Jumlah Peserta JKN Meningkat, Fasilitas Kesehatan Perlu Diperluas
Kepesertaan program JKN-KIS meningkat di semua provinsi di Indonesia. Namun, pertumbuhan fasilitas kesehatan cenderung lambat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
Kompas/Priyombodo
Suasana di Klinik Hemodialisis Tidore, Cideng, Jakarta Pusat, yang melayani cuci darah, Senin (13/1/2020). BPJS Kesehatan bersama fasilitas kesehatan mitra kerja mengimplementasikan kemudahan layanan bagi pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat yang rutin menjalani cuci darah melalui pemindai sidik jari, tanpa membuat surat rujukan lagi.
JAKARTA, KOMPAS — Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat meningkat secara signifikan dalam lima tahun terakhir. Namun, peningkatan tersebut tidak diiringi dengan pertumbuhan fasilitas kesehatan. Hal ini dikhawatirkan dapat membuat pelayanan kesehatan di masyarakat menjadi tidak optimal.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional periode 2019-2024, Asih Eka Putri, mengatakan, peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) meningkat sebesar 43 persen dari 2014 sampai 2019 menjadi 224 juta peserta. Pertumbuhan tertinggi terjadi di Provinsi Bali, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
”Separuh provinsi di Indonesia mengalami pertumbuhan kepesertaan di atas rata-rata nasional. Ini menandakan masyarakat percaya dan mau bergabung dengan program JKN serta mau berkomitmen untuk turut serta mendanai iurannya,” ujarnya dalam acara peluncuran Buku Statistik JKN 2014-2018 di Jakarta, Senin (18/10/2021).
Meski begitu, Asih menambahkan, rasio pertumbuhan fasilitas kesehatan cenderung stabil. Itu membuat rasio fasilitas kesehatan dengan jumlah peserta menjadi menurun. Pada 2015, rasio puskesmas dengan jumlah peserta adalah 6 per 100.000 peserta. Jumlah ini menurun menjadi 4 per 100.000 peserta pada 2019.
Sementara itu, rasio pada fasilitas kesehatan lainnya, seperti dokter praktik perorangan, klinik pratama, dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL), cenderung stabil. Jika melihat data secara rinci, fasilitas kesehatan di Indonesia sebenarnya sudah tumbuh, tetapi lambat.
DJSN
Tren Rasio Fasilitas Kesehatan Program JKN-KIS
Selama empat tahun sejak 2015, puskesmas tumbuh sebesar 5 persen. Jumlah dokter praktik perorangan yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pun tumbuh sebesar 14 persen, klinik pratama tumbuh 51 persen, dan FKRTL tumbuh 18 persen.
”Kondisi ini bisa menjadi pertimbangan pengambil keputusan dan pelaku usaha kesehatan untuk meningkatkan infrastruktur kesehatan di masyarakat. Pertumbuhan fasilitas kesehatan ini belum sesuai dengan pertumbuhan peserta JKN-KIS,” kata Asih.
Akses dan konsumsi pelayanan JKN juga meningkat secara nasional. Bahkan, peningkatan efektivitas JKN paling tinggi ditemukan di wilayah Indonesia Timur, terutama dalam pelayanan untuk rawat jalan tingkat pertama (RJTP). Menurut Asih, ini menandakan JKN semakin mendekat dan menjangkau seluruh penduduk Indonesia.
Kondisi ini bisa menjadi pertimbangan pengambil keputusan dan pelaku usaha kesehatan untuk meningkatkan infrastruktur kesehatan di masyarakat. Pertumbuhan fasilitas kesehatan ini belum sesuai dengan pertumbuhan peserta JKN-KIS.
Akses masyarakat terhadap layanan JKN pada pelayanan rawat jalan tingkat pertama secara nasional naik 119 persen, rawat jalan tingkat lanjut naik 37 persen, dan rawat inap tingkat lanjut naik 32 persen. Sementara pada pelayanan rawat inap tingkat pertama cenderung stabil.
Selain akses pada layanan JKN, konsumsi layanan kesehatan juga meningkat, baik pada rawat jalan tingkat pertama, rawat jalan tingkat lanjut, maupun rawat inap tingkat lanjut. Namun, pada pelayanan rawat inap tingkat pertama justru menurun selama lima tahun terakhir.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Aplikasi BPJS Kesehatan melalui telepon pintar memudahkan warga untuk mengurus jaminan kesehatan, seperti terlihat di kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Pancoran, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Penyakit katastropik
Asih menuturkan, hal lain yang juga dipertimbangkan terkait distribusi penyakit pada pelayanan JKN-KIS. Penyakit tidak menular mendominasi akses, konsumsi, serta biaya pelayanan JKN-KIS. Proporsi biaya pelayanan untuk penyakit katastropik pada 2019 mencapai lebih dari 20 persen dari total biaya klaim dalam program JKN-KIS.
Lima penyakit katastropik dengan biaya tertinggi pada 2019 meliputi jantung (Rp 8,6 triliun), stroke (Rp 2,5 triliun), kanker (Rp 2,4 triliun), gagal ginjal (Rp 1,4 triliun), dan leukemia (Rp 1,4 triliun).
”Dari distribusi penyakit ini juga menunjukkan bahwa operasi caesar masih menduduki urutan pertama pada jumlah kasus dan biaya klaim selama lima tahun berturut-turut. Telaah lanjut serta audit pelayanan kesehatan maternal perlu dilakukan untuk melihat kecenderungan ini,” kata Asih.
Pelaksana Tugas Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) M Subuh mengatakan, penyelenggaraan program JKN-KIS harus terus diperkuat. Hal itu menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembangunan sumber daya manusia di Indonesia.
Dalam upaya meningkatkan layanan tersebut, integrasi sistem dan data pun perlu dioptimalkan melalui penggunaan teknologi. Ini sekaligus bertujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih efektif bagi peserta.
”Prinsip keterbukaan informasi perlu selalu diterapkan agar data bisa digunakan untuk dasar pembuatan kebijakan ke depan. Buku statistik JKN yang diluncurkan juga menjadi langkah pada keberlanjutan penyediaan informasi terkait pelaksanaan program JKN,” tutur Subuh.
DJSN
Dampak pandemi Covid-19 pada peserta BPJS Kesehatan
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menambahkan, pemanfaatan digitalisasi teknologi informasi dalam pengelolaan data perlindungan sosial juga perlu ditingkatkan. Itu menjadi bagian dari pelayanan kesehatan semesta yang baik bagi masyarakat.
”Program JKN-KIS merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial bagi seluruh masyarakat. Program ini juga tidak terlepas dari tujuan pembangunan sumber daya manusia Indonesia,” ucapnya.
Karena itu, Muhadjir menuturkan, pemerintah telah menargetkan setidaknya 98 persen penduduk Indonesia pada 2024 sudah mendapatkan perlindungan sosial melalui program JKN-KIS. Berbagai strategi harus dijalankan untuk mencapai target tersebut. Per 30 September 2021, jumlah peserta JKN-KIS mencapai 226,3 juta peserta atau 83,82 persen dari seluruh penduduk.
Selain mencapai target tersebut, tingkat keaktifan peserta juga harus diperhatikan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan jumlah peserta yang tidak aktif semakin meningkat, terutama pada segmen peserta penerima upah swasta dan peserta bukan penerima upah. Intervensi kebijakan diperlukan untuk mengatasi dampak tersebut.