Kondisi Keuangan Sehat, Kualitas Layanan BPJS Kesehatan Diharapkan Meningkat
Kondisi keuangan BPJS Kesehatan kian membaik. Dengan kondisi ini, BPJS Kesehatan diharapkan meningkatkan kualitas layanannya bagi peserta dan menjamin kelancaran pembayaran klaim kesehatan kepada fasilitas kesehatan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan mencatatkan aset neto mencapai Rp 37,92 triliun per 30 November 2021. Kondisi keuangan yang kian sehat ini mesti dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan masyarakat, terutama aspek promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.
”Posisi aset bersih per 30 November 2021 mampu memenuhi estimasi pembayaran klaim hingga empat bulan ke depan,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti saat diskusi daring Public Expose: Kaleidoskop 2021 dan Outlook 2022, Kamis (30/12/2021).
Dengan demikian, kondisi keuangan BPJS Kesehatan tergolong sehat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2015, aset dana jaminan kesehatan dikatakan sehat jika mencukupi estimasi pembayaran klaim untuk sedikitnya 1,5 bulan ke depan atau paling banyak untuk enam bulan ke depan.
Sebelumnya, pada 2020, aset neto BPJS Kesehatan defisit Rp 5,69 triliun dan pada 2019 defisit Rp 51 triliun. Ali mengatakan, ini pertama kalinya BPJS Kesehatan mencetak aset neto hingga Rp 37,92 triliun selama tujuh tahun beroperasi.
Hingga 30 November 2021, BPJS Kesehatan mencatat penerimaan iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sebesar Rp 124,89 triliun. Penerimaan iuran diprediksi mencapai Rp 137,42 triliun pada 31 Desember 2021.
Penerimaan tersebut merupakan hasil pengumpulan iuran dengan berbagai upaya, antara lain, metode autodebet bank, penggalangan dana, hingga mengembangkan Aplikasi Rekonsiliasi Iuran Pemda (ARIP). Aplikasi ini dipakai untuk menghitung iuran JKN dan rekonsiliasi iuran segmen pekerja penerima upah (PPU). Kanal pembayaran iuran juga diperluas hingga 696.569 titik.
Posisi aset bersih per 30 November 2021 mampu memenuhi estimasi pembayaran klaim hingga empat bulan ke depan
Optimalkan layanan
Realisasi biaya jaminan kesehatan BPJS Kesehatan hingga 30 November 2021 adalah Rp 80,98 triliun. Dengan penerimaan iuran Rp 124,89 triliun pada periode yang sama, arus kas BPJS Kesehatan mencapai Rp 43,91 triliun. Menurut pengamat jaminan sosial, Chazali Situmorang, penggunaan dana itu mesti diperhatikan untuk mengoptimalkan layanan kesehatan publik.
”Mesti ada alokasi dana cadangan 5-10 persen yang diamankan dari arus kas. Ini sesuai dengan amanat UU BPJS,” kata Chazali.
Dengan kondisi keuangan yang baik, Chazali menilai, semestinya tidak ada lagi keterlambatan pembayaran klaim ke fasilitas kesehatan. Kini, waktunya BPJS Kesehatan menegakkan pengawasan dan pemeriksaan kepatuhan pembayaran iuran kepada peserta JKN-KIS yang menunggak. Selain melalui angsuran, akses pembayaran iuran pun mesti diperluas.
Menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena, pandemi Covid-19 membuat isu defisit pembiayaan kesehatan menjadi longgar. Ini momentum untuk mencari solusi dan memperbaiki isu tersebut.
”Ada skema-skema yang bisa dilakukan untuk membantu pemerintah, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, dan BPJS Kesehatan agar memiliki ruang pendanaan yang memadai untuk membantu penduduk miskin,” kata Emanuel.
”Kami juga mendorong agar BPJS Kesehatan membuat skema layanan kesehatan yang ideal untuk semua orang, terutama warga miskin dan mereka yang membutuhkan. Ini agar layanan kesehatan mampu menjawab tantangan, pola, dan tren penyakit ke depan pascapandemi,” tambahnya.
Adapun Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menegaskan pentingnya meninjau data penerima bantuan iuran (PBI) JKN untuk memastikan bahwa PBI adalah benar-benar orang yang membutuhkan. Sebab, kata Tulus, ia masih mendapat laporan bahwa sejumlah peserta kelas PBI adalah orang dekat pengurus RT, RW, hingga perangkat kelurahan. Akibatnya, ada penduduk miskin yang mesti berobat dengan uang sendiri.
Tulus juga menyoroti pentingnya memperkuat upaya promotif dan preventif kesehatan. Sebab, penyakit katastropik selama ini mendominasi pengeluaran kesehatan. “Sinergi diperlukan agar masyarakat mengurangi gaya hidup tidak sehat. Pemerintah juga mesti membuat regulasi yang mendorong hal itu sehingga tidak kontraproduktif dengan kebijakan lain. Misalnya, regulasi soal rokok serta konsumsi gula, garam, dan lemak,” ucap Tulus.
Perluas peserta
Di sisi lain, BPJS Kesehatan akan memperluas cakupan peserta JKN-KIS pada 2022. Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Achmad Yurianto mengatakan, hingga kini peserta JKN-KIS sebanyak 229.514.068 jiwa atau setara 83,89 persen penduduk.
Pada 2022, diharapkan jumlah peserta JKN-KIS bisa mencapai 245 juta jiwa. Pemerintah menargetkan 98 persen penduduk Indonesia terdaftar sebagai peserta JKN-KIS pada 2024.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional, Muttaqien, menambahkan, penerapan kelas rawat inap standar bagi peserta JKN-KIS sedang disiapkan. Penerapannya direncanakan pada 2022. Standardisasi kelas rawat inap ini untuk memastikan layanan kesehatan bagi peserta terjamin mutunya.