Beban kesehatan nasional terus meningkat seiring dengan semakin besarnya beban pelayanan kuratif. Upaya promotif dan preventif yang dilakukan di fasilitas kesatan primer perlu diperkuat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
Kompas/Ferganata Indra Riatmoko
Warga peserta BPJS mengurus berkas untuk mendapatkan layanan kesehatan di RSUD Kota Yogyakarta, Umbulharjo, Yogyakarta, Senin (24/8/2020). Mulai Juli 2020, pengguna layanan BPJS Kesehatan di rumah sakit itu berangsur naik 20 persen dibandingkan saat awal pandemi Covid-19 mulai merebak.
JAKARTA, KOMPAS — Proporsi biaya kesehatan yang dikeluarkan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat masih didominasi untuk upaya kuratif. Ketergantungan puskesmas pada dana kapitasi dinilai menjadi faktor penyebabnya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Kamis (28/10/2021), mengatakan, belanja kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) terus meningkat setiap tahun. Total belanja kesehatan tersebut mayoritas masih berfokus pada upaya kuratif.
”Ketergantungan puskesmas pada biaya kapitasi dari BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan membuat fokus upaya kuratif lebih besar sehingga kinerja pada upaya preventif pun menurun,” ujarnya.
Nadia menuturkan, cakupan imunisasi di puskesmas, misalnya, menurun sejak sistem kapitasi JKN-KIS terlaksana. Karena itu, sistem biaya kapitasi pada program JKN-KIS perlu diperbaiki agar puskesmas bisa kembali fokus pada upaya preventif.
Ketergantungan puskesmas pada biaya kapitasi dari BPJS Kesehatan membuat fokus upaya kuratif lebih besar sehingga kinerja pada upaya preventif pun menurun.
Perbaikan tersebut diupayakan melalui transformasi sistem kesehatan nasional. Setidaknya ada enam indikator yang menjadi prioritas dalam transformasi sistem kesehatan 2021-2024. Indikator tersebut meliputi transformasi layanan primer, layanan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, dan transformasi teknologi kesehatan.
Nadia menambahkan, perumusan manfaat JKN untuk penguatan upaya promotif dan preventif juga menjadi bagian dari bentuk reformasi manfaat program JKN. Perumusan sistem kapitasi berbasis aktivitas dan redistribusi peserta JKN dilakukan dalam revitalisasi puskesmas.
Kompas/Priyombodo
Suasana Klinik Hemodialisis Tidore, Cideng, Jakarta Pusat, yang melayani cuci darah, Senin (13/1/2020). BPJS Kesehatan bersama fasilitas kesehatan mitra kerja mengimplementasikan kemudahan layanan bagi pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), yang rutin menjalani cuci darah melalui pemindai sidik jari, tanpa membuat surat rujukan lagi.
”Melalui redistribusi peserta JKN diharapkan bisa mengurangi biaya pelayanan UKP (upaya kesehatan perorangan) dan mereformasi metode pembayaran program JKN di puskesmas dalam meningkatkan kualitas layanan,” katanya.
Selain itu, revitalisasi peran puskesmas juga diperlukan agar fungsi pembinaan untuk layanan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) di suatu wilayah dapat berjalan sesuai dengan tujuan. Penggunaan telemedicine juga bisa menjadi cara agar beban pelayanan di puskesmas bisa terurai.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, sejumlah inovasi dan kolaborasi telah dilakukan untuk memperbaiki pelayanan program JKN-KIS, termasuk upaya menanggulangi pandemi Covid-19. Teknologi pun semakin dimanfaatkan untuk melayani peserta di masa pademi, antara lain, dengan menyediakan kanal layanan administrasi peserta tanpa tatap muka, pelayanan kesehatan berbasis teknologi berupa telekonsultasi dan telemedicine, monitoring status kesehatan peserta lewat aplikasi oleh FKTP. Kemudian menyediakan layanan antrean daring yang terintegrasi dengan aplikasi Mobile JKN. Digitalisasi proses credentialing serta proses pengajuan dan verifikasi klaim juga telah dikembangkan.
”Tuntutan perkembangan teknologi dan era digitalisasi menjadi peluang inovasi bagi BPJS Kesehatan untuk terus memberikan kemudahan, kecepatan, dan kelancaran bagi para pemangku kepentingan dalam program JKN. Harapannya, keberlanjutan program JKN bisa terjamin,” tutur Ali.
Perbaikan layanan ini juga diperlukan seiring dengan kembali meningkatnya pemanfaatan FKTP di masa pandemi. Pada Mei 2020, jumlah pemanfaatan FKTP sebanyak 17 juta kedatangan. Pada September 2021, jumlah pemanfaatan FKTP meningkat menjadi 24 juta kedatangan. Sementara pelayanan telekonsultasi di FKTP sepanjang masa pandemi Covid-19 sebanyak 9,3 juta pelayanan.
Per 30 September 2021, cakupan kepesertaan program JKN sebanyak 226,30 juta penduduk atau 83,40 persen dari total penduduk di Indonesia. Adapun jumlah FKTP yang bekerja sama sebanyak 22.965 fasilitas kesehatan dan jumlah FKRTL sebanyak 2.567 fasilitas kesehatan.