yaitu sebanyak 37.753 orang.
Jumlah pemilih juga mungkin berkurang setelah KPU Sulut melaksanakan pencocokan dan penelitian terhadap DP4. Penduduk dengan identitas ganda atau yang belum memiliki KTP elektronik pun dicoret dari daftar. Namun, warga yang belum tercatat, kendati memiliki hak pilih, akan tetap diakomodasi dalam daftar pemilih tambahan (DPTb).
Walaupun jumlah pemilih menurun, KPU Sulut juga mengumumkan pertambahan jumlah TPS menjadi 5.809, meningkat dari 4.450 TPS pada Pilkada 2015. Menurut Salman, langkah ini dilakukan karena pembatasan jumlah pemilih di satu TPS dari maksimal 800 orang menjadi paling banyak 500 orang.
Pemilih akan dibagi ke dalam beberapa TPS berdasarkan rukun tetangga (RT). Jika satu RT dihuni lebih dari 500 orang, sebagian warga akan dipindah ke TPS baru. ”Tetapi, kalau satu RT hanya dihuni, misalnya, 300 orang, tidak perlu ada penambahan warga ke TPS itu sebagai upaya mencegah kerumunan,” kata Salman.
KPU menargetkan angka partisipasi setinggi 77,5 persen, jauh lebih tinggi daripada 65,35 persen pada lima tahun lalu. Target ini menjadi tantangan berat di tengah imbauan pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 tak kunjung berakhir. Salman pun berharap pemilih tetap pergi ke TPS dan menggunakan hak pilihnya karena KPU menjamin keamanan pemilih dari paparan Covid-19.
Menurut dia, para petugas pilkada di lapangan, seperti Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), petugas keamanan, dan Panitia Pemilih Kecamatan, telah mengikuti tes cepat untuk dipastikan bebas dari Covid-19. Petugas yang hasil tes cepatnya reaktif akan dibebastugaskan, kemudian diminta mengikuti tes usap.
Para petugas juga akan mengenakan alat pelindung diri yang meliputi masker dan sarung tangan. TPS akan disterilkan dengan disinfektan. Adapun pemilih yang datang akan diukur suhu tubuhnya. Pemilih yang bersuhu tubuh di atas 37,3 derajat celsius akan dilayani di bilik tersendiri oleh petugas yang mengenakan baju hazmat.
Para pemilih juga akan diberi sarung tangan plastik sekali pakai saat memilih. ”Kami juga menerapkan undangan jam kedatangan pada formulir C6 agar tidak ada kerumunan. Namun, kalau pemilih datang tidak sesuai jam, tetap akan kami layani,” kata Salman.
Kalau pemilih akhirnya memutuskan untuk tidak memilih sebagai sikap politik dan kesadaran pribadi, itu harus dihormati.
Saat ini, KPU Sulut menggencarkan sosialisasi agar pemilih turut berpartisipasi. Sebanyak 450 orang dari Relawan Demokrasi di 15 kabupaten/kota di Sulut telah diminta memberikan penyuluhan kepada warga dan imbauan untuk ikut memilih. ”Kami terus pantau tingkat kepercayaan publik. Kampanye di media sosial juga kami teruskan,” katanya.
Di lain pihak, pengajar Ilmu Pemerintahan Universitas Sam Ratulangi, Ferry Daud Liando, mengatakan, KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus bisa memastikan Pilkada 2020 bebas dari penularan Covid-19 demi mendapatkan angka partisipasi tinggi. Angka partisipasi tinggi nantinya dapat menjadi indikator legitimasi dan kualitas pemilu.
Namun, situasi tetap dilematis karena ruang gerak pemilih terbatas oleh protokol kesehatan. Warga juga cenderung merasa takut atau khawatir tertular Covid-19. ”Meminta masyarakat untuk terlibat aktif pun sulit. Kalau pemilih akhirnya memutuskan untuk tidak memilih sebagai sikap politik dan kesadaran pribadi, itu harus dihormati,” kata Ferry.
Karena itu, menurut Ferry, Pilkada 2020 di tengah pandemi harus disertai inovasi. Pemungutan suara tidak hanya bisa dilakukan di TPS, misalnya, tetapi juga dengan mengadakan TPS keliling untuk mendatangi satu per satu rumah warga di daerah yang rawan. Batas waktu pemungutan suara pun bisa diperpanjang, tidak hanya sampai pukul 13.00 waktu setempat demi mencegah kerumunan.
Alternatif lain, penyelenggara dan pemerintah perlu memikirkan waktu yang lebih ideal, misalnya setelah Covid-19 bisa diatasi. ”Bisa juga tahapan dilanjutkan setelah laju penularan menurun, vaksin sudah ditemukan, atau masyarakat sudah disiplin mematuhi protokol kesehatan,” ujar Ferry.
Di lain pihak, Pejabat Sementara Gubernur Sulut Agus Fatoni, yang adalah pejabat eselon I di Kementerian Dalam Negeri, menyatakan Pilkada 2020 bisa menjadi momentum untuk meningkatkan kedisiplinan masyarakat. Pihak-pihak yang terlibat dalam pemilu akan membagikan alat pelindung diri hingga cairan pembersih tangan sebagai alat peraga kampanye.
Agus juga mengimbau semua peserta Pilkada 2020 untuk menaati protokol kesehatan selama kampanye hingga pemungutan suara pada 9 Desember nanti. ”Jangan langgar peraturan pilkada karena akan ditindak dan dikenai sanksi oleh Bawaslu. Ini supaya kepercayaan publik meningkat dan tidak ada kluster pilkada,” ujarnya.