Angkutan Umum di DKI Belum Sepenuhnya Bebas dari Kemacetan Lalu Lintas
Masih ada masyarakat yang kembali menggunakan kendaraan pribadi setelah sekian lama menggunakan transportasi publik. Komitmen Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diperlukan untuk mengurai kemacetan di Ibu Kota.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan transportasi umum yang seharusnya turut menjadi jalan keluar kepadatan lalu lintas ternyata belum sepenuhnya terbebas dari kemacetan di DKI Jakarta. Pasalnya, angkutan umum tersebut adakalanya malah ikut terjebak dalam kemacetan lalu lintas bersama kendaraan pribadi lainnya.
Kemacetan lalu lintas mendera Ibu Kota pada jam-jam padat saat orang berangkat bekerja pukul 06.00-09.00 dan ketika mereka pulang kerja pukul 16.00-19.00. Kondisi ini membuat para pengguna transportasi umum acapkali tergoda untuk kembali menggunakan kendaraan pribadi.
Agus Prianto (39), pekerja di daerah Jalan Tendean, Jakarta Selatan, memilih kembali menggunakan sepeda motornya untuk berangkat ke tempat kerja. Sebelumnya, ia rutin menggunakan bus Transjakarta untuk berpindah tempat.
”Akhirnya saya menyerah karena selalu ikut terjebak macet,” ucapnya, Senin (31/10/2022).
Perjalanan menggunakan transportasi umum menjadi terganggu akibat bus Transjakarta pun ikut terjebak dalam kemacetan. Meskipun beberapa rute Transjakarta sudah diberikan jalur khusus, masih ada pengemudi mobil dan sepeda motor yang menggunakannya untuk menerobos kemacetan.
Jalan Galunggung, Setiabudi, Jakarta Selatan, selebar sekitar 6 meter, selalu macet ketika jam berangkat kerja. Kondisi ini terjadi akibat kendaraan pribadi di jalan itu kerap menyerobot masuk jalur bus Transjakarta.
Di jalan tersebut, terdapat beberapa tempat putar balik (U-turn) kendaraan dan jalur perpindahan jalur kendaraan yang memicu kemacetan. Selain itu, motor yang terparkir menjorok ke badan jalan menambah sempit ruang bergerak kendaraan.
”Cukup mengganggu, bus menjadi tidak nyaman karena bergerak sedikit lalu berhenti, kemudian bergerak lagi dan berhenti. Begitu terus sampai di tujuan,” kata Syahrani (23), penumpang bus Transjakarta yang melintasi Jalan Galunggung.
Sementara itu, perjalanan menggunakan angkutan umum melalui Jalan Gatot Subroto menuju Halte Slipi Petamburan, Jakarta Pusat, pada pagi hari kerap diwarnai kemacetan. Mobil, sepeda motor, dan angkutan umum lainnya bergerak lambat. Sebanyak 15-30 menit waktu dihabiskan untuk menunggu antrean kendaraan.
Di kawasan Rawabelong, Jakarta Barat, perjalanan menggunakan angkutan kota tidak semulus kendaraan roda dua. Sepeda motor dapat bergerak lincah dalam arus kemacetan pagi hari. Adapun angkutan umum dan kendaraan roda empat lainnya harus berjibaku dalam kemacetan.
Hal tersebut yang menyebabkan Andika (32), warga Rawabelong, kembali menggunakan sepeda motornya untuk aktivitas sehari-hari. ”Memang lebih murah menggunakan angkutan umum untuk bekerja. Akan tetapi, kalau terlambat bekerja karena membuang waktu di kemacetan, lebih baik pakai sepeda motor saja,” ujarnya saat beristirahat di warung kopi Rawabelong.
Tarif parkir
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, dalam konsep push and pull, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih melakukan pull saja. Pull merupakan program untuk memprioritaskan bus dan kendaraan umum lainnya.
Selain itu, pelayanan maksimal untuk angkutan umum, jalur pejalan kaki yang terkoneksi, dan fasilitas untuk pesepeda juga termasuk bagian dari pull. Pull diterapkan untuk menarik atensi masyarakat agar menggunakan transportasi publik dalam kegiatan sehari-hari.
”Kalau pull tidak diiringi dengan push, akan sama saja. Pengguna transportasi publik dapat kembali menggunakan kendaraan pribadi karena lebih murah dan cepat,” ujarnya.
Konsep push dapat dipahami dengan manajemen perparkiran, seperti larangan parkir pada area tertentu dan memaksimalkan tarif parkir kendaraan. Selain itu, ada juga pembatasan jumlah dan larangan penggunaan kendaraan pribadi, baik untuk sementara maupun permanen. Push diperlukan untuk mendorong masyarakat keluar dari penggunaan kendaraan pribadi.
Seperti diberitakan Kompas pada 28 Oktober 2022, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono meminta ada pengurangan titik putar balik atau U-turn dan membuat rute satu arah di jalanan Ibu Kota untuk mengurai kemacetan. Terkait rencana itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, pihaknya bersama pemangku kepentingan terkait sedang dalam pengkajian untuk menghasilkan manajemen dan rekayasa lalu lintas secara keseluruhan.
”Tujuannya bagaimana titik-titik kemacetan dan kepadatan lalu lintas yang disebabkan putar balik tadi itu bisa kita minimalkan,” ujarnya (Kompas.id, 20/10/2022).